TRIBUNNEWS.COM - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyasar Bupati Bengkayang, Kalimantan Barat.
Berikut rangkuman OTT KPK di Kalimantan Barat dihmpun Tribunnews.com, Rabu (4/9/2019):
1. Bupati Bengkayang Ditangkap Bersama Empat Orang Lainnya
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, salah satu orang yang ditangkap yakni Bupati Bengkayang Suryadman Gidot.
"Lima orang (ditangkap) termasuk bupati," kata Febri kepada wartawan, Rabu (4/9/2019).
Febri mengatakan, KPK juga menangkap sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Bengkayang.
Namun, Febri tidak menyebut nama-nama mereka.
Baca: Bosnya Jadi Tersangka KPK, PTPN III Siap Kooperatif
Menurut Febri, dua orang pejabat Pemkab Bengkayang yang ditangkap dibawa dari Pontianak ke Jakarta pagi tadi.
Sementara itu, pejabat Pemkab Bengkayang lainnya sudah berada di Gedung KPK dan tengah menjalani pemeriksaan intensif.
2. KPK juga Tangkap Sekda dan Seorang Kepala Dinas Pemkab Bengkayang
Masih mengutip di Kompas.com, Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Bengkayang dan seorang kepala dinas di lingkungan Pemkab Bengkayang ikut diamankan KPK dalam kegiatan operasi tangkap tangan di Kalimantan Barat, Selasa (3/8/2019) kemarin.
"Selain Bupati, KPK juga mengamankan Sekda dan salah satu kepala dinas," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (4/9/2019).
3. OTT di Sumatera Selatan dan Jakarta
Sebelum melakukan OTT di Kalimantan Barat, KPK melakukan OTT di Sematera Selatan dan Jakarta.
OTT pertama berlangsung di Palembang dan Muara Enim, Sumatera Selatan pada Senin.
Dalam OTT ini, KPK menangkap Bupati Muara Enim Ahmad Yani yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Mulanya, pada Senin sore pukul 15.30 tim KPK mendapati pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi bersama stafnya, Edy Rahmadi menemui Kepala Bidang Pembangunan Jalan Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar di sebuah restoran mi ayam di Palembang.
Pada pukul 15.40 WIB, tim KPK melihat adanya penyerahan uang dari Robi ke Elfin.
Setelah melihat penyerahan uang, tim KPK pun segera melakukan penangkapan.
"Setelah penyerahan uang terlaksana, sekitar pukul 17.00 WIB, tim mengamankan EM dan ROF beserta staf dan mengamankan uang sejumlah 35.000 dollar AS," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa malam.
Secara paralel pada pukul 17.31 WIB, tim KPK mengamankan Bupati Ahmad Yani di kantornya di Muara Enim.
Tim juga mengamankan sejumlah dokumen.
Namun, KPK tidak menjelaskan detail dokumen apa saja yang diamankan.
Dalam kasus ini, Ahmad Yani diduga menerima fee atau upah Rp 13,4 miliar dari Robi.
Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee 10 persen untuk 16 paket pekerjaan jalan tahun anggaran 2019 dengan nilai proyek sekitar Rp 130 miliar.
"Tim KPK mengidentifikasi, dugaan penerimaan sudah terjadi sebelumnya dengan total Rp 13,4 miliar sebagai fee yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Muara Enim," kata Basaria.
Baca: Selain Bupati Bengkayang, KPK Juga Ciduk Sekda dan Kepala Dinas
Menurut Basaria, pada awal tahun 2019, Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik pembangunan jalan tahun anggaran 2019.
"Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga terdapat syarat pemberian commitment fee sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan," kata Basaria. Dalam kasus ini, Ahmad Yani dan Elfin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan Robi ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
OTT di Jakarta terkait distribusi gula
Pada hari yang sama, KPK juga menggelar operasi tangkap tangan di Jakarta yang menjaring lima orang yakni Direktur Pemasaran PT Perkebunan Nusantara III I Kadek Kertha Laksana; pengelola money changer bernama Freddy Tandou, orang kepercayaan pemilik PT Fajar Mulia Transindo Pieko Njoto Setiadi bernama Ramlin.
Kemudian, Direktur Utama PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara Edward S Ginting dan pegawainya bernama Corry Luca.
"KPK mendapat informasi adanya dugaan permintaan uang dari DPU (Dolly Pulungan, Direktur Utama PT PN III) kepada PNO (Pieko) yang bergerak di bidang distribusi gula," kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif.
Pada Senin lalu, Pieko diduga meminta Freddy mencairkan sejumlah uang yang rencananya diberikan kepada Dolly.
"PNO kemudian memerintahkan RM (Ramlin) untuk mengambil uang dari kantor money changer FT (Freddy) dan menyerahkan kepada CLU (Corry) pukul 17.00 WIB di Kantor PT PN di Kuningan, Jakarta. CLU mengantarkan uang sejumlah 345.000 dollar Singapura ke IKL (Kadek)," kata Laode.
Pada pukul 20.00 WIB, tim KPK mengamankan Corry di rumahnya.
Lalu, pukul 20.30 WIB, tim KPK mengamankan Ramlin di kantornya.
"Tim kemudian bergerak ke kantor IKL dan mengamankan IKL dan EG (Edward) di Jakarta pukul 21.00 WIB. FT kemudian diamankan di kantornya pukul 09.00 pagi ini, Selasa 3 September 2019," ujar Laode.
Sementara itu, kata Laode, tim KPK belum menemukan Dolly dan Pieko saat OTT berlangsung.
Dalam kasus ini, Dolly diduga menerima fee 345.000 dollar Singapura dari pemilik Pieko.
"Uang 345.000 dollar Singapura diduga merupakan fee terkait dengan distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PT PN III di mana DPU (Dolly) merupakan Direktur Utama di BUMN tersebut," kata Laode.
Pada 31 Agustus 2019, Pieko, Dolly dan seseorang berinisial ASB bertemu di Hotel Shangrila.
Dalam pertemuan itu, diduga Dolly meminta uang ke Pieko untuk menyelesaikan urusan pribadinya.
"Terdapat permintaan DPU ke PNO karena DPU membutuhkan uang terkait persoalan pribadinya untuk menyelesaikannya melalui ASB," kata Laode.
Baca: BREAKING NEWS - Elite Kalbar Kena OTT KPK, Nama Bupati Bengkayang Gidot Ramai Diperbincangkan
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dolly meminta Direktur Pemasaran PT PN III I Kadek Kertha Laksana menemui Pieko guna mengurus permintaan uang itu.
Uang 345.000 dollar Singapura itu diantar ke kantor PT PN III dan diserahkan ke Kadek.
Atas perbuatannya, Dolly dan I Kadek ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Sementara itu, Pieko menjadi tersangka pemberi suap.
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Ardito Ramadhan)