Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Penasehat Hukum Irwandi Yusuf dalam kasus suap Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), Santrawan Paparang tercatat mendaftar seleksi calon pimpinan (capim) KPK tahun 2019.
Saat ditemui usai menjadi pembicara dalam diskusi “KPK di Persimpangan Jalan?” yang digelar Vox Point Indonesia di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2019) dirinya mengaku masih fokus pada proses seleksi yang dilakukan panitia seleksi Capim KPK.
Baca: Diperiksa 7 Jam, Apakah Status Galih Ginanjar Sudah Jadi Tersangka Kasus Ikan Asin?
Baca: Sedang Berlangsung Live TV Online Persebaya vs Persib Bandung via Vidio Premier
Baca: Berawal dari Hobi Menjadi Museum Seni Botol Plastik Bekas
Ia menyatakan tak memikirkan soal isu terbelahnya internal KPK saat mendaftar sebagai calon pimpinan.
“Saya belum lihat ke sana, kalau di dalam yang paham kan internal, saya tidak tahu masalahnya karena isu itu kan dugaan dari luar. Kecuali kalau saya terpilih akan lihat situasi di dalam lalu lakukan konsolidasi supaya bersatu di dalamnya, kalau belum-belum sudah prediksi kan namanya peramal,” ujarnya lalu tertawa.
Pria yang berprofesi sebagai advokat selama kurang lebih 24 tahun itu mengaku akan melanjutkan hal-hal baik yang sudah dilakukan selama ini oleh KPK jika terpilih.
Baca: Dilaporkan Lakukan Pelecehan Seks Terhadap Stafnya, Kepala Terminal Tingkir Salatiga Dicopot
Santrawan yang dulu pernah menjadi penasehat hukum bagi mantan Kapolres Jakarta Pusat Wiliardi Wizard dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen itu juga akan fokus pada penanganan kasus-kasus yang selama ini mangkrak.
“Kalau ditanya pengalaman maka saya sudah berpengalaman sebagai advokat selama 24 tahun tanpa berhenti. Saya masih fokus pada proses seleksi, kita lihat nanti seperti apa,” tegasnya.
“Yang jelas KPK harus terus mengatasi perkara korupsi yang merugikan negara dan masyarakat Indonesia dalam jumlah besar, sepanjang kepentingan negara dan masyarakat terganggu maka penegakan hukum harus ditegakkan,” tambahnya.
Sebelumnya Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan adanya perpecahan di internal KPK dengan terbentuknya kelompok polisi India dan kelompok polisi Taliban.
Namun pimpinan KPK telah membantah adanya isu tersebut.
348 pendaftar
Panitia seleksi calon pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atau Pansel Capim KPK resmi menutup pendaftaran dokumen capim KPK pada Kamis (4/7/2019).
Sebanyak 348 orang turut mendaftar sebagai calon pimpinan KPK periode 2019-2023 atau jilid V.
Anggota Pansel KPK Hendardi mengatakan, selama 7 hari, Pansel akan melakukan seleksi administratif bagi para pendaftar Capim KPK.
Seleksi ini guna melihat berkas persyaratan serta dari kalangan profesi mana saja yang turut mendaftar.
Baca: Menag dan Gubernur Jatim Khofifah Beri Pesan pada CJH, Sebut Titip Nama Baik Umat Islam Indonesia
Baca: Jane Shalimar Menlilai Ada Gelagat Tak Biasa dari Milano Lubis ke Vanessa Angel
Baca: Download Lagu Kepastian dari Rossa, Lengkap dengan Lirik dan Videonya
Baca: Prabowo Bertemu Jokowi Bulan Ini, Faldo Maldini: Seperti Drama yang Dibuat-buat Sehingga Muncul Hero
"Seleksi administrasi baru dilakukan mulai tanggal 5 Juli 2019," kata Hendardi saat dikonfirmasi Tribunnews, Jumat (5/7/2019).
Hendardi pun menyampaikan, usai seleksi administrasi, Pansel KPK akan mengumumkannya pada tanggal 11 Juli 2019 mendatang.
"pengumuman hasil seleksi administrasi pada tanggal 11 Juli 2019," jelasnya.
Lebih lanjut, tahapan seleksi Capim KPK akan dilakukan uji publik.
Uji publik ini dilakukan oleh para capim agar masyarakat mengetahui seperti apa sosok capim KPK dan kapabilitas yang mereka miliki.
Tim pansel saat ini masih mempertimbangkan format uji publik seperti apa yang akan digunakan.
"Selanjutnya tahapan meminta masukan publik," ucap Hendardi.
Jangan kecolongan
Sebanyak 348 kandidat mendaftarkan diri menjadi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Pujiono, banyaknya calon menunjukkan kegairahan partisipasi masyarakat dalam memberantas korupsi.
"Semakin banyak calon akan memberikan banyak pilihan, meskipun tidak menjamin mendapatkan calon yang berkualitas. Banyaknya calon menunjukkan kegairahan partisipasi masyarakat dalam memberantas korupsi," ujar Pujiono kepada Tribunnews.com, Kamis (4/7/2019).
Karena itu Pansel KPK harus dapat menjaring orang yang memiliki motivasi untuk mengabdikan atau mewakafkan dirinya untuk pemberantasan korupsi.
Baca: 6 Zodiak Paling Anti Drama, Pisces Ingin Hidup Damai dan Sagitarius Hindari Pembuat Drama
Baca: Wiranto Pimpin Rapat Bersama Tim Asistensi Hukum Bahas Hal Ini
Baca: Ashleigh Barty Melenggang ke Babak Tiga Usai Kalahkan Petenis Belgia
Baca: Klasemen Sementara Liga 1 2019 Pekan Keenam Usai Madura United Tekuk PSM Makassar
"Disamping memiliki integritas, kapabilitas dan non partisan," tegas Pujiono.
Dia juga memberikan catatan terhadap banyaknya calon dari penegak hukum terutama polisi dan kejaksaan.
Menurut dia, Pansel harus memberikan perhatian khusus untuk memastikan tidak ada calon yang terpilih justru akan memperlemah penegakan hukum karena perbenturan kepentingan.
Untuk itu pula pegiat antikorupsi ini menyarankan agar Calon dari Polisi dan Kejaksaan mengundurkan dirinya, jika nanti terpilih menjadi pimpinan KPK.
"Agar tidak ada beban kelembagaan jika menangani kasus dari koleganya sendiri, sebaiknya mengundurkan diri. Setidaknya dilepaskan dari kedudukanya sebagai polisi atau jaksa," jelas dia.
Jauh dari itu semua, menurut dia, Pansel KPK jangan kecolongan terhadap calon yang "titipan" dari partai politik.
"Jangan kecolongan calon yang di"jemput" atau dipilih atau diajukan parpol," dia berpesan kepada Pansel KPK.
Dia berharap Pansel KPK berhasil memilih 10 calon yang terbaik, yang punya integritas, kapabilitas, non partisan, punya nyali yang kuat serta punya komitmen tinggi untuk pemberantasan korupsi.
"Dan calon itu sudah selesai dengan urusan atau kebutuhannya sendiri. Bukan memilih orang-orang yang cari kerjaan, popularitas, bahkan sebagai "agen" para koruptor," tegasnya.