News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ijin Usaha SPAM Dikuasai Negara, Swasta Tetap Dilibatkan

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fary Djemi Francis

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi V DPR RI dan Pemerintah sepakat membawa naskah RUU Sumber Daya Air (SDA) ke pembicaraan tingkat kedua atau rapat paripurna untuk pengesahannya menjadi Undang-Undang.

Ketua Komisi V DPR, Fary Djemi Francis  menyatakan dengan disepakatinya rumusan naskah RUU SDA oleh pemerintah dan 10 fraksi di DPR, Komisi V akan segera mengajukannya ke bamus.

"Diperkirakan pekan depan, atau awal September pelaksanaan rapat paripurna untuk pengesahan menjadi UU SDA,” kata Fary kepada awak media, usai rapat kerja pemerintah dan DPR, di Gedung DPR RI, Selasa (26/08/19).

Sebelumnya, dalam laporan Ketua panitia kerja (Panja) RUU SDA, Lazarus, menyatakan rapat Panja yang baru saja berakhir pada 22 Agustus lalu menghasilkan kesepakatan terkait DIM No 408 atau pasal 55 ayat 1.

“Panja sudah bulat menyepakati Pasal 55 yang terkait pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) bahwa SPAM menjadi tanggung jawab negara sesuai pasal 33 UUD dan putusan MK . Dimana pada pasal 33 ayat (3) menyebutkan, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” kata Lazarus dalam laporannya kepada peserta raker (26/08/19).

Baca: Paspampres Cantik Ibu Negara Ngamuk di Medsos, Sandhyca Putrie Geram dengan Kata Tak Pantas Ini

Penguasaan SPAM oleh Negara juga ditegaskan Basuki Hadimulyono Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), usai pelaksanaan raker.

“Dalam draft RUU SDA terbaru ini ijin usaha SPAM dipegang BUMN, BUMD dan BUMDES. Ini menjadi jawaban atas semangat komitmen pemerintah dan DPR untuk menegaskan makna penguasaan Negara terhadap air,” tegas Basuki.

Namun, dalam penyelenggaraannya, khususnya terkait pendanaan bagi prasarana SPAM, Basuki menyatakan pemerintah tetap bisa bekerjasama dengan swasta.

Sebab, anggaran penyelenggaraan SPAM, yang disebut-sebut mencapai Rp300 triliun, menurut Basuki tidak akan ditanggung sendirian oleh pemerintah.

“Bagaimanapun anggaran SPAM tidak ditanggung sendiri oleh pemerintah. Makanya ada peran swasta di situ untuk prasarana. Dimungkinkan kok swasta ikut ambil bagian bekerjasama dengan pemerintah, dalam hal ini BUMN, BUMD dan BUMDes,” ujar Basuki.

Ia menjelaskan tentang skema Kerjasama antara Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum, selama ini juga sudah berlangsung untuk proyek infrastruktur SPAM.

“Ini kan sudah ada aturannya untuk KBPU. Jadi nantinya bisa seperti itu lagi, dengan swasta bisa pake (skema) KBPU,” tambahnya.

Adapun pengaturan lebih lanjut tentang pelibatan swasta dalam pengelolaan SPAM ini, kata Basuki, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

“Sebenarnya PP tentang SPAM itu juga sudah ada dan selama ini juga kita mengacunya kepada PP yang ada. Tapi nantinya dengan adanya UU SDA baru tentu akan ada penyesuaian karena harus mengacu kepada yang baru,” tegas Basuki.

Pernyataan Menteri PUPR terkait pelibatan swasta dalam pengelolaan SPAM dengan skema KPBU setidaknya bisa membuat lega kalangan swasta yang bergerak di industri SPAM sekaligus menjawab kekhawatiran bahwa RUU SDA yang baru akan menutup sama sekali celah berusaha bagi swasta dalam pengelolaan SPAM.

Sebelumnya, kekhawatiran ini sempat diutarakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, yang mempertanyakan tentang peran swasta bila semua ijin usaha dikuasai oleh Negara.

“Bila swasta tidak dilibatkan bagaimana akibatnya dengan pembatalan beberapa proyek yg sudah dibangun oleh sektor swasta?” kata Hariyadi beberapa waktu lalu dalam Konferensi Pers Apindo, di Jakarta.

Ia juga mengeluhkan pengusahaan air secara mutlak oleh pemerintah akan mengurangi peran sektor swasta yang menjadi leading sector. Dampak lainnya bila swasta tidak dilibatkan di investasi, kata Hariyadi, manufaktur tidak berjalan dan justru berpotensi menjadikan Indonesia sebagai Negara pedagang (trader).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini