Hama ulat grayak dilaporkan mulai ditemukan di Indonesia khususnya di beberapa daerah di Provinsi Sumatera Barat sejak Maret 2019.
Tim gabungan dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Badan Karantina Pertanian dan Dinas Pertanian Sumatera Barat pun telah melakukan verifikasi laporan tersebut.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Edy Purnawan menyatakan, melalui hasil temuan tersebut, Ditjen Perlindungan Tanaman Pangan telah mengambil langkah-langkah antisipasi dari bahaya hama ulat grayak.
"Kami sudah mengirimkan surat edaran kepada Dinas Pertanian dan BPTPH untuk Provinsi di seluruh Indonesia. Kami ingatkan, untuk meningkatkan kewaspadaan dari bahaya hama ulat grayak," kata Edy dalam keterangan tertulis, Kamis (30/5/2019).
Dalam surat edaran tersebut, kata Edy, Kementan juga mengingatkan agar Pemprov melakukan pemantauan intensif, khususnya di daerah sentral produksi jagung. Dalam hal ini, Kementan juga mengirimkan bantuan pestisida ke lokasi-lokasi yang terindikasi terjadi serangan hama tersebut.
Beberapa langkah antisipasi lainnya adalah melakukan gerakan pengendalian di daerah terjadinya serangan hama bernama latin Spodoptera frugiperda tersebut.
"Sampai dengan saat ini, Spodoptera frugiperda telah dilaporkan oleh petugas POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan), telah ada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Lampung," imbuhnya
Untuk diketahui, ulat grayak atau Spodoptera frugiperda (fall armyworm) merupakan hama ulat grayak yang berasal dari daratan Amerika dan biasanya menyerang tanaman jagung.
Pada tahun 2016, persebarannya telah sampai di Nigeria, dan tahun 2018 telah ditemukan di Thailand dan Sri Lanka. Indonesia sendiri baru masuk di awal tahun 2019.
Sehingga, Egy menjelaskan, hama ulat grayak tergolong hama baru di Indonesia, dan masih dinyatakan sebagai OPT Karantina. Sebabnya itu, teknologi pengendalian yang spesifik untuk mengendalikan hama tersebut, belum banyak ditemukan.
"Jadi, untuk mendapatkan masukan dari para pakar perlindungan tanaman pangan, telah dilaksanakan FGD yang dihadiri oleh para pakar dari Perguruan Tinggi, yaitu UGM, IPB dan UB Malang," jelasnya.
Melalui FGD tersebut, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan, menghasilkan rekomendasi langkah-langkah penanganan hama Spodoptera frugiperda. Berikut rinciannya:
1.Melakukan sosialisasi kepada petugas lapangan dan petani tentang hama Spodoptera frugiperda dan penanganannya melalui media pamflet/leaflet/booklet (cetak dan/atau elektronik).
2.Melakukan bimbingan teknis kepada petugas lapangan (POPT, Penyuluh) dan masyarakat/petani tentang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Spodoptera frugiperda.
3.Melakukan gerakan pengendalian di daerah-daerah yang terkena serangan Spodoptera frugiperda.
4.Mengusulkan penyediaan insektisida yang efektif mengendalikan Spodoptera frugiperda.
5.Melakukan perbanyakan agens pengendali hayati dengan mengoptimalkan peran PPAH (Pos Pelayanan Agens Hayati).
6.Berkoordinasi dengan Badan Karantina Pertanian untuk monitoring dan surveilans Spodoptera frugiperda.
Di antara provinsi yang melaporkan bahaya serangan hama ulat grayak, Provinsi Sumatera Utara yang merupakan daerah dengan serangan yang cukup luas. Antisipasi lain dari Ditjen Tanaman Pangan, telah mengirimkan bantuan pestisida ke lokasi-lokasi terjadinya serangan. (*)