TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyadapan yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum kini akan diatur secara rinci melalui Rancangan Undang-undang Penyadapan ( RUU Penyadapan) yang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Dalam RUU yang pembahasannya sudah di tingkat panitia kerja (Panja) itu, barang bukti sadapan harus dimusnahkan setelah dua tahun.
"Iya (2 tahun) kalau sudah tidak ada hal yang diperlukan, kalau kasusnya sudah selesai ya harus dihancurkan," ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarata, Kamis, (4/7/2019).
Atau menurut Supratman, barang bukti tersebut harus dimusnahkan bila kasus yang disadap sudah rampung atau ada putusan pengadilan.
"Pasti sudah ada putusan pengadilan kan. buktinya sudah pasti clear dengan putusan pengadilan. masa barang bukti penyadapannya harus disimpan selamanya, kalau bukti pengadilannya sudah ada menyatakan ini terkait ini itu," tuturnya.
Baca: Sosok 7 Tokoh Anak Muda yang Dikaitkan jadi Menteri di Kabinet Jokowi
Menurutnya barang bukti tetap harus dimusnahkan bila sudah dua tahun, meski masih bisa digunakan untuk pengembangan kasus lain.
Dia menjelaskan bahwa kasus bisa dikembangkan melalui putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Terhadap orang yang disadap kan sudah ada putusan pengadilan kan, sudah inkracht. kalau mau dikembangkan pun dengan berdasarkan putusan pengadilan bukti itu sudah cukup kan," katanya.
RUU penyadapan tersebut berlaku untuk semua lembaga penegak hukum, termasuk KPK.
Hanya saja untuk masalah izin penyadapan ada pengecualian bagi KPK yakni tidak perlu izin pengadilan melalui kejaksaan.
"Kalau itu tetap sama. Karena sekarang di KPK kan menyangkut penyadapan tidak ada rigid diatur. Yang kita bedakan dalam draf ini hanya berkaitan dengan izin yang tidak diperlukan untuk KPK," pungkasnya.