Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 348 kandidat mendaftarkan diri menjadi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari 348 kandidat, terdapat sembilan calon berasal dari perwira tinggi Polri dan lima calon dari Jaksa.
Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar menyarankan agar calon-calon dari Polisi dan Jaksa mengundurkan diri dari institusinya sebelum mengikuti seleksi Capim KPK.
"Meski Undang-undang (UU) ASN hanya mensyaratkan harus mengundurkan diri setelah dilantik, menurut saya, untuk menghindari isu loyalitas ganda, calon dari kedua institusi itu seharusnya mengundurkan diri," ujar pegiat antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Jumat (5/7/2019).
Baca: Kecewa Jokowi-Maruf Menang, Pria Ini Sebar Hoaks dan Cemarkan Nama Baik Mahkamah Konstitusi
Baca: Brimob Keroyok Warga di Kampung Bali, Polisi Beberkan Pemicunya: Komandan Mereka Dipanah
Baca: VIRAL! Sebuah Video Memperlihatkan Sejumlah Remaja Mengacak-acak Minimarket
Baca: Puluhan Smartphone Ditemukan di Kamar Napi Korupsi di Lapas Sukamiskin
Selain isu loyalitas ganda , alasan kedua adalah keseriusan calon yang bersangkutan dalam memberantas korupsi.
"Jika serius memberantas korupsi, seharusnya mereka bisa memperlihatkannya di lembaganya masing-masing. Apalagi tupoksinya dalam pemberantadan korupsi di kedua institusi itu sama dengan KPK," tegasnya.
Lebih lanjut ia berpesan agar Pansel KPK tidak terlalu berfokus pada kuantitas. Tapi kualitas calon.
"Pansel jangan terlalu berfokus kepada kuantitas, namun kualitas calon. Banyaknya calon yang mendaftar bukan berarti kinerja pansel berhasil," jelasnya.
Untuk itu Pansel perlu memetakan mana calon potensial, calon yang hanya berorientasi kerja, dan calon yang berpotensi menjadi kuda troya pemberantasan korupsi.
Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mendesak perwira Polri dan jaksa yang mendaftarkan diri menjadi calon pimpinan KPK untuk mundur dari institusinya.
"Bagi pihak-pihak yang mendaftarkan sebagai calon pimpinan KPK yang berasal dari institusi tertentu, yang bersangkutan seharusnya mundur terlebih dahulu dari institusinya, baru mendaftar sebagai calon pimpinan KPK," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dijumpai di KPK, Kamis (4/7/2019).
Ada dua risiko apabila personel Polri atau jaksa tidak mundur terlebih dahulu sebelum mendaftarkan diri. Pertama, yakni soal loyalitas ganda.
"Pertama, kami khawatirkan yang bersangkutan punya loyalitas ganda ketika memimpin KPK karena di satu sisi dia akan kembali ke institusinya," ujar Kurnia.