TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang akan menolak hasil pilpres mengundang komentar dari berbagai pihak.
Rohaniawan Benny Susetyo seperti dikutip Kompas.com, Kamis (16/5/2019) berharap Prabowo-Sandi memiliki jiwa ksatria dalam menerima hasil pemilihan umum (Pemilu) 2019.
Jiwa ksatria tersebut dinilai mampu menjaga tatanan demokrasi Indonesia. "Setiap paslon kan sudah menyatakan siap kalah dan menang. Pada awal mencalonkan diri, Prabowo-Sandi mempercayai penyelenggara pemilu. Menjelang pengumuman, masing-masing paslon harus memiliki keberanian menjadi ksatria, budaya itu yang penting," ujarnya
Seperti diketahui, pada Selasa lalu, Prabowo menyatakan, pihaknya menolak hasil Pemilu 2019 yang menurut dia, dilakukan secara curang.
Baca: Sebut Prabowo-Sandi Bisa Menang di Pilpres 2019, Mahfud MD: MK Bisa Mengubah Suara
Baca: Fadli Zon Jelaskan Penyebab Angka Klaim Kemenangan Prabowo-Sandi Berubah dari 62% Jadi 54%
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menyampaikan, ada tujuh kelompok masalah pada pemilu, yaitu pelanggaran kampanye, undangan pemilih, penyelenggara dan aparat, pencoblosan, penghitungan, dafar pemilih tetap (DPT) bermasalah, serta input data.
Mengenai hal itu, menurut Benny, jika memang ada indikasi kecurangan, seharusnya pihak BPN membuktikan fakta dan data yang valid, bukan asumsi.
"Maka sebenarnya ketika dia (Prabowo) menyalonkan diri, ya mental kenegarawanan harus sudah ada. Kenegarawanan itu tidak memaksa kehendak dan tidak merusak demokrasi. Kalau merusak demokrasi berarti dia tidak mengakui proses dari bawah, ada saksi, pengawas, dan lainnya," ungkapnya kemudian.
Prabowo, lanjutnya, juga tak bisa mengklaim seolah-seolah mekanisme pemilu yang berlangsung saat ini tidak adil.
Sebab, mekanisme dan koridor hukum telah diatur dalam Undang-Undang (UU), ada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini juga meminta Prabowo dan BPN untuk mengikuti proses demokrasi dan mekanisme pemilu yang telah disetujui bersama-sama.
"Kita harus mengikuti proses demokrasi yang ada. Selalu dalam prosesnya adalah pembuktikan lewat jalur hukum, jadi tidak boleh memaksakan kehendak. Kalau memaksakan kehendak kemudian menggunakan massa untuk merusak sistem demokrasi ya tidak benar," pungkasnya.
Bukan hanya dari luar, dari partai koalisipun menyayangkan pernyataan penalokan hasil pemilu itu.
PAN sebagai salah satu partai penyokong koalisi Prabowo-Sandi lewat Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan menyesalkan keputusan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang tak menerima hasil perhitungan suara Pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia mengatakan dugaan kecurangan yang disampaikan tanpa adanya bukti yang disampaikan ke publik merupakan hal yang tidak bertanggung jawab.
"Jadi saya menyesalkan pernyataan tersebut, apa lagi pernyataan atau usulan bahwa akan tidak menerima hasil pemilihan presiden ini yang akan diumumkan KPU tanggal 22 tanpa menyodorkan bukti-bukti akan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Itu adalah hal yang tidak bertanggung jawab," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Legislator PAN itu menilai pelaksanaan Pilpres 2019 berjalan tanpa ada kecurangan seperti yang dituduhkan terstruktur, sistematis dan masif.
Baca: 3 Minggu Dinikahi Fadel Islami, Doa Muzdalifah: Cintai Anak-anakku dengan Sabar dan Ikhlas
Baca: Prabowo Ajak Pendukungnya Salat Gaib untuk Petugas KPPS
Baca: Apakah Puasa Tetap Sah Meski Belum Mandi Junub Setelah Imsak? Ini Penjelasan, Niat, dan Tata Caranya
Baca: Bunga Zainal Unggah Foto Berhijab Tuai Pujian, Ternyata Ini Tujuan Bunga Memakai Hijab
"Sampai sekarang belum ada bukti indikasi yang kuat untuk bisa mendukung tuduhan tersebut," tuturnya.
Ia pun menyayangkan para elite politik yang tidak menunjukkan sifat negarawan dengan tidak mengakui hasil perhitungan suara Pilpres.
Seharusnya, kata Bara, elite politik menunjukkan negarawan dengan menempuh jalur konstitusi jika merasa dirugikan atau adanya dugaan kecurangan pelaksanaan Pilpres 2019.
"Maka itu sama sekali tidak bertanggung jawab dan itu sangat berbahaya bagi kemajuan dan masa depan demokrasi Indonesia ini. Jadi ini saya pikir ini adalah tes bagi kita semua. Wlite apa lagi juga kandidat dari pilihan presiden ini dan pilihan legislatif harus menunjukkan sikap kenegarawanan," pungkas Bara.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menyatakan menolak hasil penghitungan suara yang kini sedang berjalan di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penolakan tersebut disampaikan Ketua BPN, Jenderal Purnawirawan Djoko Santoso dalam acara pemaparan kecurangan Pemilu di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa, (14/5/2019).
"Kami Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi bersama-sama rakyat Indonesia yang sadar demokrasi menolak hasil perhitungan suara dari KPU RI yang sedang berjalan. Saya ulangi, kami Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi bersama rakyat indonesia yang sadar demokrasi menolak hasil perhitungan suara dari KPU RI yang sedang berjalan," katanya.
Penolakan tersebut menurut Djoko karena penyelenggaraan Pemilu 2019 keluar dari prinsip Luber. Penyelenggaraan Pemilu tidak berlangsung jujur dan adil.
"Kita telah mendengar, melihat, memperhatikan secara mencermati paparan yang disampaikan para pakar para ahli tentang kecurangan pemilu 2019 pada sebelumnya, pada saat dan setelah pemilu yang bersifat TSM, ada juga yang menambahkan brutal," katanya.
Penolakan tegas BPN juga menurut Djoko berdasarkan rekomendasi dan laporan kecurangan dari Partai Politik Koalisi Adil dan Makmur.
"Pidato pak Sandiaga Uno juga mengungkapkan secara garis besar kecurangan yang terjadi," pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi akhirnya memaparkan hasil penghitungan suara yang dilakukan tim internalnya.
Pemaparan dilakukan oleh tim pakar Prabowo-Sandi Laode Kamaluddin, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, (14/5/2019).
Menurutnya berdasarkan penghitungan formuli C1 hingga Selasa 00.00 wib, perolehan suara pasangan Jokowi-Ma'ruf memperoleh 44,14 persen atau 39.599. 832 suara sementara pasangan Prabowo Sandi 54,24 persen atau 48.657.483 suara.
"Jadi yang selama ini yang menanyakan datanya, ini datanya, ini hasilnya pasangan Prabowo -Sandi unggul," katanya.
Adapun menurut Laode hasil tersebut berdasarkan perhitungan di 444.976 TPS atau 54,91 persen.
Laode mengatakan pihaknya membuka pintu bagi pihak pihak yang ingin menantang atau menguji penghitungan suara yang dilakukan BPN.
"Kalau ada yang mau menantang ini silahkan, kita adu data saja. Inilah angka angkanya yang kita miliki," katanya.
Menurut Laode formulir C1 yang dimilikinya asli dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum diinput, formulir C1 diversifikasi dan divalidasi.
"Data ini bisa dipertanggungjawabkan. Pertanyaannya, mana datamu? ini dataku," pungkasnya.
PKS Ingin Tetap di Jalur Konstitusi
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan, partainya ingin koalisi pengusung pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selalu berada dalam koridor konstitusi.
Hal itu ia katakan saat ditanya mengenai sikap Prabowo-Sandiaga yang enggan mengajukan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK) meski menolak hasil Pilpres 2019.
"PKS akan bersama Koalisi Adil Makmur. Tapi PKS juga ingin menjaga koalisi ini selalu dalam koridor konstitusi," ujar Mardani saat dihubungi, Kamis (16/5/2019).
Menurut Mardani, saat ini PKS tengah mengkaji usulan yang proporsional terkait sikap koalisi pasca penetapan hasil pilpres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia mengatakan, seluruh pihak harus sistem demokrasi yang berjalan agar sesuai dengan koridor konstitusi.
"Berbasis dua prinsip ini PKS sedang mengkaji usulan yang proporsional," kata Mardani.
"Demokrasi memerlukan sikap saling menyadari bahwa sistem ini bukan yang terbaik tapi punya kemampuan self-healing system, sistem penyembuhan mandiri. Kita mesti menjaga demokrasi yang sudah kita jalankan ini berjalan sesuai koridor," ucap Mardani.
Sebelumnya, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan akan menolak hasil Pilpres 2019 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pasalnya, Prabowo menganggap telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.
Kendati demikian, pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo-Sandiaga enggan untuk mengajukan gugatan sengketa ke MK.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pilpres, pasangan calon dapat mengajukan keberatan kepada MK dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan oleh KPU.
Sikap Demokrat dan PKS
Partai Demokrat tidak sejalan dengan pernyataan calon presiden Prabowo Subianto yang menolak penghitungan suara Pilpres 2019 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, semua pihak berharap ketika Pemilu pada 17 April dilaksanakan, maka perbedaan pilihan kembali bersatu dan saling memaafkan setelah delapan bulan terlibat dalam proses kompetisi politik.
Baca: Polisi Ungkap Peran Seorang Perempuan Lainnya di Video Ancam Penggal Jokowi
"Tetapi apa yang terjadi, kami rasakan bersama benih-benih perselisihan tetap bersemai dan ini tentu kami tidak harapkan, karena bagaimanapun kami ingin Indonesia tetap utuh," ujar AHY setelah melakukan pertemuan forum Bogor dengan sejumlah kepala daerah di Museum Kepresidenan Balai Kitri pada Rabu (15/5/2019) sore.
Menurut AHY, Demokrat sejak 17 April 2019 secara jelas berkomitmen untuk memberikan ruang kepada KPU yang saat ini sedang dalam proses penghitungan suara Pemilu.
"Kita hormati proses itu. Tentunya dengan catatan bahwa kita semua sebagai warga negara, pemilik suara, memiliki hak termasuk kewajiban untuk mengawasi proses penghitungan tersebut," papar AHY.
Putra Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono itu pun mengajak semua pihak untuk menghadapi proses penghitungan suara di KPU dengan semakin bijaksana dan bersikap dewasa terhadap hasil yang diterima nantinya.
"Mudah-mudahan proses rekapitulasi suara ini dengan baik, terbuka, transparan, akuntabel, jujur dan juga demokratis. Sehingga jika nanti hasilnya keluar, kita semua bisa menerima dengan baik," ujar AHY.
(Tribunnews.com/Seno/Fransiskus/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Prabowo Diminta Memiliki Jiwa Kesatria"
Penulis : Christoforus Ristianto