News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wacana Presiden Dipilih MPR, Pengamat: Politisi Kalau Usul Jangan Asal

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Para politis diminta tidak asal dalam memberikan usul.

Hal tersebut terkait wacana agar pemilihan presiden kembali menjadi kewenangan MPR.

Usulan itu awalnya dilontarkan Ketua DPR Bambang Soesatyo.

Bamsoet sapaan akrabnya menyatakan, Pemilu Presiden perlu dikaji untuk kembali ke tangan MPR.

Dia berdalih sistem pemilihan presiden yang berlaku saat ini menghabiskan biaya besar.

“Jangan sembarangan kalau usul. Hanya bikin gaduh saja. Kaji dulu baru sampaikan sesuai kajian itu. Sebaiknya, politisi dalam membuat usulan mengkaji dari banyak sisi, ekonomi, sosial, dan budaya. Tidak asal usul,” ujar Pengamat Politik Karyono Wibowo dalam pernyataannya, Selasa(13/8/2019).

Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute tersebut mengatakan usulan dari Bamsoet tersebut dinilai tidak punya dasar.

Baca: Fakta Pembunuhan Ni Putu Yuniawati, Motif Tersangka hingga Pengakuan Bagus Putu

Baca: Peringatan Dini BMKG: Sejumlah Wilayah Hujan Lebat Disertai Angin Kencang & Petir, Selasa 13 Agustus

Baca: Peras Pejabat Gresik, Oknum Anggota LSM Ini Minta Rp 50 Juta Tapi Dikasih Rp 5 Juta Mau

Baca: Dewi Perssik Bagikan Gambar Desain Musholla Adil yang akan Dibangun untuk Mendiang Sang Ayah

Wacana pengembalian pemilihan presiden ke MPR justru bertentangan dengan kehendak rakyat.

Karyono menyatakan dari berbagai riset dan survei, mayoritas publik tetap menginginkan pemilihan langsung. Selain lebih demokratis, juga transparan.

“Mayoritas responden dalam berbagai survei justru banyak menginginkan pemilihan langsung," kata Karyono.

Argumentasi Bamsoet lanjut Karyono yang menyebut bahwa pemilihan langsung menimbulkan sentimen SARA, tak bisa menjadi alasan.

Menurutnya ada instrumen hukum lain yang bisa menangani.

Tinggal dipertegas saja jika ada perilaku SARA yang merusak, maka aparat hukum bisa bertindak.

Adapun soal biaya besar, masih banyak celah lain untuk efisiensi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini