Pakar politik menyebut Risma berpeluang menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Capres 2024, begini tanggapan Risma.
TRIBUNNEWS.COM - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, menjadi sorotan publik selama beberapa waktu silam.
Risma disinyalir berpeluang menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 2022 dan Calon Presiden 2024.
Spekulasi ini bermula dari kunjungan Bapemperda dan Pemprov DKI Jakarta di Surabaya, Senini (29/7/2019) silam.
Kala itu, Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus mengatakan Risma cukup terkesima mendengar anggaran pengelolaan sampah di DKI Jakarta.
Baca: Tri Rismaharini: Kalau Ada Kesalahan dari Kami di Surabaya, Saya Mohon Maaf
Baca: Tri Rismaharini Tegaskan Tidak Ada Mahasiswa Papua yang Diusir dari Surabaya
Baca: Soal Pilwali Surabaya 2020, Ahok Bongkar Tugas Partai Untuknya, Bakal Gantikan Wali Kota Risma?
Disebutkan, anggaran pengelolaan sampah di DKI Jakarta sebesar Rp 3,7 Triliun.
Sementara itu, pengelolaan sampah di Surabaya berkisar 30 miliar.
Dalam kunjungan tersebut, sebuah kalimat terlontar dari Bestari mengenai Risma.
"Maka, tergambar pada hari ini kenapa kita harus ke Surabaya. Apa mesti Bu Risma ini kita boyong ke Jakarta dalam waktu dekat atau bagaimana?" kata Bestari dalam siaran Kompas TV.
Risma pun hanya menanggapi perkataan Bestari tersebut.
Waktu pun semakin berjalan.
Tahun depan, Pilkada serentak digelar.
Jabatan Risma segera usai.
Sepuluh tahun Risma menjalankan amanah menjadi Wali Kota Surabaya.
Selama itu pula, Risma menuai prestasi atas kinerjanya.
Sejumlah penghargaan dunia telah diraih.
Penghargaan tersebut diantaranya yakni Wali Kota Terbaik Dunia tahun 2014, 50 Tokoh Berpengaruh oleh Majalah Fortune tahun 2015, Bung Hatta Anti-Corruption Awards tahun 2015, dan Wali Kota Terbaik Dunia versi World Mayor Project tahun 2016.
Namun, ini adalah tugas terakhirnya.
Risma tak dapat mencalonkan diri lagi menjadi Wali Kota karena telah sempurna dua periode.
Kini, jelang purna bakti, Risma mendapat mandat sebagai Pimpinan Pengurus Pusat Partai PDI Perjuangan.
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri melantik Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai Ketua DPP Bidang Kebudayaan PDI-P di Kantor DPP PDI-P, Senin (19/8/2019).
"Ya aku belum tahu ya nanti, tak coba lah ya. Aku kan belum pernah jadi pengurus partai, jadi ya belajar lah, nanti coba dilihat," kata Risma kepada tim Kompas TV.
Masuknya nama Risma dalam kepengurusan partai pemenang Pemilu 2019 memunculkan spekulasi.
Risma sedang dipersiapkan untuk gelanggang baru.
Pertama, Risma berpeluang menjadi menteri Jokowi.
Kedua, Risma berpotensi maju dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2022 dengan bekal prestasi mentereng sebagai Wali Kota satu dekade.
Peluang terpilih menjadi pemimpin DKI Jakarta terbuka lebar.
Pada akhirnya, jika Risma berhasil mengemban, akan mungkin memiliki peluang masuk ke kancah Pemilu Presiden 2024.
Sebelumnya, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengungkap, ada tiga golongan yang akan masuk bursa Capres 2024.
Tiga golongan tersebut yakni Kepala Daerah, Ketua Umum Partai Politik, serta Menteri dan Pejabat Pusat.
Akankah Pilpres menjadi ujung langkah Risma?
Mengenai hal tersebut, Aiman mewawancarai pakar politik Universitas Airlangga, Suko Widodo.
Dalam program "Aiman" Kompas TV, Aiman menanyakan pandangan Suko mengenai peluang Risma.
"Kalau melihat Kongres PDIP di Bali, beliau menjadi salah satu ketua divisi di DPP Pusat," ucap Suko.
"Ada sinyal dari pemberian jabatan kepada Bu Risma?" tanya Aiman.
"Artinya itu menandakan bahwa karir Bu Risma justru menjadi lembaran baru yang lebih besar dan nasional daripada di Kota Surabaya," jawab Suko.
Aiman pun menanyakan mengenai kemungkinan jabatan Risma selanjutnya, apakah akan menjadi menteri Jokowi periode 2019-2024, gubernur DKI Jakarta 2022, atau Capres 2024.
Suko pun menjawab dengan yakin.
"Kemungkinan (pilihan) dua dan tiga lah. Kira-kira itu," tukas Suko.
Aiman bertanya, mengapa Risma dipandang tidak memiliki kemungkinan menjadi menteri Jokowi.
Suko memberikan keterangan menurut pengamatannya.
"Menurut saya, sejauh ini Bu Risma tidak terlalu banyak interaksi dengan presiden, karena menteri kan haknya prerogratif presiden," jelas Suko.
"Meskipun sangat mungkin dan banyak orang menjagokan itu. Tetapi menurut saya, Bu Risma punya pengalaman terhadap kewilayahan, bukan pada per bidang seperti menteri," imbuh Suko.
Tanggapan Risma
Di tempat terpisah, Aiman mewawancarai Risma mengenai kemungkinannya dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Risma pun menanggapi dengan jelas spekulasi yang beredar.
"Sekali lagi saya nggak tahu, pertama. Yang kedua, saya memang punya prinsip bahwa jabatan itu nggak boleh diminta, terutama jadi kepala daerah, karena itu sangat berat sekali," jelas Risma.
Risma menerangkan, tanggung jawab sebagai kepala daerah sangat besar.
Semua orang akan bergantung kepada satu sosok tersebut.
"Nah, karena itu saya tidak berani untuk pingin, 'oh ya saya yakin saya bisa', karena itu pasti berat," ujarnya.
Menanggapi ketidakinginan Risma menjadi kepala daerah, Aiman menanyakan kemauan Risma menjadi Wali Kota Surabaya selama dua periode.
"Kenapa bu Risma kemarin mau jadi wali kota?" tanya Aiman.
"Saya sudah berusaha menghindar, tetapi nggak bisa. Itu yang namanya takdir. Saya nggak bisa lagi menghindar. Kalau takdir Tuhan sudah seperti itu, saya mau apa?" jawab Wali Kota Surabaya itu.
"Ibu tidak ingin menjadi kepala daerah, sebenarnya?" Aiman lanjut bertanya.
Risma pun mengiyakan dengan tegas.
"Kenapa, Bu? Karena Ibu memimpin dua periode ini dengan tingkat kekuasaan di atas rata-rata, mendapat ratusan penghargaan?" tanya Aiman.
Menurut Risma, seseorang tidak bisa dinilai dari penghargaannya.
"Orang percaya dengan kapasitas saya, Tapi kan tidak bisa seperti itu, rakyat tidak menilainya seperti itu," ujar Risma.
"Seseorang bisa ngomong bahwa dia tidak merasakan sentuhan saat Risma jadi wali kota. Makanya, saya selalu sampaikan itu ke seluruh ketua RT, ketua RW, Lurah, Camat, Kepala Dinas, 'Tolong cari orang-orang yang sakit, tidak bisa berobat, yang tidak bisa makan, anak yatim, orang yang terlantar, ayo kita rawat'," jelas Risma panjang.
Risma merasa, uang pemerintah kota sangat terbatas.
Oleh karena itu, sebagai kepala daerah, sudah semestinya dia harus menyelesaikan masalah tersebut.
"Saya tidak ingin suatu hari di Padang Mahsyar dipanggil hanya karena tidak adil dengan satu orang," ungkap Risma.
Hal itulah yang membuat Risma mau menjadi wali kota, meskipun sebenarnya tidak pernah mau menjadi kepala daerah.
Ketika terpilih kedua kali pun, Risma mengaku tidak bersyukur.
Itu karena Risma takut untuk tidak bisa berlaku adil.
Sementara itu, Aiman menyinggung pernyataan Jokowi mengenai adanya satu kepala daerah yang dijadikan menteri.
Menurut Aiman, pengangkatan kepala daerah sebagai menteri didasarkan kepada faktor kedekatan, kepemimpinan yang luar biasa, serta jangka waktu kepemimpinan.
Menanggapi hal itu, Risma mengelak dengan tegas,
"Matematika jabatan tidak seperti itu. Tidak karena prestasi, dua kali jabatan, pasti ada faktor-faktor lain yang pasti tidak seperti itu. Makanya, saya tidak pernah membayangkan (jadi menteri)," ucap Risma.
"Kalau Jokowi meminta Bu Risma memerintah?" tanya Aiman.
"Saya nggak tahu, yang bisa njawab kan bukan saya, nanti Tuhan yang akan menjawab," jawab Risma.
Lantas, Aiman kembali membahas mengenai peluang Risma dalam Pemilu Presiden 2024 mendatang.
Risma merespons hal tersebut dengan santai.
"Ya tadi saya sampaikan. Kok berani-beraninya Risma bermimpi atau membayangkan. Saya terus terang ambisi aja nggak. Kepingin, nggak. Mimpi, bayangin aja nggak," cetus Risma.
"Menteri, gubernur, capres, sama sekali tidak, Bu?" tanya Aiman penasaran.
Risma pun menjawab "tidak" dengan tegas.
Aiman tampak tak yakin dengan ketegasan Risma.
Ia pun kembali bertanya.
"Ibu yakin dengan apa yang Ibu katakan?" tanya Aiman.
"Iya. Yakin," ucap Risma sungguh-sungguh.
Di akhir perbincangan, Aiman menanyakan apa yang ingin Wali Kota Surabaya itu capai dalam kehidupan pribadianya.
"Saya berharap, saya bisa berarti untuk orang lain dalam jabatan apa pun," tutup Risma.