"Dan tentu saja, kita semua menunggu putusan ini selain karena secara formil telah diajukan ke Mahkamah Agung, KPK juga bertanggungjawab pada publik untuk terus secara serius menangani perkara BLBI dengan kerugian negara yang sangat besar ini," tambahnya.
Dalam perkara BLBI, hukuman Syafruddin diperberat di tingkat banding menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Ia dinyatakan bersalah dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI.
Putusan itu lebih tinggi dibanding vonis hakim Pengadilan Tipikor, yaitu 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusan tingkat pertama, hakim menyebut Syafruddin melakukan perbuatan haram itu bersama-sama pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih S Nursalim, serta Dorojatun Kuntjoro Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dalam penerbitan SKL itu.
Syafruddin disebut menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira serta surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meski Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya yang seolah-olah piutang lancar atau misrepresentasi.
BDNI disebut hakim ditetapkan sebagai bank beku operasi (BBO) yang pengelolaannya dilakukan oleh tim pemberesan yang ditunjuk BPPN dan didampingi oleh Group Head Bank Restrukturisasi. BDNI pun dikategorikan sebagai bank yang melanggar hukum atau transaksi yang tidak wajar yang menguntungkan Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatan itu, Syafruddin merugikan negara sebesar Rp4,5 triliun terkait BLBI. Karena menguntungkan Sjamsul sebesar Rp4,5 triliun.
Kini, Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim, juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.