Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Fahri Bachmid, mengatakan pemerintah harus segera mempersiapkan payung hukum untuk memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke sebagian Kabupaten Penajam Pasir Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara.
Untuk mempersiapkan payung hukum berupa undang-undang, kata dia, pemerintah atau dalam hal ini presiden melakukan pembahasan bersama dengan DPR RI.
"Dibahas secara operasional dalam bentuk pengajuan RUU terkait pemindahan itu beserta segala akibat hukumnya, serta dilakukan penyelarasan serta perubahan atas berbagai UU terkait bersama dengan DPR,” kata Fahri, saat dihubungi, Rabu (28/8/2019).
Baca: Jelang Bandung United vs PSGC Ciamis Liga 2 2019: Andri Wijaya Sesumbar Mampu Kalahkan Tuan Rumah
Baca: Liga 1 2019, Arema FC: Jelang Lawan PSIS, Akahoshi Berpeluang Debut
Baca: Kejuaraan Dunia Badminton: Hendra/Ahsan raih gelar juara ketiga kali untuk rakyat Indonesia
Dia menjelaskan, sejarah ketatanegaraan berkaitan dengan pemindahan ibu kota negara setidaknya pernah beberapa kali ibu kota negara dipindahkan, walaupun secara konstitusional harus dibaca dalam kerangka serta konteks darurat negara.
Pemindahan ibu kota negara, kata dia, terjadi pada awal kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu, ibu kota negara pindah dari DKI Jakarta ke Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain itu, dia melanjutkan, Presiden Soekarno memberikan surat kuasa kepada Safruddin Prawiranegara untuk mendirikan pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi Sumatera Barat.
Dia menambahkan, presiden sebagai kepala negara mempunyai kewenangan konstitusional untuk menyatakan pemindahan ibu kota negara. Wewenang presiden itu merujuk pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
”Secara konstitusional berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (1) dan ketentuan pasal 25A UUD 1945, presiden sebagai kepala negara mempunyai kewenangan konstitusional untuk menyatakan pemindahan ibu kota negara RI," tambahnya.