“Efek letusan Tambora menyebabkan perubahan iklim yang sangat drastis, tidak ada panas, hujan terus menerus, saat gempa bumi terjadi, tanah menjadi rapuh dan diikuti air bah, ini juga diceritakan dalam Babad Buleleng dan Babad Panji Sakti,” ungkapnya kala itu.
Baca: Gempa Bumi Mengguncang Bali Disorot Media Jepang
Dikatakan, pegunungan-pegunungan ketika itu rapuh dan menjadi longsor.
Menurutnya pegunungan di Bali menjadi satu kesatuan sampai pegunungan di Alor.
“Di Bali ini dikelilingi pegunungan purba yang menjadi satu kesatuan dan sudah rapuh. Ada pegunungan purba di Pulaki, ada Batukaru, Buyan, Beratan, Tamblingan, Batur, Rinjani, Tambora, jadi satu jalur ini mereka,” katanya.
Jalur-jalur pegunungan ini menurutnya adalah pembangkit gempa bumi yang akan tetap hidup dan menghasilkan gempa bumi.
Jalur ini melintas di bawah laut sepanjang Selatan Bali.
“Di bawah laut ada bebatuan yang masuk merangsek ke bawah, hasil penelitian dari BMKG, pada kedalaman tertentu sekitar 130-150 kilometer di bawah Bali, batuan ini mulai meleleh karena gesekan dan panas yang terjadi, sehingga menghasilkan magma di Gunung Agung, sedangkan gesekan-gesekan yang turun mengahsilkan gempa bumi di selatan Jawa Bali, NTB dan NTT,” jelasnya.
Soal Penilaian Harian & Pembahasan Kunci Jawaban Geografi Kelas 12 SMA/MA Pola Keruangan Desa & Kota
Soal & Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Bab 2 Kurikulum Merdeka : Iklan, Slogan dan Poster
Selain pembangkit gempa bumi di Selatan, di Bali juga ada pembangkit gempa bumi dari Utara, sehingga Pulau Bali ini diapit oleh dua pembangkit gempa bumi.
Bahkan menurutnya, pembangkit gempa bumi Utara ini lokasinya ada di bawah laut Buleleng.
Patahan pembangkit gempa bumi ini memanjang dari Bali, Lombok, Flores, Alor sampai laut Banda.
Pembangkit gempa bumi Utara inilah yang menyebabkan gempa bumi Buleleng 1815, gempa Seririt 1976 dan Karangasem 1979.
Baca: Gempa Magnitudo 6,0 Guncang Bali, Warga Panik Menyelamatkan Diri
Meski telah memastikan lokasi gempa bumi, tetapi ia tidak dapat memastikan waktu akan terjadinya gempa bumi di Buleleng.
“Yang Utara ini lebih berbahaya dari Selatan karena berjarak lebih dekat dari pemukiman penduduk dan lebih berpotensi bangkit kembali karena kedalaman yang dangkal dan berpotensi menyebabkan kerusakan yang luar biasa,” kata dia.
2. Gempa tahun 1917