TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mayjen TNI (Purn) Soenarko ditangkap terkait dugaan penyelundupan senjata terkait unjuk rasa yang akan digelar pada Aksi 22 Mei 2019.
Selain Soenarko, ditangkap pula Praka BP. Penangkapan tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI Sisriadi.
Dilansir Kompas.com dalam artikel berjudul Kasus Penyelundupan Senjata, Mayjen (Punr) S dan Praka B Ditahan, Sisriadi mengatakan penyidikan dilakukan di markas Puspom TNI Cilangkap.
"Hal ini dilakukan karena salah satu oknum yang diduga pelaku berstatus sipil (Mayjen Purn S), sedangkan satu oknum lain berstatus militer (Praka BP)," kata Sisriadi.
Baca: Gultor Kopassus dan Densus 88 Evakuasi KPU Jika Aksi 22 Mei Berlangsung Rusuh
Baca: Terkait Penyelundupan Senjata Terkait Massa 22 Mei 2019, Mayjen (Purn) S dan Praka BP Ditahan
Saat ini, kata Sisriadi, Mayjen (Purn) S menjadi tahanan Mabes Polri dan dititipkan di Rumah Tahanan Militer Guntur, sedangkan Praka BP menjadi tahanan TNI di Rumah Tahanan Militer Guntur.
Mayjen TNI (Purn) Soenarko Dilaporkan
Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayjen (Purn) Soenarko dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Senin (20/5/2019).
Soenarko dilaporkan dengan sangkaan mengarahkan sejumlah orang untuk mengepung Istana Negara dan gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada aksi unjuk rasa yang rencananya digelar Rabu (22/5/2019).
"Pernyataan yang membuat keresahan adalah memerintahkan mengepung KPU dan Istana serta kemudian menyatakan seakan-akan polisi akan bertindak keras, tentara tidak, dan provokasi tentara pangkat tinggi sudah bisa dibeli," ujar pelapor bernama Humisar Sahala di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, arahan Soenarko terekam dalam video berdurasi sekitar 2,5 menit yang beredar di media sosial.
Di video tersebut, Sunarko yang mengenakan kemeja merah marun bergaris vertikal hitam tampak duduk di sebuah kursi dan berdialog dengan sejumlah orang.
"Kalau tanggal 22 diumumkan Jokowi menang, kita lakukan tutup dahulu KPU, mungkin ada yang tutup Istana dengan Senayan, tapi dalam jumlah besar.
Kalau jumlah besar, polisi juga bingung.
Kalau tentara, yakin dia tidak akan bertindak keras," ujar Soenarko.
Menurut Humisar, pernyataan Soenarko tersebut membuat keresahan di masyarakat.
Selain itu, Sunarko juga diduga mengadu domba pemerintah dengan masyarakat.
"Sebagai purnawirawan TNI tidak sepatutnya Soenarko memberikan arahan demikian," ucapnya.
Soenarko diduga melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 110 jo 108 KUHP dan Undang-Undang Nomod 1 Tahun 1946 Pasal 163 bis Jo 416 mengenai keamanan negara atau makar.
Laporan itu terdaftar dalam nomor polisi LP/B/0489/V/2019/Bareskrim tertanggal 20 Mei 2019.
Siapa Mayjen (Purn) Soenarko?
Siapa sih sebenarnya Sunarko? Kenapa seruannya dalam video tersebut cukup membuat banyak pihak khawatir? Nah, berikut ini profil lengkap mantan orang nomor 1 di Kopassus, Mayjen Soenarko.
Lahir di Medan, Sumatera Utara, 1 Desember 1953, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Soenarko adalah Perwira Tinggi TNI Angakatan Darat yang memiliki segudang pengalaman dan tapak karir gemilang di militer.
Sebelum menduduki posisi tertingginya, Mayjen Soenarko sudah terkenal di Aceh.
Ia pernah menjabat asisten operasi Kasdam Iskandar Muda pada 2002, lalu menjadi Danrem-11/SNJ, Danrem-22, Pamen Renhabesad, Pati Ahli Kasad Bidsosbud, dan Kasdif-1 Kostrad.
Akhirnya, Mayjen Soenarko mendapat posisi yang membuat namanya membumbung tinggi.
Pada 12 September 2007 ia sah menjadi Komandan Jenderal Pasukan Khusus (Kopassus) ke 22.
Soenarko menggantikan Danjen Kopassus sebelumnya yakni Mayjen TNI Rasyid Qurnuen Aquary.
Ia menjabat sampai tanggal 1 Juli 2008, lalu digantikan oleh Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo.
Setelah usai tugasnya sebagai Danjen Kopassus, Soenarko dianugerahi jabatan tinggi lainnya.
Ia pada 2008 resmi ditunjuk sebagai Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Iskandar Muda.
Mayjen Soenarko menggantikan Pangdam Iskandar Muda sebelumnya, yakni Mayjen TNI Supiadin AS.
Pada 2009, tugas Soenarko sebagai Pangdam Iskandar Muda berakhir dan digantikan oleh Mayjen TNI Hambali Hanafia.
Setelah menjabat Pangdam Iskandar Muda, Soenarko lalu menjabat sebagai Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif) pada 2009 menggantikan Mayjen TNI Nartono. Posisi itu hanya bertahan setahun, pada 2010 ia digantikan oleh Mayjen TNI Siswondo.
Setelah karir militernya usai, Mayjen Soenarko juga terjun ke dunia politik. Ia pernah menjadi anggota Partai Aceh (2012-2016), lalu bergabung bersama Partai Gerindra (2012-2016) dan sejak 2017 bergabung dengan Partai Nangroe Aceh, sampai sekarang.
Riwayat Pendidikan:
Akabri (1978)
Sussarcab IF (1978)
Diklapa-I (1985)
Diklapa-II (1988)
Seskoad (1995)
Lemhanas (2005)
Riwayat Jabatan:
Danton Kopassanda (1979)
Danton-1/112/12/1 Kopassanda
Paops Denpur-13/1 Kopassanda
Paops Denpur-12/1 Kopassanda
Danyonif Linud 503/Mayangkara (1993–1994)
Dandim 1630/Viqueque
Dandim 1627/Dili
Dan Grup-1 Kopassus
Irdam VI/Tanjungpura
Asops Kasdam Iskandar Muda
Wakil Komandan Jenderal Kopassus
Kepala Staf Divisi Infanteri 1/Kostrad
Komandan Jenderal Kopassus (2007-2008)
Panglima Daerah Militer Iskandar Muda (2008-2009)
Danpussenif (2009-2010)
Tanda Jasa:
SL. Seroja
SL. Dwidya Sistha
SL Kesetiaan 8 tahun
SL Kesetiaan 16 tahun
Anjurkan Masyarakat Tidak Datang
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya menganjurkan supaya masyarakat tidak datang pada unjuk rasa di depan kantor KPU pada 22 Mei 2019.
Menurut Moeldoko, pemerintah banyak mendapatkan informasi mengenai potensi terjadinya gangguan keamanan pada tanggal tersebut.
"Intelijen kita telah menangkap upaya penyelundupan senjata. Orangnya ini sedang diproses. Tujuannya pasti untuk mengacaukan situasi," ujar Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (20/5/2019).
"Bisa saja mereka melakukan tembakan di kerumunan akhirnya seolah-olah itu ya dari aparat keamanan, TNI-Polri. Itulah yang akan menjadi trigger, awalnya situasi menjadi chaos," kata dia.
Penegakan hukum tersebut sekaligus mengonfirmasi informasi yang didapatkan intelijen negara sebelumnya mengenai potensi terjadinya kerusuhan pada 22 Mei 2019.
"Keinginan awalnya begitu. Meski kalau dari analisis waktu ke waktu, mudah-mudahan situasi ini sudah mereda," ujar Moeldoko.
Moeldoko menegaskan, pemerintah tidak membual atas informasi itu. Bukan pula untuk menakut-nakuti atau ingin "menggembosi" pengerahan massa yang akan dilakukan pada saat KPU menetapkan hasil Pemilu 2019.
Justru, wajib bagi pemerintah untuk memberitahukan informasi mengenai potensi gangguan keamanan yang akan terjadi pada tanggal tersebut.
"Kami memberikan informasi yang sesungguhnya kepada masyarakat supaya masyarakat bisa menilai, bisa menentukan harus bagaimana. Jadi, kalau memang menuju ke suatu area tertentu itu membahayakan, jangan datang," kata mantan Panglima TNI tersebut. (Kompas.com/TribunMedan)