TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi I DPR membantah adanya dugaan maladministrasi seleksi pemilihan calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2022.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Satya Widya Yudha mengatakan laporan dugaan maladministrasi dari Ombudsman tidak bisa dijadikan acuan hukum yang kuat.
Dia menyebut dugaan itu hanya didasari keobocoran nama-nama calon anggota KPI lewat grup media sosial.
Sehingga tidak dapat dijadikan sebagai bukti-bukti administrasi, sebagaimana yang telah diatur apabila ada pelanggaran.
"Sebetulnya Ombudsman setelah melakukan evaluasi yang saya dengar, ternyata tidak ada hal yang menyimpang tidak ada proses yang ditutup-tutupi ya apalagi Ombudsman sendiri waktu itu mengaku bahwa temuannya berdasarkan pemberitaan di whatsapp grup," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
"Jadi kan tidak bisa dijadikan acuan. Jadi kan kita selalu mengacu kepada bukti-bukti administrasi apabila ada pelanggaran, pasti akan kita perbaiki atau kita declare kepada Ombudsman. Jadi Whatsapp Grup tidak bisa dijadikan acuan hukum," imbuhnya.
Baca: Meski Diduga Ada Maladministrasi, DPR Tetap Lanjutkan Fit and Proper Test Calon Anggota KPI
Ia pun menepis kebocoran nama-nama itu, berasal dari pansel ataupun DPR.
Ia menjelaskan, bila kebocoran yang dapat diproses hanyalah kebocoran resmi yang mencantumkan nomor kop surat lengkap.
Ia meminta Ombudsman untuk lebih berhati-hati dalam memverifikasi temuan, terlebih temuan tersebut hanya berasal dari grup media sosial.
"Itu kan bukan datang dari kita (kebocoran), kan susah. Jadi sebetulnya bukan kebocoran, kalau dikatakan kebocoran resmi itu apabila atau surat resmi bernomor difoto dan langsung di distribusikan ke whatsapp grup itu pun nanti Ombudsman masih memverifikasi betul atau tidak surat nomor sekian. Ini cuma nama beredar dalam whatsapp dan dianggap sebagai temuan," jelasnya.
"Kita juga mengimbau kepada ombudsman untuk berhati-hati, karena kalau acuannya whatsapp grup hari ini menurut saya menjadi hal yang tidak bisa dilakukan," sambungnya.
Satya menambahkan, dalam gelar uji fit and proper, 34 nama calon anggota komisioner KPI Pusat, akan menjalaninya di DPR hingga 10 Juli besok.
Ia merinci, 27 nama calon berasal dari hasil seleksi pansel, dan sisanya 7 nama berasal dari calon inkumben yang maju lagi di periode 2019-2022, lantaran belum dua kali menjabat sebagai komisioner KPI.
"Semua ada acuannya. Ada 27 ya kan, kenapa kita tambah menjadi 7 itu, karena peraturan KPI meminta bahwa incumbent tidak perlu melakukan proses administrasi tetapi bisa dicalonkan kembali, apabila masih belum dua kali maka kita tambah yang 7 itu khusus incumbent.
Kemudian 27 hasil dari pada pansel, dijumlah 34 kemudian kita tes ramai-ramai kan begitu," tandasnya.
Sebelumnya, Ombudsman RI mendatangi Komisi I DPR, untuk menyampaikan dugaan pelanggaran maladministrasi dalam proses seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2022.
Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala mengungkapkan pihaknya mendapat laporan dari masyarakat terkait dugaan kejanggalan hilangnya nama salah seorang calon anggota KPI dalam proses seleksi.
"Kami mendapat laporan dari masyarakat khususnya dalam hal ini adalah orang yang calon komisioner KPI yang namanya muncul dalam list dalam daftar 27 nama, tapi kemudian tidak muncul dalam daftar 34 nama," katanya ditemui di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/7).