Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK terus menelusuri perkara suap bidang pelayaran PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Perkara ini diketahui turut menjerat Anggota DPR RI Komisi VI Bowo Sidik Pangarso (BSP) sebagai tersangka.
Sejauh ini, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan pihaknya telah mengantongi sejumlah informasi terkait peran PT Pupuk Indonesia sebagai induk usaha PT Pilog.
"Karena sejak awal diduga PT HTK ini meminta bantuan BSP untuk kemudian bisa membangun kerja sama kembali dengan PT Pilog," terang Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2019).
"Sampai akhirnya kerja sama itu terjadi untuk pengangkutan produk-produk dari PT Pupuk Indonesia tersebut," sambungnya.
Baca: Resmi Diluncurkan, Laga-Laga Shopee Liga 1 2019 Akan Disiarkan di Stasiun Televisi Berikut
Baca: Berthelemy Borong 4 Gol Saat Semen Padang Menang 7-0 Jelang Laga Kontra PSM Makassar
Baca: Amnesty International Indonesia: Presiden Terpilih Harus Ungkap Dalang Kerusuhan Mei 1998
Selain mengantongi informasi tersebut, pada Selasa (30/4) tim penyidik KPK telah menggeledah kantor dari PT Pupuk Indonesia.
Dari hasil penggeledahan itu, KPK menyita sejumlah dokumen-dokumen terkait dengan kerja sama pengapalan produk PT Pupuk Indonesia.
"Tentu kami perlu mengklarifikasi dokumen-dokumen tersebut. Proses sampai MoU, proses sampai penunjukan itu juga menjadi perhatian KPK," ungkap Febri.
"Karena dalam kasus ini suap ya, yang diduga mempunyai peran dan menerima uang adalah tersangka BSP, sebagai penerima, dan juga pihak pemberinya," imbuhnya.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, seorang swasta sekaligus perantara suap dari PT Inersia bernama Indung, serta Manager Marketing PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia) Asty Winasti.
KPK menduga Bowo Sidik menerima suap dalam kerja sama pengangkutan pelayaran antara PT HTK dan Pilog yang sebelumnya telah dihentikan.
Dalam hal ini, Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima perusahaan itu sejumlah USD 2 per metrik ton.
KPK menduga Bowo menerima Rp 1,5 miliar dari PT HTK dalam tujuh kali penerimaan, termasuk Rp 89,4 juta saat operasi tangkap tangan (OTT).
Sementara, uang yang disita KPK senilai Rp 8 miliar dari 84 kardus yang terbagi 400 ribu amplop ditemukan di kantor PT Inersia milik Bowo.
Artinya, dari Rp 8 miliar dengan penerimaan Rp 1,5 miliar dari PT HTK, ada sisa uang senilai Rp 6,5 miliar yang diduga diterima pihak lain sebagai gratifikasi. KPK telah mengantongi asal muasal gratifikasi tersebut.