Pentingnya pangan sebagai penyanggah ekonomi sekaligus memenuhi perut 265 juta orang Indonesia, membuat Menteri Pertanian Amran Sulaiman tetap konsisten dan fokus bekerja. Menteri yang dikenal berani dan solutif membantu petani ini, mengatakan dirinya tidak akan kendor hingga akhir periodenya di kabinet kerja.
"Petani dan masyarakat kecil harus diperjuangkan. Saya berprinsip kedaulatan pangan dan kemandirian pangan menjadi arah kita kedepan. Jangan kita malah melemah. Saya sudah wakafkan diri buat negeri ini", tegas Amran saat ditemui di ruang kerjanya di Jakarta, Kamis (4/7).
Sejak memimpin Kementerian Pertanian (Kementan) sejak Oktober 2014, Amran telah membuktikan ucapannya selama ini soal mafia pangan bukan isapan jempol belaka.
Amran mengungkapkan keberhasilan pemerintah dalam memberantas mafia pangan tidak bisa dilepaskan dari kerja sama dan komunikasi yang intensif dengan satgas pangan. Setiap terpantau harga mengalami kenaikan, Amran bersama satgas pangan segera turun memeriksa kondisi harga di pasar dan mencari penyebabnya. Tak jarang ditemukan kenaikan harga disebabkan permainan sejumlah oknum.
"Tesisnya mafia pangan itu sulit diberantas, dan saya anti tesisnya. Sudah 700 lebih praktik mafia pangan diungkap bersama satgas pangan. Saya akan buka terus sisi gelap pangan kita agar semua pelaku di sektor pangan percaya diri menjadi lebih baik buat negeri ini," lanjut Amran.
Petani selama ini, dalam pandangan Amran, hanya dijadikan komoditas diskusi, seminar, bahkan diperas keringatnya untuk bekerja. Namun di sisi lain para petani pada akhirnya tidak mendapatkan nilai lebih dari usaha tani yang mereka jalankan. Karena alasan tersebut, Amran lebih memilih turun langsung ke lapangan dan jarang mau hadir di acara-acara diskusi.
"Diskusi tidak menyelesaikan masalah. Saya selesaikan masalah langsung di lapangan. Bertemu langsung dengan petani, bicara dengan mereka, dan selesaikan langsung. Memang tidak semua hal bisa selesai tiba-tiba, karena saking berkaratnya para pemain pangan nakal," tandas Amran.
Menurut Amran, petani sebagai produsen utama perlu mendapat jaminan harga dan margin keuntungan yang layak. Tapi upaya Kementan dalam meningkatkan kesejahteraan petani tersebut kerap diganggu pihak-pihak tertentu. Keinginan segelintir pihak untuk terus impor pangan dengan dalih harga tinggi dan stok minim kerap dijadikan alasan untuk mengkhianati petani.
"Saya orang terdepan dalam urusan tidak mau impor. Kita sebenarnya mampu kok. Kita punya sumberdayanya. Petani dan lahan pertanian kita masih mampu memenuhi kebutuhan nasional. Kenapa juga kita selalu berpikir impor? Mari ubah mindset kita", ujar Amran.
Stok beras, disebut Amran, saat ini dalam keadaan surplus. Terbukti gudang Bulog memiliki stok beras sebanyak 2.2 juta ton. Komoditas jagung yang biasa impor hingga 3,6 juta ton di masa lalu, kini bisa dipenuhi sendiri.
Keberhasilan Indonesia meningkatkan produksi komoditas-komoditas strategis tersebut membuktikan para petani telah berhasil menjadi pahlawan bagi negerinya sendiri. Namun sayangnya banyak pihak yang tidak rela, karena mereka kehilangan rente impor pangan strategis dan mempermainkan harga. Apalagi nilai keuntungannya fantastis selama ini.
"Saya tidak perduli mereka akan pakai trik apa. Prinsipnya petani harus dimuliakan dan dibahagiakan. Tidak ada pangan lagi bila petani sudah malas ke sawah bila kita hobi impor. Trus kita mau makan apa? Malu lah kita sama petani kalau berpikir sempit dan hanya suka berkomentar miring. Amran akan berdiri terdepan bersama petani untuk pangan negeri", kata Amran.
Menurut Amran dirinya akan terus mendorong produksi komoditas strategis nasional dengan konsep lumbung pangan dunia, dan meminta masyarakat juga berperan menjaga gairah petani untuk bertani. Satu per satu masalah stok produksi komoditas akan terus diselesaikan Kementerian Pertanian, hingga swasembada tercapai.
"Saya sudah minta jajaran Kementan jangan gagal fokus. Bekerja, berkaryalah untuk negeri. Sepenuh hati untuk petani dan rakyat Indonesia yang butuh makan setiap hari. Mereka butuh makan untuk juga bisa berkarya, dan inilah ibadah terbesar kita sebagai pemerintah", tutupnya.
Komitmen Amran dalam memberantas mafia pangan mendapatkan apresiasi dari pengamat politik ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Berdasarkan kinerja sejak awal bertugas, dia menilai hanya sosok Amran yang layak dihormati dan dihargai.
“Sulit menemukan pejabat yang berani jujur dalam segala hal. Sebelum penentuan jabatan harusnya ada audit posisi. Sayangnya tak satu pun institusi yang mampu menjawabnya,” ulasnya.
Di tangan Amran, pertanian Indonesia kembali menggeliat. Data yang ada menyebutkan inflasi pangan terus mengalami penurunan. Dari angka 10,56 persen pada 2014,menjadi 1,26 persen pada akhir 2018.
Ichsanuddin menyebut, Amran masih layak mendapat kesempatan melanjutkan keberhasilannya di kabinet saat ini. Hanya saja, tantangannya akan semakin besar. Banyak pihak yang tak nyaman dengan kebijakan memihak para petani. “Saya menyebutkan tantangan pertanian kedepan adalah pertarungan Amran melawan para mafia pangan,” tegasnya.
Stok Melimpah, Beras Bulog Terancam Busuk
Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) menyebut gudang Bulog sudah hampir penuh. Selama ini, Bulog terus memaksimalkan penyerapan beras dari petani.
"Kapasitas gudang kita 2,6 juta ton, sekarang sudah mencapai 2,3 juta ton. Tinggal 300 ribu ton lagi penuh, tidak bisa menyerap lagi. Tinggal nunggu busuk karena tidak disalurkan," kata Buwas saat mengunjungi Sukoharjo, Jumat (21/6) lalu.
Karena itu, Bulog menyayangkan masih ada oknum-oknum yang justru mengimpor beras. Masuknya beras impor dikhawatirkan akan menyebabkan stok beras Bulog semakin sulit disalurkan. Apalagi Bulog tak lagi dilibatkan dalam penyaluran Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
Kondisi ini dikhawatirkan membuat Bulog rugi besar. Apalagi Bulog selama ini menyerap hasil panen petani dengan menggunakan hutang dari perbankan. Bulog dibebani bunga setinggi bunga komersial.
"Kalau beras tidak dikeluarkan kualitasnya turun. Karena bunga bank naik bertambah, kita harus jual tinggi. Tapi kan tidak masuk akal. Kita tunggu saja Bulog dimatikan pelan-pelan," kata dia.(*)