TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maria Sanu, merupakan ibunda dari Stevanus Sanu, korban meninggal akibat amukan massa dalam kerusuhan Mei 1998 yang terjadi di kawasan Pertokoan Mall Klender, Jakarta Timur.
Saat itu, Stevanus Sanu masih berusia 16 tahun atau duduk di bangku SMP kelas II.
Namun, hingga saat ini, Maria belum menemui titik terang penyebab kerusuhan yang melanda pertokoan tersebut.
Maria pun menuntut pemerintah agar mengakui adanya peristiwa berdarah tersebut dan menelusuri pihak-pihak yang menjadi dalang kerusuhan yang berujung pasa turunnya Presiden Soeharto.
"Pemerintah harus mengakui tragedi 98 memang ada, saya orang tua korban," tegas Maria Sanu, saat menggelar aksi memperingati 21 tahun tragedi 1998, di Mall Klender, Jakarta Timur, Senin (13/5/2019).
Maria juga mendesak pemerintah segera menuntaskan tragedi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) itu.
Keluarga korban telah menanti keadilan selama 21 tahun.
"Pemerintah harus bertanggung jawab kepada keluarga korban, karena keluarga korban ini menanti, agar kasus 98 diselesaikan," kata Maria.
Baca: Polisi Dalami Hubungan Pengancam Jokowi dengan Kelompok di Poso
Senada dengan Maria, Murni, ibunda Agung Tripurnawan, menuntut hal serupa.
Ia mengaku tak bisa melupakan peristiwa itu yang merenggut nyawa anaknya.
"Saya enggak niat ingin nangis, enggak. (Saya) berharap lebih baik, jangan sampai terulang kembali," tutur Murni.
Puluhan keluarga korban menabur bunga di Mal Yogya Klender dan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon yang merupakan kuburan massal korban tragedi di Mal Klender, Jakarta Timur.
Aksi itu diselingi dengan pernyataan sikap dari Komnas Perempuan, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), dan Paguyuban Mei 1998.
Untuk diketahui, pada Mei 1998 silam merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia.
Di bulan tersebut, kekuasaan otoritarian Presiden Soeharto selama kurang lebih 32 tahun tumbang oleh kekuatan rakyat.
Namun, di balik itu semua, terjadi kerusuhan di berbagai daerah, terutama di Jakarta sebagai pusat pemerintahan yang menimbulkan banyak korban jiwa.
Begitu pula juga massa menyasar Mal Klender ketika itu untuk menjarah barang-barang.
Kini, 21 tahun pasca 1998 atau reformasi, penuntasan kasus tersebut belum menemui titik terang.