TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengungkapkan kendala mengapa hingga saat ini pihaknya belum menyerahkan salinan putusan lengkap milik Syafruddin Arsyad Temenggung kepada KPK.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menyampaikan, salinan putusan milik mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), terdakwa kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masih diproses karena berkas tebal.
"Masih dalam proses, putusan Tipikor itu bukan selembar dua lembar. Itu berlembar-lembar bisa ratusan bisa ribuan, jadi mohon dimengerti. Majelis pasti sudah sangat paham itu," ujar Abdullah di Gedung MA, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Baca: Polisi yang Tertembak di Jayapura Tidak Terkait Pengamanan Unjuk Rasa
MA juga membuka pintu jika KPK melakukan upaya hukum lebih tinggi. Namun keputusan akhir tetap ada di tangan hakim.
"Kalau dikaitkan KPK ya kita tidak bisa menanggapi, upaya hukum itu hak asasi, siapa pun juga, hak asasi warga negara, mengajukan apapun itu hak asasi. Masalah tuntutan benar dan tidak itu majelis yang akan periksa," ucap Abdullah.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah pernah mengatakan, usai putusan lepas Syafruddin dibacakan oleh MA, KPK hanya menerima petikan putusan saja. KPK menyesali lambannya pihak MA menyerahkan salinan putusan yang lengkap.
"Sampai saat ini setelah lebih satu bulan, salinan putusan lengkap belum diterima. Jika putusan dapat diakses secara cepat tentu langkah-langkah hukum berikutnya juga dapat ditentukan dengan lebih tepat," sesal Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Baca: Wagub Papua Barat: Kondisi di Manokwari Sudah Kondusif
Diketahui, Majelis Kasasi MA menyatakan Syafruddin melakukan perbuatan sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada KPK. Namun, perbuatan itu bukan merupakan perbuatan pidana korupsi.
"Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya," demikian bunyi amar putusan kasasi No. 1555 K/PID.SUS/2019 tertanggal 9 Juli 2019.
Jika dihitung sejak putusan itu disahkan yaitu pada 9 Juli 2019, hingga hari ini berarti sudah sebulan lebih. Dengan waktu selama itu, menjadi aneh kalau salinannya belum juga diterima KPK.