Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai saat ini masih menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) untuk terdakwa perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.
Sesuai dengan jadwal yang tertera, Selasa (9/7/2019) besok merupakan hari terakhir masa penahanan terhadap eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional itu di tingkat kasasi di MA.
"Sebelumnya KPK telah menerima putusan PT DKI dalam perkara ini. Kami berpandangan putusan tersebut telah mengakomodir seluruh argumentasi KPK dan fakta yang muncul di sidang, sehingga KPK tidak mengajukan kasasi," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Senin (8/7/2019).
Baca: KRL Tujuan Bogor Alami Gangguan Akibat Listrik Aliran Atas Mati
Baca: Tangis Fairuz Pecah, Sonny Septian Sebut Istrinya Sering Bengong, Susah Tidur, dan Tiba-tiba Mewek
Baca: Komisi II DPR Usul Kampanye Pilkada Serentak 2020 Diperpendek Jadi 60 Hari
Namun, kata Febri, karena Syafruddin mengajukan kasasi, maka KPK menghadapinya dengan menyampaikan kontra memori kasasi tertanggal 18 Februari 2019.
"KPK percaya dengan independensi dan imparsialitas pengadilan dalam memutus perkara ini," tegasnya.
"Kami yakin kasus BLBI yang menjadi perhatian publik ini diproses dengan sangat hati-hati, mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, hingga rangkaian tahapan di persidangan," tambah Febri.
Tidak Ada yang Baru
Dalam kontra memori Kasasi tersebut, Febri menjelaskan, pada prinsipnya KPK menjawab argumentasi yang disampaikan pihak kuasa hukum Syafruddin.
"Kami menilai sebagian besar argumentasi tersebut sebagai hanyalah pengulangan dari hal-hal yang sudah muncul di persidangan sebelumnya. Sehingga relatif tidak ada hal baru dari memori Kasasi tersebut," jelasnya.
Misalnya, Febri menjabarkan, pertama terkait dengan perkara merupakan wewenang Peradilan Hukum Perdata dan Peradilan Hukum Tata Negara.
Kedua, Penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham adalah berdasarkan perintah jabatan dan didasarkan pada UU Perbankan.
Ketiga, pertimbangan hakim tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, serta unsur kerugian keuangan negara, dan lain-lain.
"Karena itu, Penuntut Umum KPK meminta pada Majelis Hakim Kasasi dalam perkara ini untuk menolak kasasi yang diajukan oleh pihak terdakwa tersebut," kata Febri.
Baca: Polisi Jadikan Tersangka Wanita yang Unggah Foto Mumi Berwajah Jokowi di Facebook
Baca: Jalani Pemeriksaan 13 Jam, Galih Ginanjar Tak Menyesal & Memang Ingin Permalukan Fairuz A Rafiq
"Dan tentu saja, kita semua menunggu putusan ini selain karena secara formil telah diajukan ke Mahkamah Agung, KPK juga bertanggungjawab pada publik untuk terus secara serius menangani perkara BLBI dengan kerugian negara yang sangat besar ini," tambahnya.
Dalam perkara BLBI, hukuman Syafruddin diperberat di tingkat banding menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Ia dinyatakan bersalah dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI.
Putusan itu lebih tinggi dibanding vonis hakim Pengadilan Tipikor, yaitu 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusan tingkat pertama, hakim menyebut Syafruddin melakukan perbuatan haram itu bersama-sama pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih S Nursalim, serta Dorojatun Kuntjoro Jakti selaku Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dalam penerbitan SKL itu.
Syafruddin disebut menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira serta surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meski Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya yang seolah-olah piutang lancar atau misrepresentasi.
BDNI disebut hakim ditetapkan sebagai bank beku operasi (BBO) yang pengelolaannya dilakukan oleh tim pemberesan yang ditunjuk BPPN dan didampingi oleh Group Head Bank Restrukturisasi. BDNI pun dikategorikan sebagai bank yang melanggar hukum atau transaksi yang tidak wajar yang menguntungkan Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatan itu, Syafruddin merugikan negara sebesar Rp4,5 triliun terkait BLBI. Karena menguntungkan Sjamsul sebesar Rp4,5 triliun.
Kini, Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim, juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.