TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui unsur Pemda, Polri maupun TNI sudah jauh-jauh hari mengimbau agar tidak ada mobilisasi dari daerah ke Jakarta, yang bertepatan dengan momentum pengumuman rekapitulasi suara Pemilu 2019 oleh KPU pada 22 Mei 2019 nanti.
"Kami harap tidak lagi seperti yang kita bayangkan karena gubernur, kapolda, pangdam di wilayah telah bekerja keras ke berbagai pihak supaya tidak berbondong-bondong ke Jakarta," ucap Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di kantornya, Senin (20/5/2019).
Menurut Moeldoko kondisi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi siapapun. Dia meyakini hal ini malah menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu yang memiliki agenda dan upaya membuat situasi jadi tidak baik.
Mantan Palingma TNI ini berharap ada kesadaran di masyarakat supaya percaya pada penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan kalaupun ada kecurangan maka bisa dilaporkan melalui jalur hukum.
Baca: Perludem: Apabila Tidak Terima Hasil pemilu, Dapat Tempuh Jalur Sengketa PHPU ke MK
"Saya harap ada kesadaran bersama, sudahlah serahkan pada proses hukum yang berlaku. Karena kalau tidak nanti mengundang pihak-pihak tertentu. Sering kita dengar ada kelompok teroris yang ingin memanfaatkan situasi," tegasnya.
Lantas apakah sikap pemerintah yang melarang mobilisasi massa saat 22 Mei nanti merupakan bentuk kepanikan bahkan ketakutan dari pemerintah?
Hal itu dibantah oleh Moeldoko. Dia menjelaskan berdasarkan analisa memang ditemukan ada kelompok yang ingin memanfaatkan moment 22 Mei.
Menurutnya hal itu tidak boleh dibiarkan.
"Masa dibiarkan, kan kasihan kalau terjadi sesuatu, masyarakat menjadi korban. Itu saya sebenarnya, tidak ada tujuan lain termasuk ketakutan atau panik dari pemerintah, tidak sama sekali. Kita sudah teruji demo di mana-mana," paparnya.
"Kepolisian dan Intelijen mengenali ada kelompok yang ingin bermain di situasi ini. Pemerintah wajib melindungi sebenar bangsa dan jangan sampai ada rakyat yang jadi korban atau terluka," tambahnya lagi.