TRIBUNNEWS.COM - Ancaman gempa 9 SR (skala richter) atau sering disebut megathrust di selatan Pulau Jawa juga mendapatkan perhatian dari Presiden Jokowi.
Dilansir oleh setkab.go.id, Presiden Jokowi mengakui adanya potensi terjadinya gempa besar berkekuatan 9 SR atau yang sering disebut sebagai megathrust di Selatan Jawa tersebut.
Namun demikian, ia mengingatkan yang namanya gempa bumi itu tidak bisa dihitung dan diperkirakan terutama waktunya.
“Oleh sebab itu, saya sudah perintahkan kepada BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) kepada Menko untuk mempersiapkan masyarakat terutama proses-proses evakuasi. Sudah kita lakukan,” kata Presiden Jokowi di sela-sela menghadiri acara Gathering Keluarga Kabinet Kerja “Solidaritas Tanpa Batas”, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (4/8/2019) pagi.
Sekarang, lanjut Presiden Jokowi, di sekolah, masyarakat mulai dilakukan edukasi.
Presiden Jokowi menunjuk saat terjadi gempa berkekuatan 6,9 SR di Banten, Jumat (2/8) malam, sudah ada sebuah lompatan yang baik, proses-proses evakuasi itu.
“Tapi bahwa kepanikan ada, itu iya. Namanya gempa pasti menyebabkan kepanikan, masyarakat panik,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi juga menambahkan, yang penting terus dilakukan edukasi mengenai kebencanaan terutama gempa bumi yang sulit diprediksi, sulit dihitung. Kedua, selalu dapat kita waspada.
Tidak bisa diprediksi
Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kembali menegaskan, bahwa gempa besar berkekuatan Magnitute 9 SR atau yang disebut dengan Megathrust hingga saat ini belum dapat diprediksi oleh siapapun: kapan, di mana, dan berapa kekuatannya.
Untuk itu, BMKG mengimbau masyarakat tetap tenang menanggapi berkembangnya berita yang viral di media sosial bahwa akan terjadi gempa besar berkekuatan Magnitute 9,0 pasca terjadinya gempa Banten Magnitue 6,9 SR.
“Masyarakat diimbau agar tetap tenang namun waspada dan tidak percaya kepada isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, dalam siaran persnya seperti dilansir setkab.go.id.
Menurut Triyono, gempa bumi terjadi akibat deformasi bantuan yang terjadi secara tiba-tiba pada sumber gempa yang sebelumnya mengalami akumulasi medan tegangan (stress) di zona tersebut, pengaruh penjalaran stress untuk proses selanjutnya secara kuantitatif masih sulit untuk diketahui.
“Teori yang berkembang saat ini baru dapat menjelaskan bahwa sebuah gempabumi utama dapat membangkitkan atau memicu aftershocks dan masih sulit untuk memperkirakan gempa besar rentetannya seperti beberapa kasus gempabumi doublet, triplet (dua atau tiga kejadian gempabumi tektonik dalam waktu dan lokasi yang relatif berdekatan), dan seterusnya,” terang Triyono.