TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA - Sidang gugatan sengketa tanah seluas 29 hektar di kawasan Roxy, Jakarta Pusat dengan tergugat pengembang PT Duta Pertiwi Tbk dan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Jakarta Pusat Pusat memasuki putusan dari majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus).
Majelis hakim yang diketuai John Tony Hutauruk dalam sidang yang digelar Senin (1/7/2019) menolak gugatan ahli waris yang diwakili kuasa hukum Wellyantina Waloni SH karena dinilai cacat formil.
Dalam putusannya, majelis hakim mempersilakan penggugat mengajukan banding atau memperbaiki materi gugatannya.
Usai sidang, kuasa hukum penggugat, Wellyantina Waloni SH menjelaskan, putusan hakim PN Jakpus adalah putusan niet ontvankelijke verklaard (NO).
"Gugatan tidak dapat diterima karena dianggap cacat formil, dimana dalam hal ini penggugat belum memiliki peta terbaru atas tanah yang digugat," ujar Wellyantina.
Pihaknya, lanjut Wellyantina mengaku akan memilih langkah memperbaiki materi gugatan ketimbang melakukan upaya hukum banding.
"Kami akan memperbaiki gugatan, salah satunya menyempurnakan dokumen peta terbaru atas tanah yang digugat," paparnya.
Sidang putusan ini sendiri sudah diundur dua kali dari jadwal yang seharusnya. Sebelum sidang putusan ini, majelis hakim pun sudah menyarankan dua pihak yang bersengketa melakukan upaya damai. Namun sayangnya, upaya damai ini menemui jalan buntu.
Langkah damai dipandang Wellyantina sebagai win-win solution, lantaran pihaknya memahami jika PT Duta Pertiwi telah mengeluarkan dana buat penggarap lahan. Namun PT Duta Pertiwi juga dipandangnya perlu memahami hak-hak ahli waris pemilik tanah yang kini tinggal di Tangerang dan kurang mampu.
Dirinya dan juga para ahli waris sangat menyayangkan selama sidang, pihak BPN tidak hadir untuk menjelaskan secara detail, bagaimana sertifikat tanah puluhan hektar itu bisa diterbitkan tanpa ada satu pun tanda tangan ahli waris sebagai pemilik sah atas tanah itu.
Sidang putusan ini sendiri juga dihadiri kuasa hukum PT Duta Pertiwi yakni H.D. Andry Effendy, SH., MH dan Rini Fitri Octa Amelia, S.Kom., SH dari kantor pengacara KMS. Herman & Partners.