Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI menyetujui pemberian ampunan (amnesti) dari presiden kepada Baiq Nuril.
Untuk diketahui pemberian amnesti oleh presiden harus berdasarkan pertimbangan DPR.
Baca: Surat Amnesti Presiden Jokowi Disetujui Komisi III, Baiq Nuril: Saya Hanya Bisa Bilang Terima Kasih
Seluruh anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna, Kamis, (25/7/2019) menyepakati hasil rapat Komisi III kemarin yang setuju memberikan amnesti kepada Nuril.
Dalam penjelasannya, wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik mengatakan persetujuan diberikan setelah sebelumnya Komisi III mendengarkan penjelasan Baiq Nuril atas kasus yang menimpanya.
Serta mendengar argumen Menteri Hukum dan HAM yang merekomendasikan pemberian amnesti.
"Kami sampaikan Komisi III mengedepankan prinsip musyawarah mufakat. Secara aklamasi menyatakan menyetujui untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden Jokowi untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. Bulat seluruh fraksi menyetujui," kata Erma dalam sidang Paripurna.
Menurut Erma, salah satu pertimbangan Komisi III menyetujui amnesti adalah Baiq Nuril merupakan korban kekerasan seksual.
"Baiq Nuril adalah korban kekerasan seksual verbal. Yang dilakukan Baiq Nuril untuk membela diri, dan amnesti merupakan hak yang dimiliki presiden," katanya.
Setelah mendapat penjelasan Wakil Ketua Komisi III, pimpinan sidang Utut Adianto kemudian menanyakan kepada peserta rapat paripurna mengenai persetujuan pemberian amnesti.
"Apakah laporan Komisi III mengenai persetujuan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril disetujui?" tanya Utut yang dijawab setuju secara serempak oleh peserta sidang.
Sebelumnya, Baiq Nuril merupakan Guru Honorer di SMAN 7 Mataram. Kasusnya berawal pada 2012 lalu. Saat itu, ia ditelepon oleh kepala sekolahnya, Muslim.
Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual.
Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.
Karena didesak teman-teman sejawatnya Nuril kemudian menyerahkan rekaman tersebut untuk digunakan sebagai barangbukti laporan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh muslim ke dinas pendidikan setempat.
Akibat laporan tersebut sang Kepala Sekolah akhirnya dimutasi.
Karena tidak menerima, Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE karena menyebarkan rekaman percakapan tersebut.
Laporan itu membuat Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian.
Di Pengadilan Negerin Mataram Nuril sebenarnya di Vonis bebas, namun Jaksa saat itu tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018.
Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Kasus tersebut kemudian mengundang simpati publik.
Apalagi kemudian sang kepala sekolah Muslim justru malah mendapatkan Promosi jabatan sebagai kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kota Mataram.
Selain itu, laporan Nuril adanya dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh atasannya tersebut dihentikan Polda NTB dengan dalih kurangya bukti.
Kuasa hukum Nuril lalu mengajukan upaya hukum terakhir yakni Peninjauan Kembali (PK) ke MA pada Januari 2019. Pada 4 Juli, MA menolak PK yang diajukan kuasa hukum.
Baca: Surat Amnesti Presiden Jokowi Disetujui Komisi III, Baiq Nuril: Saya Hanya Bisa Bilang Terima Kasih
Dengan PK tersebut, Nuril kemudian memperjuangkan keadilan dengan meminta belas kasihan presiden.
Ia berharap Presiden memberikan Amnesti atas vonis MA kepadanya itu.
Diteruskan ke Presiden
Setelah menggelar Rapat Badan Musyawarah pada Rabu malam, Pimpinan DPR menggelar rapat paripurna pada Kamis, (25/7/2019).
Dalam paripurna nanti, terdapat 4 agenda permintaan pandangan fraksi, serta permintaan perpanjangan pembahasan 17 RUU.
Satu dari empat permintaan pandangan fraksi yakni terkait dengan amnesti Baiq Nuril. Sebelumnya Komisi III secara aklamasi menyetujui presiden memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
"Tadi teman teman komisi III melaporkan, menjawab surat dari bapak presiden perihal permohonan amnesti kepada Baiq Nuril, komisi III tadi sampikan bulat aklamasi tinggal diparipurnakan," ujar Wakil Ketua DPR Utut Adianto, Kamis, (25/7/2019).
Baca: Railink Beri Diskon untuk KA Bandara Hingga 57 Persen
Baca: KKP Dorong Penerapan HAM Perikanan pada Sektor Kelautan dan Perikanan
Baca: Foto-foto Perjuangan Aria Permana Turunkan Berat Badan, dari 192 Kg Kini Tinggal 80 Kg
Baca: Meski Masuk Kelas Hanya Sebulan Sekali, Nenek Sogirah yang Berusia 74 Tahun Akhirnya Diwisuda
Menurut Utut apabila telah disetujui di Komisi III,maka kemungkinan besar, dalam paripurna nanti seluruh anggota dewan akan secara aklamasi menyetujuinya.
"Kalau sudah di komisi aklamasi, biasanya (paripurna) akalamasi,di Komisi kan ada perwakilan fraksi fraksi," katanya.
Setelah disetujui dalam paripurna, maka surat persetujuan amnesti Baiq Nuril itu akan diserahkan kembali kepada presiden secepatnya untuk diproses. Setelah diparipurnakan mekanisme amnesti di DPR telah rampung.
"Begitu selesai keskjenan nanti akan bersurat ke Sekneg untuk diteruskan ke presiden," katanya.
Tetesan air mata Baiq Nuril
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE sekaligus korban pelecehan seksual Baiq Nuril Maknun hadir dalam rapat pleno tertutup Komisi III DPR yang mengagendakan pembahasan surat pertimbangan amnesti untuk dirinya.
Dalam rapat tersebut, Baiq meneteskan air mata di depan para anggota Komisi III DPR RI.
Ia hanya bisa berharap DPR akan menyetujui pertimbangan amnesti yang diberikan Presiden Jokowi.
"Harapan saya mudah-mudahan bapak dan ibu mempertimbangkan pengajuan amnesti saya. Karena bagaimana pun, saya merasa ini tidak adil buat saya," ucap Baiq sambil meneteskan air mata, di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Baiq mengatakan peristiwa yang dialaminya merupakan bentuk ketidakadilan.
Tetapi ia yakin akan menemukan keadilan dengan mengajukan amnesti kepada Presiden Jokowi.
Baca: Polisi Bekuk Komplotan Pencuri Spion Mobil yang Beraksi di Tanah Abang
"Saya yakin keadilan pasti ada untuk saya. Karena saya berdiri di atas kebenaran dan saya yakin tangan-tangan bapak dan ibu yang akan mengangkat keadilan untuk saya," kata Baiq.
Dalam rapat tersebut, ia didampingi kuasa hukumnya, Yan Mangandar Putra.
Selain itu, Baiq juga ditemani putranya yang bernama Rafi dan politikus PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka.