Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) Roby Arya Brata menyebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kerap dijadikan ajang untuk memeras oleh oknum penegak hukum.
Hal itu disampaikan Roby saat seleksi wawancara dan uji publik capim KPK di gedung Setneg, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Awalnya Roby ditanya oleh Panelis Meutia Ghani Rochman soal maraknya korupsi di daerah dan kewenangan penetapan tersangka oleh kepolisian dan kejaksaan.
Roby lalu membeberkan kelemahan KUHP yang dinilainya sebagai alat memeras.
Baca: Pansel KPK Kerap Dikritik, Moeldoko: Kalau Mau Cari Sempurna di Surga Saja
Baca: Tri Susanti, Pendukung Prabowo di Pilpres, Kini Tersangka Kasus Rasisme di Asrama Mahasiswa Papua
Baca: Kisah Siswa Paskibra Hilang Seusai Upacara Penurunan Bendera Hingga Sekarang
"Polisi dan Kejakasan begitu powerfull, dia punya power yang begitu besar untuk menetapkan tersangka. Di sini pasal korupsinya terjadi jual beli tersangka, dan pasal-pasal lainnya, sementara pengawasannya lemah, jadi yang mesti direform (ubah) adalah KUHPnya. Karena KUHP menjadi sumber memeras," ujar Roby Arya.
Roby yang merupakan Sekretariat Kabinet sebagai Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha pada Kedeputian Bidang Perekonomian ini menyebut akan mengusahakan agar pasal-pasal korupsi dalam KUHP bisa diubah meski memakan waktu yang lama.
"Jangka ke depan KUHPnya di reform, diskresi harus dikontrol, enggak seenaknya polisi dan jaksa menetapkan orang jadi tersangka, atau pasal itu harus di reform," tambahnya.
Diketahui, hari ini Kamis (29/8/2019) merupakan hari ketiga atau hari terakhir pelaksanaan uji publik dan wawancara yang digelar oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK atau Pansel KPK.
Keenam Capim KPK yang melakukan uji publik dan wawancara yaitu Roby Arya - PNS Seskab, Sigit Danang Joyo - PNS Kemenkeu, Sri Handayani - Anggota Polri, Sugeng Purnomo - Jaksa, Sujarnako - Pegawai KPK, dan Supardi - Jaksaā€ˇ.