TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menyayangkan ada elite partai politik memberi usulan penambahan jumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi 10 orang.
Indria Samego menegaskan usulan elite Partai politik yang meminta penambahan pimpinan MPR RI tidak ada nilai kepentingannya bagi rakyat.
Pun tak ada kaitannya dengan efektivitas kerja kelembagaan MPR itu sendiri.
"Gak ada yang penting buat rakyat dan efektivitas kerja kelembagaan," tegas Indria Samego yang juga anggota dewan pakar The Habibie Center ini kepada Tribunnews.com, Senin (12/8/2019).
Usulan tersebut, menurut dia, akan semakin membuat buruk citra partai politik di mata masyarakat.
"Semuanya hanya usulan parpol yang menunjukkan tidak membaiknya fungsi partai," jelas Indria Samego.
Bagi dia, MPR RI itu adalah lembaga yang berpikir dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Bukan kepentingan partai politik.
Elite PAN mengusulkan agar pimpinan MPR menjadi 10 orang untuk meredakan ribut-ribut soal perebutan tersebut.
Ini menyusul pernyataan PDI Perjuangan yang membuka peluang untuk membuat paket pimpinan MPR bersama eks partai koalisi Prabowo Subianto dengan syarat mendukung amendemen terbatas UUD 1945.
"Awal periode ini kan pimpinan MPR 5 orang. Setelah beberapa saat, diubah menjadi 8 orang. Tentu sangat baik jika pimpinan yang akan datang disempurnakan menjadi 10 orang dengan rincian 9 mewakili fraksi-fraksi dan 1 mewakili kelompok DPD," Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Minggu (11/8/2019).
Soal siapa ketuanya, kata dia, itu bisa dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat.
Berdasarkan UU MD3 No 2/2018, pimpinan MPR periode 2019-2024 terdiri atas 1 orang ketua dan 4 wakil yang terdiri atas unsur fraksi dan perwakilan DPD.
Sementara itu, sebelumnya, pimpinan MPR berjumlah 8 orang setelah adanya revisi terhadap UU MD3 No 17/2014.
Jangan Bagi-bagi Kekuasaan