Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan paket penerapan KTP Elektronik (e-KTP) tahun 2011 sampai tahun 2013.
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari fakta-fakta yang muncul di persidangan selama ini.
"KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Baca: Tidak Hanya Indonesia, Ekonomi Sejumlah Negara Asean Ini Ikut Lesu Akibat Perang Dagang
Baca: Viral Siswa Juara Dunia Penyembuh Kanker Modal Kayu Bajakah Kalimantan, Ternyata Ini Zat Bikin Ampuh
Baca: Ruben Onsu Minta Sang Anak Angkat Betrand Peto Untuk Tak Cepat Puas
Keempat tersangka yakni, Anggota DPR 2014-2019 Miryam S Hariyani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan PNS BPPT Husni Fahmi, serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
Saut mengatakan, kasus Korupsi e-KTP ini merupakan salah satu perkara dengan kerugian negara triliunan rupiah yang menjadi prioritas KPK.
Pada perkara ini, sebagaimana perhitungan yang dilakukan oleh BPKP, negara dirugikan setidaknya Rp2,3 triliun yang dihitung dari pembayaran lebih mahal dibandingkan dengan harga wajar atau harga riil barang-barang yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek.
Yakni selisih dari total pembayaran kepada konsorsium PNRI sebesar Rp4,92 triliun dengan harga wajar atau harga riil pelaksanaan proyek e-KTP 2011-2012 sejumlah sekitar Rp2,6 triliun.
"KPK menangani kasus KTP Elektronik ini secara cermat dan berkesinambungan, mulai dari penetapan tersangka pertama untuk Sugiharto pada April 2014 dan Irman pada
September 2016, dan persidangan perdana untuk terdakwa Irman dan Sugiharto pada Maret 2017," kata Saut.
Semua proses tersebut, lanjut Saut, memang membutuhkan waktu yang panjang karena KPK harus melakukan penanganan perkara dengan sangat hati-hati dan bukti yang kuat. Dalam kasus ini juga KPK memproses seorang pelaku yang sedang menjabat sebagai Ketua DPR.
Baca: Viral Siswa Juara Dunia Penyembuh Kanker Modal Kayu Bajakah Kalimantan, Ternyata Ini Zat Bikin Ampuh
"KPK bertekad untuk terus mengusut kasus ini, yaitu pihak lain yang memiliki peran dalam perkara ini dan juga mendapatkan aliran dana. Kami sangat memperhatikan perkara ini, selain karena kerugian negara yang sangat besar, kasus korupsi yang terjadi juga berdampak luas pada masyarakat," tegas Saut.
Saut mengatakan, KPK berharap semua pihak dapat mengambil pelajaran dari kasus korupsi e-KTP ini, terutama bagi Pemerintah dan DPR, agar memastikan keterbukaan dan perbaikan pembahasan anggaran negara yang lebih teliti sehingga kasus korupsi anggaran seperti dalam kasus e-KTP ini tidak lagi terulang.
Ia pun menegaskan, agar semua pihak agar tidak meminta dan menolak sejak awal jika ada pemberian uang terkait pelaksanaan tugasnya.
Dalam perkara pokok, KPK telah memproses 8 orang tersangka.
Baca: Braman Optimis LPDB KUMKM Mampu Salurkan Dana Bergulirnya Sebesar Rp1,5 Triliun tahun 2019
Tujuh di antaranya telah divonis bersalah di pengadilan tipikor dan 1 orang sedang proses persidangan, yang terdiri dari 3 kluster, dari unsur politisi, pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan Swasta.
Mereka dari kluster politisi adalah Setyo Novanto, Mantan Ketua DPR 2014-2019; Markus Nari, mantan anggota DPR yang sedang dalam proses persidangan.
Kemudian pejabat Kemendagri ialah Irman, Plt. Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri; Sugiharto, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kementerian Dalam Negeri.
Dan dari unsur swasta Anang Sugiana Sudiharjo, Direktur Utama PT Quadra Solution; pihak Swasta Andi Agustinus; pihak swasta Made Oka Masagung; dan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Selain itu, dalam penanganan perkara ini, KPK juga menemukan adanya upaya menghalang-halangi proses hukum atau kesaksian palsu sehingga memproses 4 orang dari unsur, yakni 2 orang anggota DPR masing-masing Markus Nari dan Miryam S Hariani, Advokat Frederick Yunadi dan dokter Bimanesh Sutardjo.
Sehingga, total sampai saat ini telah diproses 11 orang, baik untuk perkara pokok kasus korupsi pengadaan e-KTP ataupun perkara obstruction of justice.
Atas perbuatannya, empat orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.