News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU KPK

Buya Syafii Sebut KPK Tak Suci Tapi Wajib Dibela

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Buya Syafii

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan lembaga yang suci, tetapi wajib dibela.

"KPK itu wajib dibela, diperkuat, tapi bukan suci. Itu harus diingat," ujar Buya Syafii di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Buya Syafii melihat terdapat kelemahan prosedur dalam pembahasan revisi Undang-Undang KPK yang kini telah disahkan oleh DPR.

"KPK tidak diajak berunding oleh Kementerian Hukum dan HAM dan DPR," tuturnya.

Baca: Legislator NasDem: Tidak Masalah Revisi UU KPK Digugat

Baca: OTT Diprediksi Akan Berkurang Setelah UU KPK Direvisi

Menurutnya, para pimpinan KPK sehrusnya dilibatkan dalam pembahasan revisi undang-undang tersebut, agar menghasilkan produk yang dapat diterima semua pihak.

"Saya rasa soal revisi, soal dewan pengawas itu bisa didiskusikan. Itu kan kemarin kan langsung digitukan (tidak diskusi dengan KPK), jadi terbakar," ujar Buya Syafii.

OTT KPK akan berkurang

Pakar hukum Abdul Fickar Hadjar tetap meyakini revisi UU KPK bakal menjadi pelemahan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi.

‎"Unsur pelemahannya dari lembaga yang independen menjadi lembaga yang langsung di bawah pemerintahan. Jadi nanti jangan harapkan banyak Operasi Tangkap Tangan (OTT)," ucap Abdul Fickar Hadjar, Kamis (19/9/2019).

Dia menjelaskan OTT bakal berkurang karena akan diawasi oleh dewan pengawas.

Ini jauh berbeda dengan sebelumnya, dimana KPK merupakan organisasi yang modern, ramping, cepat dan kreatif.

Baca: Fakta-fakta Para Pendemo di KPK: Tak Tahu Pimpinan KPK hingga Pakai Jas Almamater Tak Berlogo

Baca: Hari Ini, Jokowi Cari Pengganti Imam Nahrawi Sebagai Menpora

Kini dengan revisi UU KPK, lembaga antirasuah itu ‎menjadi lembaga yang langsung berada dibawah pemerintah dan sama dengan lembaga penegak hukum lain baik itu Polri maupun Kejaksaan.

"Jadi unsur pelemahannya disitu, jangan harap banyak OTT nanti.‎ Karena belum tentu dikasih izin oleh dewan pengawas. Apalagi kalo calon koruptornya dari pemerintahan atau lembaga yang memang terkait dengan dewan pengawas itu‎," tegasnya.

Kewenangan Dewan Pengawas KPK

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Dewan Pengawas KPK akan menentukan dalam penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).

Sprindik merupakan dokumen yang menyatakan suatu kasus dinaikkan ke tahap penyidikan yang juga berisi nama tersangka.

Diketahui, Undang-Undang KPK hasil revisi memunculkan lembaga dewan pengawas.

Tugas dewan pengawas di antaranya adalah memberi izin penyadapan, penggeledahan, penyitaan.

"Kalau dewan pengawas tidak mengizinkan dilakukan penggeledahan atau penyitaan ya otomatis kan sprindik enggak keluar," ujar Alex, panggilan Alexander, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Baca: Imam Nahrawi Temui Jokowi, Serahkan Surat Pengunduran Diri sebagai Menpora

Baca: Fakta-fakta Para Pendemo di KPK: Tak Tahu Pimpinan KPK hingga Pakai Jas Almamater Tak Berlogo

"Karena biasanya yang berjalan sekarang kan begitu. Kita mengeluarkan sprindik, tidak lama kemudian atau bersamaan kita menerbitkan surat untuk penggeledahan dan penyitaan, karena itu jadi satu rangkaian," sambungnya.

Alex menyebut itu memang konsekuensi keberadaan dewan pengawas, seperti yang tercantum dalam pasal 21 UU KPK hasil revisi.

"Yang jelas pasti ada perubahan dalam proses bisnis di KPK. seperti yang kita lihat misalnya Di pasal 21," ujarnya.

Alex yang kembali terpilih sebagai pimpinan KPK periode 2019-2023 itu juga menyebut UU baru tidak menjelaskan secara rinci hierarki antara pimpinan KPK dan dewan pengawas.

"Di pasal 21 enggak ada, apakah itu juga menghilangkan peran pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum, artinya nanti ya seperti, sprindak, surat perintah penahanan, terus surat perintah penyidikan itu bukan pimpinan yang tanda tangan," kata Alex.

Diketahui, mekanisme penanganan sebuah perkara di KPK selama ini, surat perintah penyidikan, penahanan, hingga penyadapan semuanya harus terlebih dahulu ditandatangani oleh pimpinan KPK.

Dengan ketentuan baru itu, Alex menyebut bisa saja nantinya dewan pengawas akan ikut dalam sebuah gelar perkara.

"Jadi dewan pengawas akan meminta dilakukan gelar perkara, sebelum memberikan izin terkait penyadapan penggeledahan maupun penyitaan," katanya.

Sebelumnya, revisi UU KPK disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (17/9/2019).

Salah satu poin perubahannya adalah keberadaan dewan pengawas yang dipilih oleh Presiden.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini