Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik wacana Menristekdikti Mohamad Nasir mengundang orang asing untuk menjadi rektor perguruan tinggi negeri di Indonesia.
Menurut Fahri Hamzah rencana tersebut seperti membuang badan karena kementeriannya tidak mampu memodernisasi kampus.
"Kita kan justru nanyanya ke Menristekdikti punya konsep nggak dalam memordenisasi dan membangun kampus kelas dunia. Menterinya yang kita tanya. ini kan kayak sebenarnya mau buang badan terus," kata Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (31/7/2019).
Menurut Fahri Hamzah, menteri merupakan orang pilihan yang dianggap mampu menyelesaikan masalah di bidangnya.
Apabila kemudian solusi yang ditawarkan seorang menteri hanya menunjuk orang asing sebagai rektor, maka menteri tersebut seperti tidak bekerja.
"Lah sampeyan jadi menteri apa kerjaannya? gitu loh. kita kan nanyanya ke dia bukan kita,ya lagi-lagi nyerah, tunjuk orang asing. lah kita ini membentuk kabinet dan memilih menteri-menteri ini sebagai menteri, kan kita anggap dia jago membereskan itu," kata Fahri.
Baca: Mobil Mewah di Filipina Digilas Buldoser Karena Tidak Bayar Pajak
Baca: 4 Fakta Tentang Big Bad Wolf, Mulai dari Asal Usul hingga Tips Berburu Buku yang Wajib Kamu Coba
Baca: Ashanty Singgung Martin Pratiwi Usai Sidang Kasus Wanprestasi
Baca: KPU Wacanakan Pakai e-Rekap di Pilkada 2020, Ini Dasar Hukumnya
Menurut Fahri Menristekdikti harusnya malu ketika mewacanakan orang asing menjadi rektor di Indonesia, karena mengecilkan bangsa Indonesia sendiri.
Padahal bangsa Indonesia sendiri mampu memodernisasi kampus.
"Harusnya malu dia sebagai menteri engga sanggup memordenisasi kampus. bukan malah sedikit-sedikit cari rektor asing. Ya sudah semua aja kita nontonin orang asing kerja buat kita. Seperti zaman belanda dulu, nanti anggota DPRnya orang asing juga," katanya.
Menurut Fahri jangan menganggap bahwa ketika semua masalah diserahkan pada orang asing dianggap beres.
Menristekdikti seharusnya membuat konsep modernisasi kampus dengan mengerahkan berbagai sumber daya yang dimilikinya.
"Yang bertanggungjawab soal regulasi dan konsep operasionalnya kan ada pada pemerintah sebagai penbuat undang-undang dan sebagai pengelola sektoral. Menristekdikti dia kan mengelola sektoral. kenapa dia gak pakai kekuatan politiknya untuk mengelola sektor itu sehingga menjadi maju, bukan lepas tangan ke orang lain," ujarnya.
Baca: Sebuah Mobil Masuk Tengah Kuburan, Pengendara Linglung Dipikir Sudah di Rumah
Baca: Kisah La Ode Heto Menyelamatkan Istrinya yang Dililit dan Hampir Dimakan Ular Sanca 6 Meter
Baca: BPJS Kesehatan Bantah Fraud Penyebab Utama Defisit
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir akan melakukan pemilihan secara khusus dalam mencari rektor luar negeri untuk memimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Menurutnya, saat ini tim Kemenristekdikti saat ini sedang membahas kriteria apa yang diperlukan dari pemerintah, agar PTN yang dipimpin rektor asal luar negeri mampu mencapai 100 besar dunia.
“Saya sudah laporkan kepada Bapak Presiden dalam hal ini wacana untuk merekrut rektor asing ini, yang punya reputasi. Kalau yang tidak punya reputasi, jangan. Tidak mesti orang asing itu baik, belum tentu. Nanti kita cari,” kata Nasir yang dikutip dalam laman seskab.go.id, Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Ia menjelaskan, praktik rektor asing memimpin perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi publik di suatu negara lumrah dilakukan di luar negeri, terutama di negara-negara Eropa, bahkan Singapura juga melakukan hal yang sama.
Nasir pun mencontohkan, Nanyang Technological University (NTU) yang baru didirikan pada 1981.
Namun, saat ini sudah masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun.
Baca: Heboh Mobil Masuk Areal Kuburan di Madiun, Pengemudi Mengira Tidur di Rumah Tahunya di Atas Nisan
Baca: Ular Piton Panjang 6 Meter Gigit dan Lilit Wanita di Muna, Begini Perjuangan Suami Menyelamatkannya
Baca: Terbakar Api Cemburu, Pria di Luwu Bunuh Bayinya, Aniaya Ibu Kandung, dan Bakar Rumah Tetangga
“NTU itu berdiri tahun 1981. Mereka di dalam pengembangan ternyata mereka mengundang rektor dari Amerika dan dosen-dosen beberapa besar. Mereka dari berdiri belum dikenal, sekarang bisa masuk 50 besar dunia,” papar Nasir.
Menurutnya, dengan merekrut rektor luar negeri dan dosen luar negeri, diharapkan ranking perguruan tinggi Indonesia dapat meningkat serta berkualitas dunia.
Dirinya melihat banyaknya masyarakat Indonesia yang harus pergi ke luar negeri untuk bersekolah, termasuk NTU agar mendapatkan pendidikan tinggi terbaik.
“Karena rektor asing dan kolaborasinya yang ada di Singapura, (NTU) bisa mendatangkan mahasiswa dari Amerika, Eropa, bahkan Indonesia ke sana,” ungkap Nasir.
Salah satu aspek yang sering dibahas saat mengundang rektor luar negeri, kata Nasir, adalah gaji rektor asing tersebut yang diperkirakan akan memberatkan anggaran PTN yang dipimpinnya.
“Saya harus bicara dengan Menteri Keuangan juga, bagaimana kalau rektor dari luar negeri, kita datangkan ke Indonesia. Berapa gaji yang harus dia terima? Berapa komparasi negara-negara lain? Bagaimana bisa dilakukan, tetapi tidak mengganggu stabilitas keuangan di perguruan tinggi,” paparnya.
Diketahui, pemerintah menargetkan pada 2020 sudah ada perguruan tinggi yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri dan pada 2024 jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima PTN.