Sebelumnya, pegiat antikorupsi Saor Siagian mengatakan, sedikitnya 500 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi telah menandatangani penolakan calon pimpinan KPK Irjen Firli untuk menjadi pimpinan KPK peridoe 2019-2023.
Menurut Saor, penolakan tersebut harus menjadi alarm bagi Panitia Seleksi Capim KPK dalam menyaring sepuluh nama capim KPK yang akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
Saor mengatakan, penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lainnya yang merasa gelisah karena Firli pernah melanggar kode etik saat menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK dan tidak mengakuinya.
Ia pun mengaku mendapat info adanya penolakan pegawai KPK itu dari Penasihat KPK M Tsani Annafari. Tsani pun mengakui adanya penolakan tersebut.
Menurut Tsani, penolakan itu menunjukkan bahwa para pegawai KPK tak mau dipimpin oleh seseorang yang bermasalah.
Sosok Irjen Firli menjadi sorotan karena ia mengaku tak pernah melanggar kode etik selama ia menjadi Direktur Penindakan KPK. Namun, klaim Firli itu dibantah oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
"Setelah saya cek ke pimpinan KPK, kami pastikan informasi tersebut tidak benar."
"Pimpinan KPK tidak pernah menyatakan apalagi memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran etik oleh mantan pegawai KPK (Firli) yang sekarang sedang menjalani proses pencalonan sebagai Pimpinan KPK," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Harapan publik di tangan Jokowi Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebutkan bahwa harapan publik terhadap capim KPK ada di tangan Jokowi.
"Masih ada ruang mempertimbangkan nama-nama itu untuk masuk ke DPR. Karena hanya sampai di Jokowi harapan publik optimistis. Jika sudah maju ke DPR, semua serba pragmatis," ujar Lucius, Minggu (1/9/2019).
Harapan publik yang dimaksud yakni bahwa pimpinan KPK yang terpilih nanti merupakan orang yang profesional, berintegritas dalam memberantas korupsi, serta memiliki rekam jejak yang baik dalam hal pemberantasan korupsi.
"Kunci terakhir dari proses rekutmen capim ada di Presiden Jokowi. Beliau yang menunjuk pansel melakukan seleksi itu dan bertanggunggjawab atas hasil seleksi. Ini bisa digunakan, diproses, atau tidak," ujar dia.
Baca: Cerita Lengkap Hilangnya Wanita Asal Surabaya di Australia, Diduga Korban Pembunuhan Suami Bulenya
Menurut dia, beragam penilaian publik terhadap 20 orang nama capim KPK yang dihasilkan pansel ini, jika tidak direspons pansel, tugas Jokowi-lah yang memastikan suara publik terakomodasi.
Baca: Netizen Heboh Penampakan Sosok Bima di Kisah Horor KKN di Desa Penari, Begini Klarifikasi Penulisnya
"Jika Jokowi masih konsisten dengan apa yang jadi penilaiannya, yakni (capim) yang cukup berintegritas, maka dia harus memastikan nama-nama yang akhirnya dibawa ke DPR bukan nama-nama yang jadi pusat kritikan publik, khususnya dari Polri dan Kejaksaan," kata dia.
Baca: Polisi: Ada Unsur Kesengajaan di Aksi Pengibaran Bendera Bintang Kejora di Seberang Istana