Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Wiranto meminta pejabat di daerah melarang warganya untuk mengikuti ajakan "people power" di Jakarta pada 22 Mei 2019 nanti.
Hal ini disampaikan Wiranto dihadapan peserta Rakornas Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tahun 2019 di Grand Paragon Hotel, Jakarta Barat, Kamis (16/5/2019).
Diketahui ajakan tersebut bersamaan dengan penetapan pemenang pada Pilpres 2019 yang bakal digelar di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
"Bagaimana supaya tidak ada penumpukkan massa? Saudara tolong dari daerah jangan biarkan masyarakat keluar daerah menuju Jakarta," ujar Wiranto.
Wiranto juga mewanti-wanti jangan sampai pejabat di daerah termasuk Kepala Desa, Kapolsek, Danramil, Bhabinkamtibmas hingga Bhabinsa tidak bisa membendung warga untuk ke Jakarta.
Baca: Cerita Panitera Pengganti PN Jaktim, di OTT KPK Saat Masih Pakai Sarung
Baca: Gugatan Perdata Sjamsul Nursalim Ganggu Kerja KPK Tangani Kasus BLBI
Baca: BNN Gagalkan Penyelundupan 300 Kilogram Ganja Asal Aceh yang Disembunyikan di Antara Limbah Medis
"Pusat dan daerah harus sinergi, jangan ada kerembesan di ibu kota. Jelaskan ke masyarakat tidak perlu ke Jakarta. Terlebih lagi tengah puasa, nanti sahur dan buka bagaimana. Pasti mereka akan berfikir," tuturnya.
Polisi yakin Bachtiar Nasir akan penuhi panggilan
Mabes Polri meyakini Bachtiar Nasir akan memenuhi panggilan dari penyidik Bareskrim Polri sekembalinya dari Arab Saudi.
Diketahui, Bachtiar Nasir telah menyandang status tersangka dalam kasus dugaan TPPU dana Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
Namun, tiga kali yang bersangkutan tidak menghadiri panggilan dari kepolisian.
Terakhir kali, kuasa hukum Bachtiar mengatakan kliennya sedang berada di Arab Saudi untuk menghadiri undangan Liga Muslim Dunia.
Baca: Riri Khariroh: Bulan Ramadan Momen yang Tepat Menahan Diri Dari Ujaran Kebencian
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal meyakini Bachtiar memahami prinsip warga negara hukum di Indonesia.
Alasannya, mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) itu juga seorang pemuka agama.
"Saya kira UBN (Ustaz Bachtiar Nasir) pemuka agama insyaallah dia paham betul tentang prinsip-prinsip warga negara, prinsip negara hukum," ujar Iqbal, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (16/5/2019).
Selain itu, mantan Wakapolda Jawa Timur tersebut meyakini selaku tokoh masyarakat tentu yang bersangkutan akan hadir apabila dipanggil aparat penegak hukum.
Baca: Bara Hasibuan: PAN Tidak Ikut Gerakan People Power Amien Rais
Ia mencontohkan hal yang sama terjadi ketika penyidik memanggil mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayjend TNI (Purn) Kivlan Zen.
Kivlan Zen sendiri diketahui hadir memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan makar, Senin (13/5) kemarin.
"Saya kira kontestasi pemilu saat ini Insyaallah tidak akan menciderai simbol ketokohan masing-masing. (Jadi) Kalau dipanggil aparat pasti akan datang. Alhamdulillah kemarin pak KZ juga datang," tutur dia.
Jenderal bintang dua itu juga menegaskan Polri tidak melakukan tebang pilih dalam menindak proses hukum.
Baca: Gara-gara Salah Makan, Tasya Kamila Sebut Anaknya Kini Terkena Alergi
Untuk melakukan penindakan hukum, kata dia, polisi akan mengumpulkan berbagai bukti untuk nantinya melakukan proses lanjutan atas kasus tersebut.
"Tidak ada sama sekali kepolisian RI melakukan upaya paksa kepolisian dengan prinsip tebang pilih, pasti ada proses dalam pembuktian dulu baru penetapan tersangka," katanya.
Tak penuhi panggilan
Dikutip dari kompas.com, tersangka kasus tindak pidana pencucian uang, Bachtiar Nasir tidak dapat menghadiri pemanggilan Bareskrim Polri pada Selasa (14/5/2019).
Sebab, mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI itu sedang memenuhi undangan acara Liga Musim Dunia.
Hal tersebut dikatakan pengacara Bachtiar Nasir, Aziz Yanuar.
Bachtiar dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal pengalihan aset Yayasan Keadilan Untuk Semua.
"Sedang ada undangan dari Liga Muslim Dunia," kata Aziz ketika dihubungi Kompas.com, Senin (13/5/2019).
Baca: Tim Asistensi Hukum Bentukan Wiranto Kaji Aktivitas Amien Rais, Bachtiar Nasir, hingga Kivlan Zen
Baca: Eggi Sudjana dan Bachtiar Nasir Jadi Tersangka, JK Bilang Bukan Karena Mereka Oposisi
Baca: Bachtiar Nasir dan Eggi Sudjana Jadi Tersangka, Ini Pendukung Prabowo yang Dilaporkan ke Polisi
Ketika ditanya mengenai lokasi acara Liga Muslim Dunia, Aziz menyebutkan, acara tersebut diselenggarakan di Arab Saudi.
Ia juga mengaku tidak mengetahui kapan Bachtiar akan kembali ke Tanah Air.
"Di Saudi Arabia. Nanti saya kasih bukti undangannya ya. Belum tahu (kapan kembali ke Indonesia)," ujar dia.
Aziz Yanuar menuturkan, surat permohonan penundaan sudah diserahkan kepada polisi.
"Tidak datang. Barusan saya datang ke Mabes Polri sampaikan permohonan penundaan lagi," kata Aziz.
Baca: Polri Didesak Tak Ragu Tegakkan Hukum Terkait Kasus Bachtiar Nasir
Baca: Pengamat: Punya Bukti, Penetapan Bachtiar Nasir Bukan Kriminalisasi
Panggilan pada Selasa besok merupakan panggilan ketiga bagi Bachtiar sebagai tersangka.
Pemanggilan pertama dilakukan di tahun 2018.
Pemanggilan kedua sebagai tersangka dilakukan pada 8 Mei 2019.
Namun, Bachtiar tidak menghadiri pemeriksaan tersebut karena memiliki acara pribadi.
Oleh karena itu, polisi telah melayangkan panggilan ketiga terhadap Bachtiar, yang dijadwalkan pada 14 Mei 2019.
"Penyidik sudah melayangkan pemanggilan ketiga."
"Yang rencana Beliau akan dipanggil Selasa besok, minggu depan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Terkait kasus ini, Bachtiar diketahui mengelola dana sumbangan masyarakat sekitar Rp 3 miliar di rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
Dana tersebut diklaim Bachtiar digunakan untuk mendanai Aksi 411 dan Aksi 212 pada tahun 2017 serta untuk membantu korban bencana gempa di Pidie Jaya, Aceh dan bencana banjir di Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Namun, polisi menduga ada pencucian uang dalam penggunaan aliran dana di rekening yayasan tersebut.