Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim pakar gabungan investigasi kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, bakal mengumumkan hasil rekomendasinya, Rabu (17/7/2019).
"Akan menyampaikan hasilnya secara komprehensif nanti akan didampingi dari Divisi Humas dan Bareskrim," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).
Hasil rekomendasi tersebut akan dipakai tim teknis yang khusus dibentuk Bareskrim Polri.
Meski begitu, hasil rekomendasi itu belum akan mengumumkan sosok tersangka.
Baca: Kata Amien Rais, Konflik di Pilpres Itu Biasa, Jangan Dibesar-besarkan Seolah RI Bakal Pecah
Baca: Kronologi Lengkap Insiden Pemuda Tewas Tertembak dalam Pesta Pernikahan di Aceh
Baca: Ijtima Ulama Keempat Siap Digelar, GNPF Pastikan Tak Ada Hubungan dengan Pertemuan Prabowo-Jokowi
Baca: Buku Maluku Staging Point RI Abad 21 Dinilai Dapat Menjadi Sebuah Titik Penggerak Indonesia
Meski begitu dia menegaskan hasil investigasi selama enam bulan itu akan berguna untuk langkah lanjut penyidikan terhadap Polri.
"Tentunya masih belum (ada tersangka) masih dalam proses penyidikan yang lebih mendalam lagi," tutur Dedi.
Menurut Dedi, hasil tim gabungan pakar hanya bersifat rekomendasi yang sifatnya terbuka.
Seperti diketahui, Novel diserang orang tak dikenal pada Selasa 11 April 2017.
Ketika itu, Novel usai menjalani salat Subuh di Masjid Al-Ihsan di dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Untuk mengusut kasus itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta pada 8 Januari 2019. Namun, hingga 7 Juli 2019 kasus belum juga terang.
Tim itu, merujuk Surat Keputusan Nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur kepolisian, tenggat waktu kerjanya yaitu pada 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan.
Berkaitan dengan barang bukti
Investigasi yang dilakukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan telah selesai dilakukan.
Hasil investigasi itu akan diungkap kepada publik pekan depan.
Terkait itu, satu temuan baru yang didapat tim pakar adalah seputar barang bukti dan motif penyerangan kepada Novel.
"(Temuan baru TGPF, - red) Berkaitan dengan barang bukti dan motif," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019).
Baca: Pengakuan Raffi Ahmad yang Pernah Bertengkar dengan Nagita Slavina hingga Pisah Rumah 4 Tahun Lalu
Baca: Masjid Baiturahman Ancol Raih Predikat Masjid Terbaik PAM Islamic Fair 2019
Baca: Evaluasi Program Diskon 50 Persen Tiket Pesawat: Citilink Sudah Terapkan, Lion Air Belum
Baca: (Foto) Wajah Baru Istora Senayan Jelang Indonesia Open 2019: Penuh Warna, Ramah Anak, Instagramable
Meski demikan, ia mengaku tak mengetahui secara detail perihal temuan TGPF tersebut.
Ia pun meminta agar awak media bersabar menunggu pengungkapannya ke publik pekan depan.
"Saya belum tahu secara detail. Nanti kan minggu depan ada konpers bersama dari tim pakar, tim Bareskrim, maupun dari Humas, saya dengan Kadiv," kata mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu.
Lebih lanjut, jenderal bintang satu itu memastikan TGPF tidak akan lagi melakukan kerja investigasi.
Nantinya, proses atau kelanjutan dari kasus itu akan diambil alih penyidik.
"Tim gabungan sudah selesai. Nanti langsung diambil alih penyidik," katanya.
Dianggap gagal
Minggu (7/7/2019) kemarin tepat berakhirnya masa kerja tim satuan khusus (satgas) kasus penyiraman air keras penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Namun, enam bulan berlalu, tim bentukan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian itu belum juga berhasil mengungkap pelaku penyerangan.
Baca: Pegawai KPK Berharap Ada Perkembangan Signifikan Tim Gabungan Polri untuk Kasus Novel
Surat tugas tim dengan nomor Sgas/3/I/HUK6.6/2019 telah dikeluarkan.
Isinya menerangkan tim resmi bekerja sejak 8 Januari 2019.
Kapolri Tito bertindak langsung sebagai penanggung jawab.
Sementara, Kabareskrim Polri Irjen Pol Idham Azis dan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta didapuk sebagai ketua serta wakil ketua tim berisi 65 anggota yang berasal dari beberapa kalangan itu.
Surat tugas tersebut juga menyebutkan, tim memiliki masa kerja selama enam bulan.
Terhitung mulai 8 Januari hingga 7 Juli 2019.
Selama itu, tim ditugaskan untuk mengungkap pelaku utama kasus penyiraman air keras yang membuat mata kiri Novel cacat.
Namun, hingga saat ini, kerja tim belum kunjung membuahkan hasil.
Menanggapi hal ini, Anggota Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengaku prihatin.
Ia menilai, kerja tim hingga saat ini telah menunjukkan kegagalan.
Pasalnya, tim tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas penyerangan tersebut.
Apalagi, menurut Wana, sebagian besar anggota tim atau sedikitnya 53 orang di antaranya berasal dari kalangan Polri.
Hal ini, katanya, membuat masyarakat pesimis dengan kinerja tim lantaran dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.
Pasalnya, sejak awal kasus mencuat, diduga ada anggota kepolisian yang ikut terlibat.
"Sejak pertama kali (tim) dibentuk, masyarakat pesimis atas kinerja tim tersebut," kata Wana kepada pewarta, Senin (8/7/2019).
Harapan masyarakat pun tertuju kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk membentuk tim independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Namun, kata Wana, harapan itu terpaksa pupus.
"Sayangnya, Presiden seolah-olah melepaskan tanggung jawabnya sebagai panglima tertinggi. Padahal salah satu janji politiknya dalam isu pemberantasan korupsi yaitu ingin memperkuat KPK," katanya.
Wana menyoroti proses penanganan perkara oleh tim yang terkesan sebatas formalitas belaka.
Salah satunya, saat tim mengunjungi Kota Malang, Jawa Timur, untuk melakukan penyelidikan.
Hasil kerja tim saat itu, tidak disampaikan kepada publik.
Begitu pula hasil pemeriksaan terhadap Novel yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2019) lalu.
"Ini mengindikasikan bahwa keseriusan tim tersebut patut dipertanyakan akuntabilitasnya. Sebab sejak tim dibentuk tidak permah ada satu informasi pun yang disampaikan ke publik mengenai calon tersangka yang diduga melakukan penyerangan," tandasnya.
Wana pun membandingkan teknis penanganan perkara Novel dengan sejumlah kasus besar yang pernah ditangani Polri.
Salah satunya, soal pengungkapan pelaku kasus pembunuhan di Pulomas, Jakarta Timur.
Menurut Wana, aparat hanya butuh waktu selama 19 jam pasca penyekapan korban untuk menangkap pelaku.
"Sedangkan untuk kasus Novel waktu penyelesaiannya lebih dari dua tahun. Hal ini diduga karena adanya keterlibatan elit atas penyerangan Novel," ungkapnya.
Karenanya, Wana mewakili ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi mendesak Presiden Jokowi untuk segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen agar menunjukkan keberpihakan pada pemberantasan korupsi.
Selain itu, ia juga menuntut tim satgas supaya menyampaikan laporan penanganan kasus Novel kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
Sementara itu, Tim Advokasi Novel Baswedan, Haris Azhar hanya bisa pasrah terhadap proses penanganan kasus kliennya yang dilakukan tim satgas Polri.
Ia menuding, negara tidak sepenuhnya serius untuk mengungkap kasus tersebut.
"Biarin saja. Sebelum ada tim itu, negara juga enggak ngurusin Novel," kata Haris.
Bahkan, KPK sebagai institusi yang mempekerjakan Novel ia anggap tidak peduli terhadap kasus kliennya.
"Pimpinan sekarang sudah mau take off, nyari tiket semua harga mahal. Sudah mau selesai, ngapain pusing," tandas Haris.
Dikonfirmasi terpisah, Anggota Tim Satgas Novel, Hendardi, menyampaikan hasil penanganan perkara tersebut belum bisa disampaikan kepada publik.
Hal ini lantaran proses penanganan masih berada dalam tahap penyelidikan.
"Kami mesti sampaikan laporan kepada Kapolri dulu yang memberikan mandat kepada tim, bukan kepada ICW atau siapapun," ujar Hendardi.
Ia menambahkan, pihaknya akan menyampaikan laporan kepada Kapolri Tito Karnavian sebagai penanggung jawab tim pekan depan. Laporan tersebut, katanya, berisi rekomendasi serta temuan terkait kasus penyiraman air keras Novel.
"Nanti selanjutnya setelah dipelajari oleh Kapolri terserah Kapolri bagaimana mekanismenya utk menyampaikan pada publik dan menindaklanjuti temuan dan rekomendasi kami," pungkasnya.
Baca: Pengakuan Novel Bamukmin soal Izin Unjuk Rasa di MK Dipatahkan Polisi, Jubir BPN Bereaksi
Seperti diketahui, Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah mantan polisi itu melaksanakan salat Subuh berjemaah di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Namun, pelaku penyiraman dan aktor intelektual yang membuat mata Novel cacat tak kunjung terungkap.