News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU KPK

Siapa yang Bisa Menjabat Dewan Pengawas KPK? DPR Serahkan Kewenangan Tersebut ke Presiden

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko (kiri) dan Mensesneg Pratikno (kanan) menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Presiden menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK diantaranya kewenangan menerbitkan SP3, pembentukan Dewan Pengawas KPK dari unsur akademisi atau aktivis anti korupsi yang akan diangkat langsung oleh presiden, ijin penyadapan dari dewan pengawas internal KPK serta status pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. Warta Kota/henry lopulalan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR dan pemerintah akhirnya menyepakati seluruh poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) di ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).

Salah satu poin yang disepakati yakni terkait pemilihan lima anggota Dewan Pengawas KPK diserahkan oleh Presiden.

"DPR dan pemerintah telah sepakat. Pengangkatannya semua dari presiden untuk Dewas periode ini (2019-2023)," ujar Anggota Baleg dari Fraksi Nasdem Taufiqulhadi saat ditemui seusai rapat seperti dikutip dari Kompas.com.

Dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) draf RUU KPK, DPR mengusulkan ketua dan anggota Dewan Pengawas dipilih oleh DPR berdasarkan calon yang diusulkan presiden.

Namun, hal itu tidak disetujui oleh pemerintah yang ingin kewenangan memilih Dewan Pengawas mutlak di tangan Presiden melalui pembentukan Pansel.

Taufiqulhadi mengatakan, DPR akhirnya menyetujui usul pemerintah agar tidak terjadi tarik menarik kepentingan politik antar-fraksi dalam memilih Dewan Pengawas KPK.

"Sekaligus juga untuk menyanggah bahwa pendapat ada kepentingan DPR dalam memiliah Dewan Pengawas," kata Taufiqulhadi.

Tidak buru-buru

DPR bersama Pemerintah selesai melakukan pembahasan revisi UU KPK.

Pada Senin (16/9/2019) malam, RUU KPK telah disepakati untuk dilakukan pengambilan keputusan tingkat satu di Panitia Kerja (Panja) RUU KPK.

Kemudian, hasil rapat panja semalam dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk dirapatkan.

Hasilnya, Bamus menyepakati agar RUU KPK dibawa ke rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).

"Pagi ini tadi sudah selesai di-Bamuskan, dan disepakati untuk dibawa ke paripurna pada pagi hari ini. Sehingga pada pagi hari ini sudah dijadwalkan untuk di paripurna kan. Diambil dalam keputusan pimpinan tingkat kedua," kata Supratman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Baca: DPR dan Pemerintah Telah Sepakati 7 Poin dalam Revisi UU KPK, Kata Menkumham hingga Keberatan PKS

Baca: Menkumham: Revisi UU KPK Selesai tapi . . .

Namun, banyak pihak mempertanyakan proses legislasi pembahasa RUU KPK karena sangat terkesan terburu-buru.

Supratman pun membantah hal itu. Dia menjelaskan, pembahasan RUU KPK sudah dijajaki sejak 2015.

"Sebenarnya tidak terburu-buru. Kenapa saya katakan tidak terburu-buru? karena kan proses, kita kan sudah ikuti semua apa yang menjadi perdebatan di publik ya. Yang kedua ini kan soal perbedaan cara pandang kita bahwa pembahasan RUU KPK ini itu sudah berlangsung lama juga di Badan Legislasi dulunya," jelas Supratman.

Namun, kata Supratman, karena momentum dan waktu yang dinilai belum tepat, akhirnya DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda revisi UU KPK.

"Bahwa dulu pernah ditunda karena momentumnya yang belum begitu bagus akhirnya ditunda. Tetapi kan juga komisi III juga sudah melakukan sosialisasi kepada kesepakatan dengan presiden dulu dengan pimpinan DPR bahwa DPR itu harus melakukan sosialisasi menyangkut soal UU KPK ini," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah dan DPR tidak menutup mata terkait dinamika dan pro kontra di tengah masyarakat terhadap revisi UU KPK ini.

Ia juga membantah sejumlah pihak yang menyebut pembahasan UU KPK cacat formil.

"Tidak, soal orang katakan cacat formil, tidak. Karena ini kan prosesnya meminta pendapat masyarakat itu sudah lama dilakukan, dalam 2 tahun prosesnya, cukup panjang. Yang kedua, UU KPK ini tidak pernah dikeluarkan dalam Prolegnas 5 Tahunan, jadi tetap ada. Kan Yang paling penting itu tidak boleh kemudian kalau dia keluar dari situ. Oleh karena itu bagi kami, Baleg sudah selesai diambil keputusan. Soal pro kontra itu biasa," ucap politikus Gerindra ini.

Supratman menambahkan, ia tidak bisa memastikan apakah RUU KPK bisa disahkan menjadi UU di dalam paripurna pagi ini. Menurut Supratman, itu menjadi bagian dari paripurna untuk menentukan.

"Ya sudah, ya nanti itu hak paripurna. Yang penting tugas saya melaporkan apa yang jadi catatan Gerindra di Baleg," tutup Ketua Panja RUU KPK ini.

DPR menggelar paripurna pada Selasa (17/9) pagi ini.

Satu di antara beberapa agenda paripurna pengambilan keputusan tingkat 2 terhadap RUU KPK.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini