Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) membuka posko pengaduan terhadap korban kekerasan aksi kerusuhan 22 Mei 2019.
Posko dibuka bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan LBH Pers.
Sejauh ini sudah ada tujuh pengaduan yang masuk sejak dibukanya pos aduan yakni 27 Mei lalu.
"Pos pengaduan memberikan ruang bagi korban untuk melakukan pengaduan. Ini dibuka 27 Mei hingga 1 Juni. Sedikitnya sudah ada 7 pengaduan yang diterima," ujar Koordinator KontraS, Yati Andriyani, di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Minggu (2/6/2019).
Baca: Yang Ingin Dilakukan Ani Yudhoyono Seandainya Sembuh dari Kanker Darah
Baca: Yang Diucapkan SBY kepada Megawati Soekarnoputri Saat Mereka Bersalaman
Baca: Ani Yudhoyono Bertahan 24 Jam di Masa Kritis, SBY: Saya Tak Ingin Dia Menderita Terlalu Banyak
Yati memaparkan adanya penemuan dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia dengan pola yang sama dari pengaduan tersebut.
Dari tujuh pengaduan yang dilaporkan keluarga F, RM, FM, AR, ANR, ID, dan AF, semuanya mengaku ada kekerasan fisik seperti penyiksaan saat ditangkap dan diperiksa oleh aparat kepolisian.
Selain itu, mereka tidak diperkenankan bertemu dengan keluarga selama penahanan, juga tidak ada pemberian bantuan hukum selain pengacara dari kepolisian.
Bahkan Yati menyebut keluarga tidak diberitahu perihal penangkapan dan penahanan itu, yang dimana juga tidak ada surat penangkapan dan penahanan, serta ada dugaan salah tangkap pelaku kerusuhan.
"Mulai dari Keluarga tidak boleh membesuk. Lalu kekerasan pada saat penahanan. Kita akan menganalisa laporan ini sesuai aturan-aturan yang ada. Kekerasan dan pelanggaran ini dapat bermuara pada dihukumnya orang yang tidak bersalah," kata dia.
Baca: Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno Tidak Tampak di Pemakaman Ani Yudhoyono
Lebih lanjut, KontraS bersama LBH Jakarta dan LBH Pers meminta kepolisian membuka akses kepada kuasa hukum dan keluarga agar dapat bertemu korban.
Ia menilai upaya ini penting dilakukan untuk memastikan tidak ada orang bersalah yang ditangkap dan dihukum oleh polisi atas aksi kerusuhan 21-22 Mei.
"Juga dilakukan untuk meminimalisir kabar bohong yang bertebaran di media sosial, sekaligus memastikan kabar hoaks tersebut dan penegakan hukum berjalan sesuai prinsip-prinsip fair trial dan hak asasi manusia," tukasnya.