TRIBUNNEWS.COM - Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau semakin membutuhkan penanganan terpadu dari berbagai pihak.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo kembali menggelar Rapat Terbatas (Ratas), terkait Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau, Pekanbaru, Senin (16/09/2019).
Dikatakan Kepala BPPT Hammam Riza usai mengikuti Ratas, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pencegahan Karhutla, mutlak dilakukan. Karena kalau sudah kebakaran sangat sulit diatasi.
Oleh karena itu ditegaskan Presiden, diperlukan hujan buatan yang lebih besar. Karena harus mengatasi Karhutla puluhan ribu hektar.
Menanggapi arahan Presiden tersebut, Kepala BPPT menyatakan kesiapan pihaknya untuk terus melakukan Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
"Kami terus berfokus melakukan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca di provinsi Riau ini, yang dilaksanakan oleh Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT, guna memadamkan titik api akibat kebakaran hutan dan lahan," papar Hammam di Pekanbaru, Senin (16/09/2019).
Baca: Cegah Karhutla, BPPT Tawarkan Inovasi Biopeat untuk Suburkan Lahan Gambut
Teknologi modifikasi cuaca, atau biasa disebut hujan buatan tambah Hammam merupakan langkah penting, terkait pengurangan risiko bencana Karhutla.
"Dengan pelaksanaan hujan buatan ini, kami juga berupaya melakukan manajemen mitigasi bencana, melalui solusi teknologi modifikasi cuaca," jelasnya.
Dibandingkan dengan provinsi yang tidak melakukan TMC, pelaksanaan TMC untuk Karhutla di Riau disebut Hammam, mampu menekan hotspot.
"Namun dengan adanya peningkatan eskalasi pada beberapa hari terakhir ini, maka masih ada upaya bersama yang harus diperbaiki," jelasnya.
Operasi TMC terang Hammam, mampu menghasilkan air dalam jumlah yang sangat banyak, hingga jutaan meter kubik perhari jika dilakukan pada saat yang tepat.
Baca: Rapat Terbatas Karhutla di Riau, Jokowi Minta Kinerja Pemda Diaktifkan Lebih Baik Lagi
"Namun ini tergantung dari ketersediaan awan. Oleh karena itu pelaksanaanya harus terencana dengan baik, serta memerhatikan level air gambut dan keberadaan awan," paparnya.
Untuk bisa melakukan peran penanganan Karhutla dengan optimal, Hammam meminta agar BPPT diberikan penugasan nasional dan memiliki independensi melakukan operasi TMC yang berkelanjutan.
"Agar operasi TMC dapat dilakukan secara berkelanjutan, kami juga butuh didukung oleh anggaran, peralatan utama yakni pesawat, dan kesiapan sumberdaya manusia, mulai dari perekayasa, peneliti, dan pelitkayasa," papar Hammam.
Lebih lanjut Hammam mengatakan, bahwa dalam waktu sebulan ke depan yang masih kering sesuai dengan perkiraan BMKG, BPPT akan terus berupaya melakukan peningkatan efektifitas TMC dengan menambahkan penggunaan upaya Kapur Tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai.
"Kami akan tingkatkan upaya TMC, dengan upaya Kapur Tohor aktif (CaO) sebagai bahan semai, disemai pagi hari untuk meningkatkan kualitas udara yang memudahkan pertumbuhan awan. Setelah awan tumbuh baru disemai dengan NaCl pada siang hingga sore," jelasnya. Lebih lanjut Hammam mengharapkan, TMC atau modifikasi cuaca harus dilakukan secara sistemik. Kontrol terhadap kandungan air lahan gambut baik berupa kelembapan gambut maupun tinggi muka air gambut harus selalu terkendali, baik melalui sistem informasi, penyebaran sensor IOT, dan integrasi big data lahan gambut.
"Oleh karena itu, keterpaduan kegiatan monitoring kandungan air lahan gambut, pembangunan bendung-bendung di area gambut, serta pengisian atau pembasahan air di lahan gambut baik melalui cara-cara manual seperti dengan pompa maupun cara modifikasi cuaca harus dilakukan secara sistemik," pungkasnya. (*)