TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyambut baik pidato Calon Presiden Terpilih Jokowi terkait peran penting oposisi. Dalam pidato berjudul “Visi Indonesia” tersebut, Jokowi menyebut menjadi oposisi itu mulia.
Baca: Projo: Visi Indonesia Presiden Jokowi Menggerakan Perubahan
“Kekuasaan perlu penyeimbang, perlu pemantau. Oposisi mengambil peran itu. Kontrol akan membuat kekuasaan membawa kemaslahatan. Tanpa kontrol dari oposisi, kekuasaan hanya akan menjadi gelanggang korupsi dan ajang mementingkan kelompok sendiri,” kata Juru Bicara PSI, Dedek Prayudi Senin (15/7/2019).
Dedek menyarankan, sebaiknya semua partai di koalisi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengambil peran tersebut. Menurut Dedek, “Semua terserah kebijaksanaan Pak Jokowi sebagai pemegang mandat rakyat. Akan tetapi saya usul, semua partai pendukung Prabowo-Sandi menjadi oposisi di 2019-2024,” kata dia.
Baca: Baiq Nuril Sampaikan Surat Permohonan Amnesti ke Istana
Salah satu keunggulan sistem demokrasi, lanjutnya adalah diberinya ruang bagi partai-partai untuk mengambil peran sebagai oposisi. Berbeda dengan ranah otoritarianisme. “Jadi, manfaatkan ruang itu dengan optimal. Kalau semua kekuatan politik ada di lingkaran kekuasaan, siapa yang akan mengontrol?” lanjut Dedek.
Dalam pidatonya di Sentul, Senin 14 Juli 2019, Jokowi menyatakan, “Dalam demokrasi, mendukung mati-matian seorang kandidat itu boleh. Mendukung dengan militansi yang tinggi itu juga boleh. Menjadi oposisi itu juga sangat mulia.”
Baca: Ponsel Vivo S1 akan Lahir 16 Juli 2019, Seperti Apa Spesifikasi dan Harga Smartphone, Ini Ulasannya
Selanjutnya, Jokowi menambahkan, harus dipahami bahwa posisi sebagai oposisi jangan menimbulkan dendam atau kebencian.
Baca: Kehidupan Soeharto Saat Tak Jadi Presiden, Cara Ajudan Mengawal Terasa Aneh, Sang Ajudan Pun Malu
Dedek melanjutkan, semua pihak memang harus terus belajar untuk menjadi oposisi yang kredibel. Sepanjang 2014-2019, kata dia, sulit sekali menemukan kritik dari oposisi yang kredibel.
“Oposisi kredibel itu mengawasi dan mengkritrisi pemerintahan secara substansial, dengan menyodorkan argumen-argumen yang solid dan bernas. Bukan menyinyiri pemerintahan dengan hal-hal remeh-temeh,” ujar peraih master dari Stockholm University, Swedia, ini.