TRIBUNNEWS.COM – DPR kembali mewacanakan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) setelah sekian lama mengendap.
DPR bahkan mengagendakan rapat paripurna pada Kamis (5/9/2019) untuk membahas usulan Badan Legislatif (Baleg) tersebut.
Sejak wacana revisi UU KPK menjadi polemik, Baleg memang tidak pernah mempublikasikan rapat pembahasan draf rancangan undang-undang.
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (5/9/2019) anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu mengatakan rencana revisi UU KPK memang sudah menjadi pembahasan sejak 2017.
Menurutnya, semua fraksi di DPR dan pemerintah sepakat akan rencana itu.
“Ya itu kan sudah lama ada di Baleg. Pemerintah dan DPR kan sudah 2017 lalu menyepakati untuk dilakukan revisi terbatas terhadap UU KPK itu,” ujar Masinton saat dihubungi, Rabu (4/9/2019).
Lebih lanjut Masinton mengatakan bahwa poin revisi UU KPK saat ini tidak jauh berbeda dengan draf pada 2017 silam.
Adapun perubahan menyangkut pada beberapa hal, di antaranya terkait penyadapan, keberadaan dewan pengawas, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), serta status kepegawaian KPK.
Poin perubahan ini juga tidak jauh berbeda dengan rekomendasi Panitia Angket DPR RI tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Hak Angket KPK) terkait hasil penyelidikan terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK yang diumumkan pada 2018.
“Revisi terkait dengan penyadapan, dewan pengawas, kewenangan SP3 dan tentang pegawai KPK,” kata Masinton.