Inilah sosok Tri Susanti, tersangka ujaran kebencian saat insiden di Asrama Papua Mahasiwa Surabaya. Relawan Prabowo yang pernah bersaksi di MK.
TRIBUNNEWS.COM - Polisi telah menetapkan seorang tersangka dalam dugaan penyebaran ujaran kebencian, penghasutan, dan hoaks terkait perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Dialah Tri Susanti yang jadi koordinator lapangan saat pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya pada Jumat (16/8/2019).
Saat pengepungan, Tri Susanti menjabat sebagai Wakil Ketua Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI/Polri (FKPPI) Surabaya, walau kini ia telah dipecat.
Dikutip dari Kompas.com, Tri Susanti sempat diperiksa selama 10 jam di Markas Polda Jatim sejak pukul 15.00 WIB dari Senin (26/8/2019) hingga pukul 01.00 WIB Selasa dini hari.
Baca: Tri Susanti Tersangka Ujaran Kebencian Asrama Papua Surabaya, Hanya Aksi Pribadi, Sempat Minta Maaf
Baca: Tri Susanti Dikunjungi Banyak Kerabat Usai Ditetapkan Jadi Tersangka
Baca: 5 Fakta Baru Tri Susanti, Wakil Ormas yang Minta Maaf soal Aksi di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya
Nama Tri Susanti sempat jadi buah bibir setelah insiden di Asrama Mahasiswa Papua setelah adanya kabar, ia adalah caleg dari Partai Gerindra.
Kabar itu tidak dibantahnya sebab dirinya memang pernah maju dalam Pileg 2019 dari Gerindra.
Tri Susanti juga membenarkan kabar dirinya pernah bersaksi di Mahkamah Konstitusi (MK) saat sidang sengketa Pilpres 2019 sebagai relawan Prabowo.
Berikut sosok sosok Tri Susanti, tersangka ujaran kebencian saat insiden di Asmara Papua Mahasiwa Surabaya, yang dirangkum Tribunnews.com:
1. Caleg Gerindra
Dari penelusuran Tribunnews.com, Tri Susanti sempat maju sebagai caleg anggota DPRD Kota Surabaya mewakili Partai Gerindra.
Dari laman KPU Surabaya, Tri Susanti maju dari dapil Surabaya 3 meliputi Bulak, Gunung Anyar, Mulyorejo, Rungkut, Sukolilo, Tenggilis Mejoyo, dan Wonocolo.
Nama Tri Susanti berada di nomor urut delapan dari sembilan caleg.
Sayangnya, ia gagal di Pileg 2019 karena tidak mendapatkan suara yang cukup.