Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan kembali pengembangan kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Hal ini menyusul pemeriksaan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Hadad pada Senin (27/5/2019).
Baca: Kelompok Cendana Dituding Dalangi Aksi 21-22 Mei Berujung Kerusuhan
Dia yang menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein telah diperiksa sejak pagi hingga siang hari.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pengembangan penyelidikan kasus Bank Century kembali didalami melalui Muliaman seiring kebutuhan permintaan dari tim penyelidik.
Hanya saja, Febri enggan menjelaskan materi pemeriksaan terhadap Muliaman.
"Kalau didalami terkait apa, belum bisa saya sampaikan karena masih dalam proses penyelidikan," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (27/5/2019).
Kendati demikian, KPK memastikan pengembangan kasus ini akan terus berlanjut menyusul pemeriksaan 36 saksi yang sejauh ini telah dilakukan KPK dari berbagai unsur.
"Nanti tentu kami akan mempelajari lebih lanjut dari pemeriksaan dan dokumen lain dalam dugaan tindak pidana korupsi Century," kata Febri.
Usai diperiksa KPK, Muliaman mengaku masih dimintai keterangan yang sama saat diperiksa KPK sebelumnya.
Penyelidik menggali lagi dokumen-dokumen tebal terkait century.
"Banyak (pertanyaannya), kan tebal dokumennya," kata Muliaman.
Namun, dia tak menjelaskan secara rinci hal apa saja yang ditanyakan penyelidik tersebut.
Dia memilih bergegas meninggalkan Gedung KPK.
Dalam kasus ini, KPK baru mengantarkan Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang 4 Kebijakan Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya ke jeruji besi.
Budi Mulya divonis 15 tahun di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 2015.
Namun hingga kini KPK belum menjerat pelaku lain dalam kasus ini.
Padahal dalam putusan terhadap Budi Mulya, hakim menyebut Budi Mulya melakukan korupsi Bank Century secara bersama-sama.
Yakni bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi Gubernur Bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah.
Kemudian Budi Rochadi selaku Deputi Gubernur Bidang 7 Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR dan Perkreditan, Muliaman D Hadad selaku Deputi Gubenur Bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan.
Selanjutnya, Hartadi Agus Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3 Kebijakan Moneter, dan Ardhayadi Mitroatmodjo selaku Deputi Gubernur Bidang 8 Logistik, Keuangan, Penyelesaian Aset, Sekretariat dan KBI.
Selain itu, ada nama lain yakni Robert Tantular dan Hermanus Hasan, dan Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Kini Budi Mulya mengajukan diri sebagai pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum alias justice collaborator (JC) dalam kasus korupsi Century. Surat permohonan JC Budi Mulya diserahkan oleh Anne Mulya dan Nadia Mulya, istri dan anak dari Budi Mulya.
Selain mengantarkan surat pengajuan JC, Nadia dan Anne juga turut menyerahkan dokumen terkait Bank Century.
Namun sayang, baik Nadia maupun Anne sama-sama menolak memberitahu siapa pihak yang dilaporkannya.
Menurut Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, salah satu yang menghambat berjalannya proses hukum Bank Century lantaran sebagai terduga pelaku tak berada di Tanah Air.
Pihaknya kesulitan untuk memeriksa mereka yang diduga terlibat merugikan negara hingga Rp 8 triliun tersebut.
"Terus terang kendalanya itu sebagian pelakunya itu ada di luar negeri," kata Laode beberapa waktu lalu.
Baca: Skenario di Balik Aksi 22 Mei, Ada 3 Eksekutor Bawa Senjata Api Hingga Incar 4 Tokoh Nasional
Namun begitu, penyidik KPK juga terus mengusut kasus ini, beberapa saksi mulai diperiksa seperti mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.
KPK juga telah menggali keterangan dari mantan Wakil Presiden yang juga mantan Gubernur BI Boediono, serta Komisaris Utama PT Bank Mandiri (Persero) Hartadi Agus Sarwono.