Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa yang menyangka jika Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie selama ini terinspirasi dari tokoh besar Jerman Helmut Schmidt.
Banyak orang yang mungkin tidak mengetahui bahwa sosok yang akrab disapa Eyang Habibie itu bersahabat dengan tokoh besar sosial demokrat Jerman tersebut.
Bahkan saat Helmut Schmidt wafat pada 2015 lalu, Eyang Habibie dalam ucapan belasungkawanya mengungkapkan kalimat yang sangat berarti.
Tanpa persahabatan antara dirinya dengan tokoh besar Sosialdemokrat Jerman itu, mungkin saat ini tidak ada demokrasi model Barat di Indonesia, sebuah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia.
Dikutip dari laman Deutsch Welle, Kamis (12/9/2019), Eyang Habibie yang juga dikenal sebagai Bapak Teknologi tersebut memang diketahui dekat dengan para pemimpin Jerman, yakni Helmut Schmidt dan penggantinya, Helmut Kohl.
Baca: 7 Fakta Pembunuhan Wanita Pemilik Cafe Penjara: Lampiaskan Nafsu Setelah Lucuti Harta Korban
Baca: Setelah Bunuh Nisa, Ayub Lampiaskan Nafsunya Atas Korban, Ini Faktanya
Di mata Eyang Habibie, Helmut Schmidt merupakan seorang negarawan besar.
Schmidt disebut sering memberikan wejangan atau nasehat kepadanya, bagaimana mengembangkan demokrasi di Indonesia.
Pernyataan tersebut Eyang Habibie sampaikan kepada media Jerman, sesaat setelah menghadiri upacara penghormatan terakhir terhadap mantan pemimpin Jerman itu di Hamburg, pada November 2015 lalu.
"Helmut Schmidt adalah bapak intelektual saya, dari-nya saya belajar bagaimana menyelesaikan masalah politik namun pada saat yang sama tetap realistis," kata Eyang Habibie.
Dan ia pun bersyukur karena Schmidt kapanpun bisa dihubungi untuk konsultasi masalah kenegaraan.
"Setiap saat saya bisa menghubungi dia (Schmidt)," jelas Eyang Habibie.
Pendiri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tersebut pun menyebut Schmidt memiliki peran dalam proses demokratisasi di tanah air.
"Proses demokratisasi di Indonesia juga berkat Helmut Schmidt, tanpa nasehat dari dia, sejarah Indonesia mungkin bisa lain ceritanya," tegas Eyang Habibie.