Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Sisriadi mengatakan pihaknya belum bisa mengkonfirmasi bahwa satu di antara enam tersangka pembunuh bayaran yang diamankan Polri terkait aksi 21-22 Mei 2019, Irfansyah, adalah bekas anggotanya atau desertir TNI AD.
Ia mengaku juga tidak bisa mengkonfirmasi informasi tersebut. Sisriadi mengatakan, Mabes TNI tidak menyimpan data mantan prajurit TNI dan hanya menyimpan data tenaga prajurit aktif.
"Dengan segala kerendahan hati saya informasikan bahwa Mabes TNI tidak menyimpan data mantan prajurit, karena Mabes TNI hanya menggunakan tenaga prajurit aktif. Jadi saya tidak bisa konfirmasi. Kalau di sini ada data mantan prajurit, tentu dengan senang hari saya berikan, selama tidak melanggar pasal 17 UU 14/2008. Data yang ada di Mabes TNI adalah data prajurit aktif," kata Sisriadi saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Rabu (29/5/2019)
Diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, istri dari seorang tersangka pembunuh bayaran yang diamankan bernama Irfansyah, Angela, menuturkan suaminya mengaku padanya merupakan mantan prajurit TNI AD yang disertir lima tahun lalu. Itu pun sewaktu belum menikahi Angela.
"Dulu dia TNI AD, tapi sudah keluar sejak sebelum nikah sama saya. Kalau enggak salah ada masalah soal tugas tapi persisnya saya enggak tahu," katanya.
Angela tak mengetahui persis apa pekerjaan Irfansyah. Suaminya seakan tertutup untuk membicarkan masalah pekerjaan, bahkan kepada istrinya.
Sepengetahuannya, sang suami kerap diminta mengawal seseorang.
"Dia suka diminta ngawal-ngawal aja, saya juga kurang tahu pastinya," kata Angela.
Pantauan TribunJakarta.com, di tempat Irfansyah, terdapat stiker bertuliskan Prabowo-Sandi di pintu rumah.
Soal afiliasi politik Irfansyah, Angle mengaku tak tahu.
Saat ini, Angela pun terus bolak balik ke ruang tahanan Polda Metro Jaya untuk berusaha menemui Irfansyah.
"Saya tadi juga ke sana nungguin dari jam 10 siang sampai jam 3 sore tapi enggak bisa ketemu," katanya.
Sudah dua kali Angela mendatangi Polda Metro Jaya untuk menemui suaminya, namun tak mendapatkan akses.
Mabes Polri menangkap enam tersangka dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal yang akan digunakan di aksi 22 Mei 2019.
Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, keenam tersangka, satu di antaranya perempuan, adalah kelompok berbeda seperti yang pernah diungkap Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto beberapa waktu lalu.
Kelompok tersangka yang diungkap Kapolri dan Menkopolhukam memang menggunakan senjata api tapi targetnya menembak salah satu pengunjuk rasa sebagai martir.
Dengan adanya martir, petugas kepolisian yang berikutnya akan menjadi sasaran kesalahan dengan jatuhnya korban tewas.
Tapi sebelum itu terjadi para tersangka dalam kelompok ini sudah ditangkap.
Baca: Pagar Monas Dipenuhi Karangan Bunga Ucapan Terima Kasih untuk TNI, Polri dan BIN
Sementara apa yang Iqbal paparkan kepada media, Senin (27/5/2019) adalah kelompok berbeda.
"Kasus kepemilikan senjata api ilegal ini yang akan digunakan dalam aksi kerusuhan 21 dan 22 Mei dan rencana pembunuhan," ungkap Iqbal dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam.
Keenam tersangka yang sudah ditangkap, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD, semuanya laki-laki dan terakhir AV alias VV seorang perempuan.
Peran mereka berbeda: empat orang sebagai eksekutor alias pembunuh bayaran dan sisanya penyuplai atau penjual senjata.
Baca: Penelusuran Sosok AF, Isteri Pensiunan TNI yang Dituduh Pasok Senjata untuk Aksi 22 Mei
"Tersangka ketiga IR. Alamat Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Berperan sebagai eksekutor menerima uang Rp 5 juta," jelas Iqbal.