TRIBUNNEWS.COM - Polda Jawa Timur mengaku sudah memblokir rekening aktivis Veronica Koman yang sudah berstatus tersangka terkait kerusuhan di Papua.
"Sudah kita lakukan kemarin itu pemblokiran," ungkap Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera ketika dikonfirmasi, Jumat (19/9/2019) seperti diberitakan Kompas.com.
Selanjutnya, polisi akan mengeluarkan daftar pencarian orang (DPO) untuk Veronica.
• Update Otak Rusuh Papua, Veronica Koman Sejak Santer Diberitakan hingga Kini PBB Bereaksi
Rencananya, menurut Barung, DPO tersebut diterbitkan pekan depan.
Setelah itu, Polda Jawa Timur akan berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri untuk menangkap Veronica.
"Setelah DPO itu keluar, kami akan hubungi Mabes Polri dalam hal ini Hubinter untuk menggapai seseorang WNI yang keberadaannya di luar negeri dengan status tersangka," katanya.
Setelah DPO dan red notice dari Interpol, Barung mengatakan bahwa langkah polisi selanjutnya adalah ekstradiksi.
Diketahui, Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur atas tuduhan menyebarkan konten berita bohong atau hoaks dan provokatif terkait kerusuhan Papua dan Papua Barat.
Polisi menjerat Veronica dengan sejumlah pasal dalam beberapa UU, antara lain Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait pasal penghasutan, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Menurut kepolisian, ada beberapa unggahan Veronica yang bernada provokatif, salah satunya pada 18 Agustus 2019. Salah satu unggahan yang dimaksud ialah "Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa". Baca berikutnya
Perjalanan Kasus Veronica Koman
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya dalam artikel berjudul Perjalanan Kasus Veronica Koman: Diburu Interpol, Klaim jadi Korban Kriminalisasi, Kini Dibela PBB, Veronica Koman, tersangka provokasi insiden kericuhan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, kini dibela PBB.
Perjalanan kasusnya mulai dari diburu interpol hingga mengklaim jadi korban kriminalisasi cukup menyita perhatian publik.
PBB baru-baru ini mendesak pemerintah untuk membebaskan Veronica Koman.
Seperti diketahui, Veronica Koman telah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan provokasi saat pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, pada Rabu (4/9/2019).
Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap mengunggah cuitan bernada provokatif.
• Proyek Palapa Ring Timur, Satu dari 9 Permintaan Tokoh Papua kepada Presiden Jokowi
Menko Polhukam Wiranto lalu mengungkap bahwa Veronica Koman diburu interpol pascapenetapan tersangka.
Beberapa waktu lalu, polisi sempat memblokir akun sosmed, paspor, hingga nomor rekening pribadinya.
Ia juga dikabarkan tak pernah melapor soal dana beasiswa yang diterima selama menempuh kuliah S2.
Setelah terus dicari, Veronica muncul ke publik dan menyatakan bahwa dirinya menjadi korban kriminalisasi.
Berikut ini perjalanan kasus Veronica Koman yang dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber.
1. Diburu interpol
Penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim menetapkan aktivis HAM Veronica Koman sebagai tersangka.
Veronica disebut menjadi pelaku provokasi di media sosial terkait isu Papua.
Ia juga diduga menjadi provokator kerusuhan di asrama Papua terkait dengan aksi protes bendera pada 16 Agustus lalu.
"Yang bersangkutan sendiri tidak ada di lokasi saat aksi protes bendera di Asrama Papua Surabaya 16 Agustus lalu. Saat itu dia dikabarkan berada di luar negeri," kata Kapolda Jatim Irjen (Pol) Luki Hermawan, Rabu (4/9/2019).
Meski tak berada di lokasi, Veronica Koman sangat aktif mengunggah ungkapan maupun foto bernada provokasi.
Veronica Koman diketahui tengah mengeyam pendidikan di S2 Magister Hukum lewat jalut beasiswa dari pemerintah.
• Tak Mau Kalah dari Papua, Gubernur Murad Ismail Ajukan Beberapa Permintaan pada Pemerintah Pusat
Keberadaan Veronica Koman di luar negeri, membuat polisi bekerja sama dengan interpol.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menkopolhukam) Wiranto.
Setelah Polda Jatim menetapkan tersangka, Veronica Koman langsung diburu oleh interpol.
"Polda Jawa Timur, menetapkan (tersangka) terhadap Veronica Koman, WNI kelahiran Medan, kuasa hukum pemimpin nasional Papua Barat (PNPB) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), ini sekarang sedang diburu oleh interpol, karena berada di luar negeri. Tapi sudah tersangka," ujar Wiranto saat konferensi pers di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (5/9/2019) dikutip dari Kompas.com.
2. Akun sosmed,paspor, hingga nomor rekening pribadi diblokir
Setelah menentukan status sebagai tersangka, pihak kepolisian mengambil langkah untuk memblokir akun sosmed, paspor, hingga nomor rekening pribadi Veronica Koman.
"Kami sudah membuat surat ke Dirjen Imigrasi untuk bantuan pencekalan dan pencabutan paspor tersangka atas nama Veronica Koman," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan di Gedung Tri Brata Mapolda Jatim, Sabtu (7/9/2019) dikutip dari Tribun Jatim.
Polisi juga berhasil melacak nomor rekening pribadi korban Veronica Koman baik di dalam maupun luar negeri.
• Tak Hanya Bangun Istana, Jokowi Juga Janji Berikan Kesempatan 1000 Sarjana Papua Kerja di BUMN
Dalam hal ini, polisi bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri.
Akun sosmed milik Veronica Koman juga akan diblokir.
"Kami sudah koordinasi dengan Kominfo RI dan kami sudah menghubungkan semuanya sangat banyak sekali," katanya.
Menjadi mahasiswa S2 lewat jalur beasiswa dari pemerintah, Veronica Koman dikabarkan tak pernah melapor soal dana keuangan.
sejak 2017, ia tak pernah melaporkan penggunaan dana beasiswa yang diterima.
"Sejak 2017 ternyata tidak pernah aktif atau tidak pernah laporan sebagaimana seorang mahasiswa yang mendapat bantuan Ini," tambah Luki.
Kepolisin lalu menemukan enam rekening atas nama Veronica Koman.
Dalam salah satu rekening tersebut, polisi menemukan adanya transaksi yang dinilai tak masuk akal.
"Ada satu transaksi keuangan yang nilainya sangat besar dan tidak masuk akal untuk seorang mahasiswa," kata Luki, Jumat (13/9/2019) dikutip dari Kompas.com.
Luki tak menyebut detailnya, namun transaksi tersebut berasal dari dalam dan luar negeri.
Transaksi tersebut juga sempat dicarikan di Surabaya dan Papua.
"Dari dalam negeri. Pernah dicairkan di Surabaya dan Papua," tambahnya.
3. Veronica Koman muncul dan klaim jadi korban kriminalisasi
Setelah diburu oleh polisi, Veronica Koman akhirnya muncul lewat pernyataan tertulisnya.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (14/9/2019), Veronica menyebut dirinya menjadi korban kriminalisasi dari polisi.
Menurutnya, kasus yang menjeratnya menjadi pengalihan dari isu yang sebenarnya terjadi di Papua.
Veronica Koman menulis, kasus utama yang terjadi di Papua berusaha untuk dihilangkan.
Veronica enilai, pemerintah pusat dan aparat tak kompeten dalam menanganani kasus tersebut hingga harus mencari kambing hitam.
Segala upaya polisi, dinilai Veronica Koman sudah menyalahi wewenang dan belebihan.
"Kasus kriminalisasi terhadap saya hanyalah satu dari sekian banyak kasus kriminalisasi dan intimidasi besar-besaran yang sedang dialami orang Papua saat ini. Hal yang jauh dari hingar-bingar. Aspirasi ratusan ribu orang Papua yang turun ke jalan dalam rentang waktu beberapa minggu ini seolah hendak dibuat menjadi angin lalu,"
Cara seperti ini sesungguhnya sedang memperdalam luka dan memperuncing konflik Papua,"
"Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sudah sangat berlebihan dalam upayanya mengkriminalisasi saya, baik dalam caranya maupun dalam melebih-lebihkan fakta yang ada," tulisnya.
• Kelompok Klandestin yang Disebut Menhan Ada di Balik Pemberontak Papua, Hendropriyono Punya Cerita
4. PBB desak Indonesia
Ahli Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) tampak memberikan pembelaan untuk Veronica Koman.
PBB mendesak pemerintah Indonesia untuk membebaskan Veronica Koman dari kasus yang menjeratnya.
Pemerintah Indonesia juga diminta untuk memberikan perlindungan terhadap Veronica Koman,
Dikutip dari laman resmi OHCHR pada Rabu (18/9/2019), Indonesia diminta untuk melindungi hak semua orang dalam melakukan protes damai, memastikan akses internet, serta melindungi hak-hak pembela hak asasi manusia Veronica Koman dan semua orang yang memprotes kasus di Papua.
Para ahli menyerukan Indonesia untuk segera mengambil langkah dalam melakukan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan tindakan lainnya.
Ahli PBB tak ingin ikut campur soal penanganan Pemerintah terhadap insiden rasisme, namun mereka mendesak Indonesia untuk melindungi Veronica Koman dari segala intimidasi.
“Kami menyambut tindakan yang diambil oleh Pemerintah terhadap insiden rasis, tetapi kami mendesaknya untuk mengambil langkah segera untuk melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi dan menjatuhkan semua tuduhan terhadapnya sehingga ia dapat terus melaporkan secara independen tentang hak asasi manusia. situasi di negara ini, " kata para ahli PBB.
Veronica Koman disebut telah mengalami pelecehan serta penganiayaan via online.
Para ahli PBB juga menyatakan keprihatinan atas keputusan pemerintah yang telah memblokir paspor dan nomor rekening pribadi serta melibatkan Interpol untuk menerbitkan red notice.
Dalam keterangan tertulisanya, para ahli juga mendoromg pemerintah Indoneisa untuk memperhatikan hak-hak peserta aksi serta memastikan layanan internet tetap tersedia.
“Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengakui hak-hak semua pengunjuk rasa dan untuk memastikan kelanjutan layanan internet."
Internet yang telah terputus sejak 21 Agustus juga dinilai dapat membatasi individu untuk menerima informasi hingga ditakutkan terjadi disinformasi.
Lima ahli PBB yakni Clement Nyaletsossi Voule, David Kaye, Dubravka Šimonović, Meskerem Geset Techane, dan Michel Forst menyambut baik keputusan pemerintah yang telah menghidupkan kembali akses internet pada 4 September.
(Tribunnews.com/Kompas.com)