TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri menciduk narapidana di Lapas Surabaya berinisial TR (25) yang melakukan pencabulan terhadap 50 lebih anak melalui media sosial, pada 9 Juli lalu.
TR, yang tengah menjalani vonis 7 tahun 6 bulan penjara akibat perkara pencabulan anak dibawah umur diduga menyelundupkan gawai ke Lapas secara sembunyi-sembunyi guna melancarkan aksinya.
"Dia diam-diam menyembunyikan (gawainya untuk masuk ke Lapas)," ujar Kanit IV Subdit I Dirtipidsiber Bareskrim Polri, AKBP Rita Wulandari Wibowo, di Bareskrim Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/7/2019).
Kepolisian melalui Rita menilai bisa saja gawai yang digunakan TR dibawakan atau diselundupkan oleh orang yang menemui tersangka di Lapas.
Baca: Usai Pesta Miras di Gubuk, Remaja di Tulungagung Cabuli Gadis Berusia 13 Tahun
Namun, Rita mengatakan kepolisian tidak akan menelusuri perihal gawai itu secara lebih lanjut, lantaran tidak terkait langsung dengan kasus tersebut.
"Itu tidak terkorelasi dengan kasus kami, intinya kan saya dapat barang bukti, itu pun juga ada beberapa yang sudah dihapus, kita angkat pakai digital forensic, keluar semua," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri meringkus pelaku pencabulan anak yang berinisial TR (25) melalui media sosial atau grooming.
Baca: Polisi Tembak Mati Pemalak Sopir Truk di Simpang Macan Lindungan, Kapolres Ungkap Motif Brigpol IP
Tersangka sendiri sebenarnya adalah narapidana yang tengah menjalani hukuman bui akibat kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Ia baru menjalani vonis 2 tahun dari putusan 7 tahun 6 bulan.
Wadirtipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Pol Asep Safrudin, mengatakan awal mula kasus ini ditelusuri berasal dari laporan KPAI tentang adanya guru yang mengadu akun media sosialnya dipalsukan.
Berdasarkan penyelidikan, tersangka TR ternyata membuat akun palsu yang serupa dengan guru tersebut. Bermodalkan mengambil foto seorang guru di akun Instagram, tersangka lalu membuat akun baru dengan mengatasnamakan guru tersebut.
"Tersangka melakukan profiling, ibu guru x ini follower-nya di IG ada berapa banyak, yang anak-anak ada berapa banyak, kemudian setelah tersangka mendapatkan akun anak, di-follow sehingga anak ini jadi followers akun palsu," ujar Asep, di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/7/2019).
Kemudian, tersangka mulai menghubungi para murid guru tersebut via Direct Message (DM) untuk meminta nomor WhatsApp dari masing-masing korban.
Setelahnya, kata Asep, tersangka meminta para korban melakukan sejumlah perintah tertentu hingga mengirim foto atau video cabul melalui aplikasi percakapan WhatsApp itu.
"Setelah berkomunikasi, tersangka memerintahkan ke anak untuk melakukan kegiatan untuk melakukan apa yang diperintahkan. Apa yang diperintahkan? Yaitu membuka pakaian kemudian lebih dari itu si anak disuruh menyentuh bagian intimnya," ucapnya.
Menurutnya, dari penelusuran tim Siber Bareskrim ada 50 anak yang telah berhasil diidentifikasi menjadi korban.
Namun masih banyak pula yang belum teriidentifikasi.
Pasalnya, ada lebih dari 1.300 foto dan video cabul yang dimiliki oleh tersangka.
"Hasil penelusuran lebih dari 1.300 dalam akun email-nya tersangka ada 1.300 foto dan video, semua anak tanpa busana, yang sudah teridentifikasi ada 50 anak dengan identitas berbeda," tandasnya.
Atas perbuatannya, kepolisian menjerat tersangka dengan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 29 UU Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan Pasal 45 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar.