TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, berencana mengajukan banding terhadap putusan dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Majelis hakim menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar, subsider 4 bulan kurungan kepada Karen.
Hakim menyatakan Karen terbukti bersalah melakukan korupsi investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.
"Inalillahi. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar," kata Karen, saat menjawab pertanyaan dari ketua majelis hakim, Emilia Djaja Subagja, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (10/6/2019).
"Majelis hakim, saya (mengajukan,-red) banding," lanjut Karen.
Setelah mendengarkan pernyataan dari Karen, majelis hakim menanyakan kepada tim penasihat hukum Karen. Apakah akan mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim tersebut.
"Kami tegas banding," kata Soesilo Aribowo, penasihat hukum Karen.
Di kesempatan itu, dia meminta, kepada majelis hakim agar segera memberikan salinan putusan kepada tim penasihat hukum.
Baca: Dissenting Opinion, Majelis Hakim Vonis 8 Tahun Penjara Mantan Dirut Pertamina
"Proses banding memerlukan salinan puutsan. Suaya dipercapat, kami membuat memori banding secara sempurna," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung juga akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galeila Agustiawan, divonis 8 tahun penjara, dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Hakim menyatakan Karen terbukti bersalah melakukan korupsi investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia.
Namun, sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (10/6/2019) diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat salah satu dari lima majelis hakim yang menyidangkan perkara.
Anggota majelis hakim tiga, Anwar, mempunyai pendapat berbeda dengan empat hakim lainnya.
"Dalam putusan ada anggota majelis tiga, Anwar, berbeda pendapat dengan kami (hakim,-red) berempat," kata Emilia Djaja Subagja, hakim ketua persidangan, saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (10/6/2019).
Baca: Ini Pendapat Berbeda Hakim Anwar Terkait Putusan Mantan Dirut Pertamina
Setelah mendengarkan pendapat dari Anwar, Emilia Djaja kembali meneruskan pembacaan putusan.
"Menyatakan terdakwa Karen Agustiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama," kata Emilia.
Pada pembacaan putusan, Emilia menyebut Karen melakukan tindak pidana bersama-sama dengan eks Direktur Keuangan Pertamina Ferederick S.T Siahaan, eks Manager Merger dan Akuisisi Pertamina Bayu Kristanto serta Legal Consul dan Compliance Pertamina, Genades Panjaitan.
Hakim menyakini, Karen telah menyalahgunakan jabatan untuk melakukan investasi. Upaya investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian. Selain itu, investasi itu tanpa persetujuan bagian legal dan dewan komisaris PT Pertamina.
Hakim menjelaskan, setelah SPA (Sale Purchase Agreement) ditantangani, Dewan Komisaris mengirimkan surat memorandum kepada Dewan Direksi perihal laporan rencana investasi.
"Dalam memorandum tersebut, kekecewaan Dewan Komisaris karena SPA ditandatangani tanpa persetujuan Dewan Komisaris terlebih dahulu, sehingga melanggar anggaran dasar Pertamina," urai hakim.
Selain itu, hakim menyatakan, Pertamina tidak memperoleh keuntungan secara ekonomis melalui investasi di Blok BMG. Sebab sejak 20 Agustus 2010 ROC selaku operator di blok BMG menghentikan produksi dengan alasan lapangan tersebut tidak ekonomis lagi.
Perbuatan Karen itu memperkaya Roc Oil Company Limited (ROC) Australia. Atas perbuatan itu, negara mengalami kerugian sekitar Rp 568 miliar.
Hakim menyebut, pada 20 Agustus 2010, ROC telah menghentikan produksi di Blok BMG, tetapi berdasarkan SPA (Sale Purchase Agreement) antara PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dengan ROC, PT PHE wajib membayar kewajiban biaya operasional (cash call) dari blok BMG Australia sampai dengan tahun 2012.
"Dalam hal ini menambah beban kerugian bagi PT Pertamina. Maka unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa," tambah hakim.
Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim menilai korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Atas perbuatan itu, Karen dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan dituntut 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 284 miliar. Karen Agustiawan dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam "participating interest" (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.