Sulit Mengukur
Majelis hakim MK dalam putusannya menyampaikan bahwa dalil Farouk soal pengeditan foto harus dikesampingkan seluruhnya.
Sebab, hal ini termasuk dugaan pelanggaran administrasi yang seharusnya ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Mahkamah menilai, seandainya pun pelanggaran tersebut telah dilaporkan dan tidak ditindak oleh Bawaslu, akan sangat sulit menilai relevansi dan mengukur pengaruh foto peserta Pemilu yang termuat dalam kertas suara dengan tingkat keterpilihan calon tersebut.
Sebab, mahkamah beranggapan bahwa setiap pemilih punya preferensi yang bervariasi menggunakan hak suaranya.
Sekaligus, memiliki kerahasiannya atas pilihannya masing-masing yang dijamin konstitusi dan undang-undang.
Selain itu, sebelum APK dicetak, KPU tak menerima laporan keberatan dari peserta pemilu soal foto pencalonan anggota, termasuk foto Evi.
"Akan sangat sulit menilai relevansi dan mengukur pengaruh dari foto seorang calon anggota DPD yang termuat di dalam kertas suara dengan tingkat keterpilihan ataupun keterpilihan calon tersebut. Sebab, setiap pemilih memiliki preferensi untuk menggunakan hak suaranya sekaligus memiliki kerahasiaan atas pilihannya masing-masing," ujar hakim Suhartoyo.
Sementara itu, untuk dalil yang menyoal dicantumkannya lambang DPD di APK, Mahkamah berpendapat bahwa hal itu termasuk dalam sengketa khusus pemilu yang seharusnya juga dilaporkan ke Bawaslu.
Namun, menurut Mahkamah, penggunaan logo pada APK tidak dapat ditaksir dan diukur pengaruhnya terhadap hasil perolehan suara peserta pemilu.
Terakhir, soal tudingan politik uang, Mahkamah juga berpendapat seharusnya dugaan pelanggaran ini dilaporkan ke Bawaslu.
Meski Farouk selaku pemohon sudah melaporkan dugaan tersebut ke Bawaslu, namun laporan itu telah melewati tenggat waktu, sehingga laporan tak berlaku karena tak lagi penuhi syarat formil.
"Dugaan pelanggaran politik uang yang dilaporkan oleh pemohon kepada Bawaslu tersebut tidak dapat dinilai signifikansinya oleh Mahkamah terhadap perolehan suara calon anggota DPD atas nama Evi Apita Maya," ujar Suhartoyo. (tribun network/dan/kompas.com/coz)