TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panasnya perdebatan pada sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat menjadi arena tarung argumen bagi jebolan-jebolan sarjana hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Hal itu diungkap oleh salah satu hakim MK yakni Saldi Isra jelang berakhirnya sidang pada Jumat (21/6/2019) dengan agenda pembacaan keterangan saksi dari pihak terkait yaitu TKN Jokowi-Ma’ruf dan Bawaslu RI.
“Kalau saya lihat ini jadi panggung orang-orang UGM sebenarnya, saya catat setidaknya ada lima orang UGM yaitu Prof Eddy (Edward OS Hiariej) dan Doktor Heru selaku saksi ahli pihak terkait, Prof Denny Indrayana, Iwan Satriawan, dan Prof Lutfi Yazid,” ungkap Saldi.
Baca: KPU Keberatan dengan Pernyataan Saksi 02 Terkait Amplop Pembungkus Formulir C1
Saldi juga mengungkap bahwa ada juga lulusan UGM di pihak majelis hakim MK.
“Lima orang itu yang mengajari sebenarnya nakal Lutfi Yazid, tapi yang menasehati Prof Enny Nurbaningsih (hakim MK), jadi ada enam,” jelas Saldi.
“Saya khawatir di dalam sini debat, nanti setelah keluar pada akur-akur semua,” imbuh Saldi diikuti tawa peserta sidang.
Dan ternyata saksi ahli Eddy mengungkap bahwa Saldi Isra juga merupakan lulusan UGM saat memperoleh gelar Doktor dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM pada 2009 lalu.
Tak disangka saat gilirannya bicara, Hakim Ketua MK Anwar Usman menyatakan keberatannya karena tak dilibatkan dalam perbincangan sesama alumni UGM.
“Sebentar, saya mau protes ke Prof Eddy, saya dan Pak Wakil Ketua MK (Aswanto) sebenarnya dari tadi sedih karena saya dan Yang Mulia Pak Wakil tidak dianggap alumni, bagaimana ceritanya, padahal saya juga alumni,” ungkap Anwar.
Pernyataan Ketua MK itu sontak membuat seluruh peserta sidang tertawa dan membuat suasana yang tadinya tegang menjadi rileks.
Prof Eddy pun mengatupkan kedua tangannya ke arah Anwar Usman sebagai permintaan maaf.