TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas Perempuan membeberkan enam pasal dalam RKUHP yang jika diimplementasikan akan menimbulkan over kriminalisasi terhadap kelompok rentan, dalam hal ini anak, perempuan, kelompok miskin, orang dengan disabilitas, masyarakat hukum adat, penghayat kepercayaan, dan sebagainya.
Pertama, pasal 2 ayat (1) dan (2) tentang Hukum yang Hidup di Masyarakat.
Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu menilai masalah dalam pasal tersebut ada pada tidak adanya batasan yang jelas tentang hukum yang hidup dalam masyarakat di tengah beragamnya hukum yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan di masyarakat.
Menurutnya, hal itu mengakibatkan hilangnya jaminan kepastian hukum sebagai prinsip utama hukum pidana, dan melanggar asas legalitas.
Selain itu, rumusan pasal tersebut akan meningkatkan potensi kesewenangan dalam penegakannya, menyuburkan overkriminalisasi bagi kelompok rentan, dan menjadi pembenar diproduksinya kebijakan daerah yang diskriminatif.
"Kehadiran pasal ini juga akan memperburuk praktik-praktik diskriminatif terhadap perempuan yang selama ini yang sudah berlangsung di masyarakat," kata Azriana ketika dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (20/9/2019).
Kedua, pasal 412 tentang Kesusilaan di Muka Umum.
Baca: Massa Mulai Geruduk Gedung KPK, Kepolisian Perketat Pengamanan
Menurutnya, penjelasan frasa “di muka umum” dalam pasal tersebut berpotensi melindungi pihak-pihak yang memiliki privilege untuk menutupi tindak pidana yang mereka lakukan.
"Namun hal itu justru merentankan kelompok miskin karena tempat tinggal dan lokus mobilitasnya yang mudah dilihat, didatangi dan disaksikan oleh pihak-pihak lain," kata Azriana.
Ketiga, pasal 414-416 tentang Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan.
Menurutnya, rumusan penjelasan pada pasal itu berpotensi menghalangi inisiatif dan partisipasi masyarakat dalam edukasi kesehatan reproduksi di masyarakat, serta program keluarga berencana.
"Tidak adanya kejelasan siapa yang dimaksud 'relawan dan pejabat yang berwenang' berpotensi mengkriminalisasi pihak-pihak yang melakukan edukasi tentang kesehatan reproduksi dan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) maupun HIV atau AIDS," kata Azriana.
Keempat, pasal 419 tentang Hidup Bersama.
Menurutnya, kriminalisasi hidup bersama sebagai suami istri dalam draft terbaru telah ditambahkan dengan “pengaduan dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya”.