Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) menjawab kritik Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai 40 nama kandidat calon pimpinan KPK tidak memuaskan publik.
"Pansel memang bukan alat pemuas ICW. Pansel mempertanggungjawabkan kerjanya kepada presiden, bukan kepada ICW atau koalisi ini itu," ujar Anggota Pansel Capim KPK Hendardi kepada pewarta, Senin (6/8/2019).
Sebelumnya, Hendardi mempertanyakan pernyataan ICW yang mengatasnamakan publik.
Menurutnya, tidak mudah mengatasnamakan diri sebagai publik.
"Mereka menyatakan publik tidak puas dengan 40 pilihan pansel melalui tes psikologi yang baru diumumkan. Mereka mengatasnamakan publik atas dasar riset atau survei atau mereka baru menang pemilu? Bisa serta merta dan enteng mengatasnamakan publik," ujarnya.
Hendardi menilai sikap nyinyir yang ditunjukkan ICW kepada pansel seolah-olah ICW memiliki kepentingan pribadi atau vested interest.
Hendardi mengatakan sejak awal pansel mengundang ICW untuk mendaftar menjadi capim KPK.
Baca: Hasil Autopsi: Hampir Seluruh Wajah Khoriah Alami Luka Akibat Hantaman Benda Tumpul
Baca: JK: Mbah Moen Sosok yang Konsisten di Agama dan Politik
Baca: Pasca Pemadaman Listrik Massal, PLN Akan Bayarkan Ganti Rugi hingga Dampak Bagi Pelaku Ritel
Baca: Seperti apa suhu udara pada bulan Juli di kota Anda, lebih panas?
"Jika hanya ICW atau PuSAKO atau sedikit lembaga-lembaga semacam ini yang tidak puas, sudah sejak awal pansel bekerja mereka selalu nyinyir karena memang sangat mungkin memiliki vested interest."
"Dari mula pansel sudah mengundang mereka mendaftar untuk mencalonkan capim KPK tapi sedikit atau malah hampir tidak ada yang maju. Ketika pihak lain maju mendaftar seperti polisi, jaksa, atau hakim, mereka sewot," kata Hendardi.
Selain itu, Hendardi menjawab kritik ICW soal Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menurutnya, peraturan seleksi sama seperti tahun sebelumnya, serta capim juga membuat pernyataan tertulis akan menyerahkan LHKPN jika terpilih menjadi komisioner KPK.
"Menyangkut LHKPN yang mereka ributkan, sederhana jawabannya. Kenapa ketika seleksi tahun 2015 dan periode-periode sebelumnya ICW dan kawan-kawan tidak meributkan? Tidak ada persyaratan yang berbeda dari periode sebelum-sebelumnya. Saat pendaftaran mereka disyaratkan membuat pernyataan tertulis di atas meterai bahwa akan menyerahkan LHKPN jika terpilih dan nanti jika terpilih syarat itu tentu akan ditagih," katanya.
Hendardi mengatakan kritik ICW dan lembaga lain terkait LHKPN untuk menjatuhkan orang yang tidak mereka suka.
Dia menekankan pansel tidak bisa didikte siapapun.
Baca: Dapat Balasan Dari Sherina, Murid Australia Makin Semangat Belajar Indonesia
Baca: Anies Pastikan Kendaraan Listrik Bebas Tilang Ganjil Genap, Ini Tanggapan Polisi
"ICW dan PuSAKO dkk meributkan LHKPN sekarang karena memiliki interest untuk menjatuhkan orang-orang yang mereka tidak sukai (polisi dan jaksa) dan mendorong figur favoritnya yang berasal dari kalangan KPK. Pasti pekerja atau pejabat asal KPK sudah lebih siap dengan LHKPN karena dokumen itu memang pelaporannya ke KPK," kata dia.
"Karena itulah syarat menyerahkan LHKPN diawal-awal seleksi menjadi akal-akalan mereka untuk menggugurkan pihak yang tidak mereka sukai. Namun pansel KPK pantang didikte siapa pun," lanjutnya.
Sebelumnya, ICW menilai hasil tes psikologi yang meloloskan 40 capim KPK belum memuaskan publik.
ICW menduga ada beberapa nama yang capim yang memiliki catatan masa lalu yang negatif.
"Mencermati nama yang dinyatakan lolos seleksi psikotes, rasanya tidak berlebihan jika menyebutkan bahwa hasil seleksi pada tahapan ini tidak terlalu memuaskan ekspektasi publik," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Senin (5/8/2019).
"Terdapat beberapa nama yang diduga mempunyai catatan serius pada masa lalu. Tentu poin ini mesti di-cross-check ulang oleh pansel. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu terpilih menjadi komisioner KPK," ujarnya.
Selain itu, ICW menyebut pansel masih mengabaikan terkait isu integritas. Kurnia menilai, dari sejumlah nama yang berasal dari penyelenggara negara itu, masih ada yang belum taat menyetorkan LHKPN tapi diloloskan oleh pansel.
"Hal ini bisa dilihat dari figur yang berasal dari penyelenggara negara ataupun penegak hukum yang dinilai abai dalam kepatuhan LHKPN masih juga tetap diloloskan oleh pansel," katanya.
40 nama lolos tes psikologi
eleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan 2019-2023 mengumumkan 40 orang peserta seleksi capim KPK yang lolos tes psikologi.
40 orang ini berasal dari bermacam-macam latar belakang profesi dan daerah.
Berikut ini 40 kandidat yang dinyatakan lolos tes psikologi (urutan berdasarkan abjad):
Baca: Gunakan Genset Saat Pemadaman Listrik Terjadi, RSCM Minta Pertamina Pastikan Ketersediaan Solar
Baca: Viral Hari Ini, Perempuan Pergoki dan Kejar Pencuri Motor, Perlakuan Temannya Jadi Sorotan
Baca: Puluhan Pengendara Terkena Razia di Jalur Transjakarta
Baca: Kurs Dolar Naik, Mengapa Ongkos Naik Haji Indonesia Bisa Termurah se-Asia Tenggara?, Ini Penyebabnya
1. Agus Santoso - Mantan PPATK
2. Aidir Amin Daud - Pensiunan PNS
3. Alexander Marwata - Komisioner KPK
4. Antam Novambar - Anggota Polri
5. Bambang Sri Herwanto - Anggota Polri
6. Cahyo RE Wibowo - Karyawan BUMN
7. Chandra Sulistio Reksoprodjo - Pegawai KPK
8. Dede Frahan Aulawi - Komisoner Kompolnas
9. Dedi Haryadi - Tim Stranas Pencegahan Korupsi KPK
10. Dharma Pongrekung -Anggota Polri
11. Eddy Hary Susanto - Auditor
12. Eko Yulianto - Auditor
13. Firli Bahuri - Anggota Polri
14. Fontian Munzil - Dosen
15. Franky Ariyadi - Pegawai Bank
16. Giri Suprapdiono - Pegawai KPK
17. I Nyoman Wara - Auditor BPK
18. Jimmy Muhamad Rifai Gani - Penasihat Menteri Desa
19. Johanis Tanak - Jaksa
20. Joko Musdianto - PNS BPKP Perwakilan Lampung
21. Juansih - Anggota Polri
22. Laode Muhammad Syarif - Komisioner KPK
23. Lili Pintauli Siregar - Advokat
24. Luthfi Jayadi Kurniawan - Dosen
25. Jasman Pandjaitan - Pensiunan Jaksa
26. Marthen Napang - Dosen
27. Nawawi Pomolango - Hakim
28. Nelson Ambarita - PNS BPK
29. Neneng Euis Fatimah - Dosen
30. Nurul Ghufron - Dosen
31. Roby Arya - PNS Seskab
32- Sigit Danang Joyo - PNS Kemenkeu
33. Sri Handayani - Anggota Polri
34. Sugeng Purnomo - Jaksa
35. Sujanarko - Pegawai KPK
36. Supardi - Jaksa
37. Suparman Marzuki - Dosen
38. Torkis Parlaungan Siregar - Advokat
39. Wawan Saeful Anwar - Auditor
40. Zaki Sierrad - Dosen
Dari ke-40 nama ini terlihat tidak muncul nama Irjen Pol Ike Edwin dan Basaria Panjaitan.
Selain Edwin, ada dua orang capim lainnya berlatar belakang Polri yang turut gagal dalam tes psikologi.
Mereka adalah Brigjen Agung Makbul dan Kharles Simanjuntak.
Para capim yang lolos harus mengikuti seleksi tahap berikutnya yaitu profile assessment pada Kamis-Jumat, 8-9 Agustus 2019. Seleksi lanjutan itu akan digelar di Lemhanas, Jakarta Pusat.