Dokter Ani Hasibuan dokter yang membongkar kematian ratusan anggota KPPS bakal dijerat 6 pasal dengan ancaman hukuman 10 tahun. Hari ini dipanggil polisi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dokter ahli syaraf Robiah Khairani Hasibuan atau Ani Hasibuan hari ini dipanggil polisi khusus Polda Metro Jaya.
Surat panggilan Ani Hasibuan bernomor S.Pgl/1158/V/RES.2.5/2019/Dit Reskrimsus yang diteken oleh Wakil Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya.
Polisi panggil Ani Hasibuan karena diduga melakukan sejumlah tindak pidana sebagaimana dilaporkan seorang warga bernama Carolus Andre Yulika.
Pasal-pasal disangkakan kepada Ani Hasibuan setidaknya ada lima pasal yang diambil dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta UU No 1 tahun1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
UU ITE atau UU No 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 tahun 2008 tentang ITE lahir atau dibuat atau diundangkan pada era Presiden Joko Widodo.
UU No 1 tahun1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dibuat atau diundangkan pada era Presiden I RI Soekarno atau Bung Karno.
Setidaknya ada enam pasal (bukan 5 seperti ditulis sebelumnya) yang digunakan polisi sebagai acuan pemanggilan Ani Hasibuan atau pasal-pasal disangkakan kepada Ani Hasibuan.
Perbuatannya dinilai bertentangan dengan pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 35 Jo Pasal 45 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 tahun 2008 tentang ITE.
Pasal lainnya yang diduga dilanggar adalah Pasal 14 dan/atau Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) Jo Pasal 56 KUHP yang terjadi pada 12 Mei 2019 di Jakarta.
Ancaman hukuman tertinggi dari enam pasal itu adalah UU No 1 tahun 1946 yakni hukuman badan selama 10 tahun.
Seperti diberitakan sebelumnya, Carolus Andre Yulika melaporkan Ani ke Polda Metro Jaya pada 12 Mei 2019 dan laporannya tercatat nomor LP/2929/V/2019/Dit.Reskrimsus.
Dirkrimsus Polda Metro Jaya kemudian mengeluarkan surat penyidikan Nomor SP.DIK/391/V/RES.2.5/2019/Dit Reskrimsus tanggal 15 Mei 2019.
Artinya, surat penyidikan hanya berselang 2 hari setelah ada laporan.
Rencananya, pemeriksaan terhadap Ani dijadwalkan hari ini, Jumat (17/5/2019).
Namun, Ani Hasibuan mangkir dari panggilan karena alasan sakit.
Baca: TKN Temukan 4 Kejanggalan Data Kecurangan Pemilu Versi BPN
Berikut perkembangan terbaru dari kasus Ani Hasibuan sebagaimana dirangkum Tribunnews.com, Jumat (17/5/2019):
1. Mangkir karena Sakit
Ani Hasibuan tidak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sakit.
Dikutip dari Kompas.com, sedianya, pemanggilan Ani diagendakan pada Jumat (17/5/2019) ini pukul 10.00 oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Ia dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi dugaan penyebaran ujaran kebencian.
Surat panggilan itu terdaftar dengan nomor S.Pgl/1158/V/RES.2.5./2019/Dit Reskrimsus.
"Hari ini panggilan itu tidak bsa kami penuhi karena klien kami dalam kondisi sakit. Jadi, pagi ini kami meminta ke penyidik Polda Metro Jaya untuk melakukan pemundaaan pemeriksaan klien kami," kata kuasa hukum Ani, Amin Fahrudin di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat.
Amin menyebut kliennya saat ini sedang beristirahat di rumah.
"Sakitnya itu karena terlalu over secara fisik, mungkin beliau kelelahan. Saat ini, ibu Ani sedang di rumah, bukan perawatan rumah sakit," ujarnya.
2. Berencana Laporkan Sebuah Situs Berita
Ani Hasibuan berencana melaporkan situs berita, tamshnews.com, ke pihak kepolisian terkait pemberitaan yang dinilai merugikan pihaknya.
Melalui kuasa hukumnya, Amin Fahrudin, Ani membantah telah membuat pernyataan di situs tersebut terkait kematian massal ratusan petugas KPPS.
Laman tersebut sempat memuat tulisan pada 12 Mei 2019, berjudul 'dr Ani Hasibuan SpS: Pembantaian Pemilu, Gugurnya 573 KPPS Ditemukan Senyawa Kimia Pemusnah Massal'.
"Itu bukanlah pernyataan atau statemen dari klien kami, Dokter Ani Hasibuan. Tapi media portal ini melakukan framing dan mengambil statemen dari pernyataan beliau ketika wawancara di TV One."
"Klien kami itu tidak pernah diwawancara, tidak pernah jadi narasumber sehingga klien kami tidak bertanggung jawab dengan apa yang jadi muatan dan isi pemberitaan media ini," ujar Amin di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Amin mengungkapkan bahwa Ani Hasibuan tidak pernah memberikan pernyataan seperti yang diunggah laman berita tersebut.
Menurut Amin pemberitaan dalam laman tersebut tidak memiliki prinsip jurnalisme yang sehat.
Pihaknya merasa dicemarkan nama baiknya oleh pemberitaan laman tersebut.
"Iya akan kita pertimbangkan. Karena dia tidak pakai prinsip jurnalisme yang sehat. Muatannya juga muatan yang mengandung pencemaran yang dilakukan oleh muatan berita ini," tutur Amin.
"Yang menyatakan KPPS mati secara masal karena diracun itu akhirnya menggiring kepada klien kami. Kemudian banyak juga diolah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dibikin semacam meme bahwa ini diracun, kemudian di mention bahwa ini pendapatnya dokter Hasibuan," tambah Amin.
Saat, tim kuasa hukum Ani Hasibuan masih melakukan kajian terhadap isi berita tersebut.
Jika laman tersebut, tidak tercatat sebagai portal berita, maka pihaknya akan melaporkan ke pihak kepolisian.
"Portal ini apakah merupakan lembaga pemberitaan resmi yang punya siup ataukah dia semacam blog pribadi. Apalagi kalau tidak ada redaksi resmi, bukan kantor berita resmi. Maka yang akan kami laporkan kemungkinan besar adalah melaporkan kepada penyidik Polri," tutupnya.
3. Tanggapan Ikatan Keluarga Besar UI
Anggota Ikatan Keluarga Besar UI Sabrun Jamil menilai pemanggilan dokter Ani Hasibuan oleh kepolisian tidak tepat.
Menurutnya, pendapat Ani adalah bentuk dari profesionalismenya sebaga seorang dokter terlepas menurut pengakuan Sabrun, Ani adalah pendukung Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Hal itu disampaikan Sabrun dalam Konferensi Pers dan Diskusi Publik bertajuk "Mendesak Investigasi Wafatnya Ratusan Petugas KPPS" di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).
"Ibu Ani Hasibuan ini rekan kami di Alumni UI. Dia memang 02. Tapi kita semua tahu, dia itu seorang dokter yang disumpah atas nama sumpah dokter. Dia kalau ngobatin orang di jalan itu tidak bertanya, 'you agamanya Islam atau Nasrani, 01 atau 02, tukang pijit atau mandor masjid'. Mereka dokter itu disumpah atas nama profesi dan kemanusiaan," kata Sabrun.
Ia pun mengibaratkan dirinya yang berlatar belakang pendidikan insinyur sipil mengomentari jika ada sebuah jembatan yang roboh.
"Kebetulan background saya insinyur sipil. Itu sama dengan kalau ada jembatan roboh terus saya kasih komentari, ini tiangnya kurang besar, semennya kurang banyak, atau besinya dicolong, setelah disidik. Itu profesionalitas saya. Saya tidak bicara 01 atau 02 kalau bicara itu. Sama dengan Mbak Ani," kata Sabrun.
Sebelumnya diberitakan, Penyidik Subdit III Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengagendakan pemeriksaan terhadap Dokter Roboah Khairani Hasibuan (Ani).
Baca: Dokter Ani Hasibuan Batal Diperiksa Polisi Hari Ini Karena Mengaku Sakit
Ani rencananya dimintai keterangan sebagai saksi terlapor buntut mengomentari kejanggalan meninggalnya ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Iya benar diagendakan pemeriksaan untuk Dokter Ani Jumat besok," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, saat dikonfirmasi, Kamis (16/5/2019).
Tribunnews.com/Daryono/Gita Irawan) (Kompas.com/Rindi Nuris Velarosdela)