TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Senin (2/9/2019) ini, Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) akan menyerahkan 10 nama capim terpilih kepada Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
Rencananya, pansel menyerahkan 10 nama capim KPK terpilih pada pukul 15.00 WIB. Meski tahapan seleksi sudah menuju tahap akhir, sejumlah kritik masih terus menghantui Pansel Capim KPK.
Bahkan, Pansel Capim KPK periode 2019-2023 ini dianggap sebagai pansel terburuk yang pernah ada selama penjaringan capim KPK.
Hal tersebut tak terlepas dari banyaknya capim yang memiliki rekam jejak buruk, tetapi diloloskan oleh pansel.
Tak heran jika publik pun geram kepada pansel, salah satunya Koalisi Masyarakat Sipil yang merupakan gabungan dari berbagai organisasi pegiat anti-korupsi.
"Saya khawatir di antara pansel terdahulu, ini Pansel terburuk yang pernah ada yang mungkin pula potensi untuk memunculkan kualitas KPK yang sama buruknya," kata Pengamat Politik Exposit Strategic Arif Susanto dalam diskusi Formappi di Matraman, Jakarta Timur, Minggu (1/9/2019).
Baca: Koalisi Masyarakat Sipil: Hentikan Sweeping Asrama Mahasiswa Papua
Para capim yang diloloskan tetapi memiliki rekam jejak buruk tersebut di antaranya berasal dari kepolisian dan kejaksaan.
Capim dari kepolisian yakni Irjen Pol Antam Novambar, Brigjen Pol Bambang Sri Herwanto, Firli Bahuri, dan Brigjen Sri Handayani.
Sementara itu, dari kejaksaan yakni Sugeng Purnomo, Johanis Tanak, dan Jasman Panjaitan.
Prosedural dan Resisten Kritik
Pengamat politik Jeirry Sumampow menilai, Pansel Capim KPK saat ini terlalu prosedural dan resisten terhadap masukan dan kritik.
"Terlalu prosedural. Bahkan kalau kita lihat mereka resisten terhadap masukan dan kritik karena mereka merasa secara prosedural sudah melaksanakan itu dan dalam proses itu mereka tidak berpihak dan lain-lain," kata Jeirry.
Ia juga mengatakan, salah satu tantangan Pansel KPK yakni kemandirian dan independensi.
Namun, Pansel Capim KPK ini justru menempatkan hal tersebut dalam frame prosedur dan administratif.
Sebelumnya, pegiat antikorupsi Saor Siagian mengatakan, sedikitnya 500 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi telah menandatangani penolakan calon pimpinan KPK Irjen Firli untuk menjadi pimpinan KPK peridoe 2019-2023.
Menurut Saor, penolakan tersebut harus menjadi alarm bagi Panitia Seleksi Capim KPK dalam menyaring sepuluh nama capim KPK yang akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
Saor mengatakan, penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lainnya yang merasa gelisah karena Firli pernah melanggar kode etik saat menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK dan tidak mengakuinya.
Ia pun mengaku mendapat info adanya penolakan pegawai KPK itu dari Penasihat KPK M Tsani Annafari. Tsani pun mengakui adanya penolakan tersebut.
Menurut Tsani, penolakan itu menunjukkan bahwa para pegawai KPK tak mau dipimpin oleh seseorang yang bermasalah.
Sosok Irjen Firli menjadi sorotan karena ia mengaku tak pernah melanggar kode etik selama ia menjadi Direktur Penindakan KPK. Namun, klaim Firli itu dibantah oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
"Setelah saya cek ke pimpinan KPK, kami pastikan informasi tersebut tidak benar."
"Pimpinan KPK tidak pernah menyatakan apalagi memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran etik oleh mantan pegawai KPK (Firli) yang sekarang sedang menjalani proses pencalonan sebagai Pimpinan KPK," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Harapan publik di tangan Jokowi Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebutkan bahwa harapan publik terhadap capim KPK ada di tangan Jokowi.
"Masih ada ruang mempertimbangkan nama-nama itu untuk masuk ke DPR. Karena hanya sampai di Jokowi harapan publik optimistis. Jika sudah maju ke DPR, semua serba pragmatis," ujar Lucius, Minggu (1/9/2019).
Harapan publik yang dimaksud yakni bahwa pimpinan KPK yang terpilih nanti merupakan orang yang profesional, berintegritas dalam memberantas korupsi, serta memiliki rekam jejak yang baik dalam hal pemberantasan korupsi.
"Kunci terakhir dari proses rekutmen capim ada di Presiden Jokowi. Beliau yang menunjuk pansel melakukan seleksi itu dan bertanggunggjawab atas hasil seleksi. Ini bisa digunakan, diproses, atau tidak," ujar dia.
Baca: Cerita Lengkap Hilangnya Wanita Asal Surabaya di Australia, Diduga Korban Pembunuhan Suami Bulenya
Menurut dia, beragam penilaian publik terhadap 20 orang nama capim KPK yang dihasilkan pansel ini, jika tidak direspons pansel, tugas Jokowi-lah yang memastikan suara publik terakomodasi.
Baca: Netizen Heboh Penampakan Sosok Bima di Kisah Horor KKN di Desa Penari, Begini Klarifikasi Penulisnya
"Jika Jokowi masih konsisten dengan apa yang jadi penilaiannya, yakni (capim) yang cukup berintegritas, maka dia harus memastikan nama-nama yang akhirnya dibawa ke DPR bukan nama-nama yang jadi pusat kritikan publik, khususnya dari Polri dan Kejaksaan," kata dia.
Baca: Polisi: Ada Unsur Kesengajaan di Aksi Pengibaran Bendera Bintang Kejora di Seberang Istana
Selain itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai bahwa capim KPK terpilih akan menjadi penentu kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi.
"Kalau konteks capim KPK salah pilih orang, dukungan kepada Jokowi juga akan turun karena Jokowi dianggap pionir dalam konteks pemberantasan korupsi. Kalau KPK jatuh, dukungan masyarakat kepada Jokowi juga akan turun di tengah parpol," ujar Ray.
Tanggapan Pansel Capim KPK
Menanggapi kritikan tersebut, Anggota Pansel Capim KPK Hendardi menyebutkan bahwa pansel apa pun pasti akan bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
"Yang pasti kami bekerja berdasarkan data dan fakta-fakta serta rekam jejak capim yang mendaftar. Tentu tidak berdasarkan asumsi-asumsi," ujar Hendardi kepada Kompas.com, Minggu (1/9/2019).
"Sepuluh nama yang akan kami sampaikan ke Presiden sudah melalui seleksi yang ketat dan profesional. Besok pagi akan kami tentukan 10 nama yang disetor ke Presiden," kata dia.
Namun, semua masukan dari pihak manapun, baik dari unsur KPK, akademisi, guru besar, LSM, tokoh masyarakat, dan lain-lainnya tetap dijadikan pertimbangan dan menjadi masukan tersendiri bagi pansel.
Hanya saja, hal-hal yang sifatnya masih dugaan atau indikasi dan belum pasti, maka hal tersebut tidak bisa dipaksakan kepada Pansel untuk diterima sebagai kebenaran.
"Pansel sejak awal mendapat mandat Presiden, berupaya memperoleh capim yang bersih dan berintegritas yang dapat memimpin KPK dengan baik. Dan kami teguh pada integritas dan indepedensi kami dalam melakukan proses seleksi yang terbuka," ucap dia.
Ke-10 orang capim KPK yang diserahkan kepada Jokowi itu akan menjalani fit and proper test di DPR. Dari hasil fit and proper test, hanya akan ada lima orang saja yang terpilih sebagai pimpinan atau komisioner KPK periode 2019-2023.
Penulis : Deti Mega Purnamasari
Sebagian artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul Kritik Terus Hantui Pansel Capim KPK, Jokowi Jadi Penentu Harapan Publik