Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menyambut baik rencana pemindahan ibu kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan.
Indria Samego berharap pemindahan ibu kota negara tersebut betul-betul dikaji secara mendalam baik dari aspek teknis sosial maupun politis.
Khususnya, mengenai kaitannya dengan visi dan misi Presiden Jokowi pada periode kedua.
"Kalau bisa memperbaiki kualitas SDM atau menjamin pemerataan pertumbuhan dan kesejahteraan , ya bagus," ujar Indria Samego yang juga anggota dewan pakar The Habibie Center ini kepada Tribunnews.com, Selasa (30/7/2019).
Baca: Agustus, Jokowi Akan Umumkan Lokasi Ibu Kota Baru di Kalimantan
Baca: Merasa Bersalah dan Ingin Tobat, Rey Utami Ingin Mengubah Penampilannya
Baca: Pukat UGM Sebut Pimpinan KPK Harus dari Kepolisian atau Kejaksaan Sebagai Mitos
Baca: Anggota Paskibraka Harus Rela Hidup Tanpa Gadget Selama Jalani Masa Karantina dan Pelatihan
Jadi, imbuh dia, jangan hanya perkara kemacetan Jakarta saja yang diatasi melalui pemindahan ibu kota Negara.
Kalau sekadar hal tersebut, dia menegaskan, sekian tahun ke depan, kemacetan itu akan pindah ke ibu kota baru.
"Yang terbaik adalah mengatasi pemerataan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Dengan cara ini, ibarat gula, semutnya akan menyebar ke mana-mana," tegasnya.
Diumumkan Agustus
Presiden Jokowi mengamini ibu kota negara bakal pindah ke Kalimantan.
Hal ini ditegaskan Jokowi saat kunjungan kerja hari keduanya di Sumatera Utara, Selasa (30/7/2019), tepatnya di The Kaldera Nomadic Escape.
"Ya kan memang dari dulu saya sampaikan, pindah ke kalimantan. Kalimantannya mana nanti kita sampaikan Agustus lah," terang Jokowi.
Orang nomor satu di Indonesia ini meminta masyarakat bersabar menunggu hingga Bulan Agustus. Dimana Provinsi yang bakal dipilihnya menjadi ibu kota baru.
Untuk saat ini, lanjut Jokowi, kajian dari ibu kota baru itu belum rampung dan tuntas. Paparan soal kebencanaan maupun sosial budaya belum selesai.
Baca: Dengan Nada Tinggi Tjahjo Bantah Ada Unsur Politis Dibalik Proses Perpanjangan Izin FPI
"Saat ini kajiannya belum rampung dan tuntas. Kalau sudah rampung, detailnya sudah dipaparkan, kajian kebencanaan seperti apa. Mulai dari kajian air, kajian keekonomian, kajian demografinya, masalah sosial politiknya pertahanan keamanan. Semuanya harus komplit. Kita tidak ingin tergesa-gesa tetapi secepatnya diputuskan," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro juga mengamini Presiden Jokowi telah menyetujui perpindahan ibu kota ke Kalimantan bukan ke Mamuju (Sulbar) ataukah Makassar (Sulsel).
Baca: 10 Tempat Wisata di Tawangmangu, dari Bukit Sekipan Hingga Air Terjun Grojogan Sewu
Jokowi menginginkan rencana pemindahan ibu kota tidak hanya jadi wacana semata. Dia ingin rencana itu segera terwujud.
Ciri-ciri
Pemerintah menargetkan tahun ini lokasi persis ibu kota baru telah rampung.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro menyatakan, kandidat lokasi terkuat berada di pulau Kalimantan.
"Rencananya 2019 ini sudah penentuan lokasi persisnya ibu kota baru," ujar Bambang saat pemaparan dalam seminar di kantor Bappenas Pusat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
Mantan Menteri Keuangan ini menuturkan, dipilihnya pulau Borneo menjadi lokasi ibu kota baru dengan beberapa pertimbangan.
Di antaranya, rawan bencana alam, ketersediaan lahan, kebutuhan dasar listrik dan air cukup memadai, lokasi berada di tengah Indonesia serta dekat dengan ibu kota yang baru.
"Satu lagi kita ingin ibu kota baru ini dekat dengan kota eksisting, atau yang relatif sudah berkembang, sudah fungsional, sehingga mempermudah akses logistik melalui bandara, Pelabuhan, maupun Jalan. Serta karena Indonesia negara maritim letak dari ibukota ini tidak boleh jauh dari pinggir pantai, tidak boleh jauh dari bibir pantai," jelas dia.
Baca: Bappenas: Pembangunan Ibu Kota Baru Akan Dimulai Pada 2021
Setelah selesai menentukan lokasi persis ibu kota baru, kemudian dilanjutkan dengan rancang master plan di tahun 2020.
Kemudian pada 2021 pembangunan tahap awal dimulai.
Sehingga pemindahan tahap pertama ke ibu kota baru akan dilakukan pada tahun 2024.
Dampak positif
Pemindahan ibu kota menurut kajian Bappenas memberikan dampak positif pada perekonomian. Salah satunya adalah pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) sebesar 0,1 persen.
"Dampak pemindahan ibu kota baru itu terhadap ekonomi nasional akan menambah riil GDP nasional 0,1%. meskipun kelihatannya kecil jelas bukan angka yang kecil karena PDB Indonesia di 2018 sekitar Rp15.000 Triliun Rupiah jadi 0,1% itu dampak langsungnya itu 15 Triliun Rupiah," ujar Bambang.
Dia memastikan lebih lanjut, pemindahan ibu kota tidak memberikan dampak negatif pada perekonomian nasional, sebab memaksimalkan penggunaan sumber daya potensi yang selama ini belum termanfaatkan.
"Pemindahan ibu kota juga akan menurunkan kesenjangan karena terletak pada persentase kenaikan harga dari modal 0,23% dan kenaikan harga dari tenaga kerja sebesar 1,37% jadi artinya pemindahan ibukota ke provinsi yang baru atau daerah baru akan menyebabkan ekonomi ke arah sektor yang lebih padat karya padat karya" jelas mantan menteri keuangan ini.
Sejauh ini berdasarkan kajian Bappenas, kebutuhan biaya yang diperlukan untuk pemindahan ibu kota baru berkisar antara Rp 323 - Rp 466 triliun.
Bambang menerangkan, pembangunan ibu kota baru tidak hanya menggunakan dana dari APBN, tetapi juga oleh BUMN dan swasta, dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP).
"Jadi intinya semua pihak akan dilibatkan sehingga APBN tidak menanggung ini sendirian dan tidak menanggung beban sendirian dan kita sudah coba pilah," ungkap Bambang.